Diposting oleh
NUY CORNER
komentar (0)
Oleh : Dr. Yusuf Qardhawi
Dr. Yusuf Qardhawi dalam bukunya Khasaais Al-Ammah Lil Islam menyebutkan bahwa karakteristik ajaran Islam itu terdiri dari tujuh hal penting yg tidak terdapat dalam agama lain dan ini pula yg menjadi salah satu sebab mengapa hingga sekarang ini begitu banyak orang yg tertarik kepada Islam sehingga mereka menyatakan diri masuk ke dalam Islam. Ini pula yg menjadi sebab mengapa hanya Islam satu-satunya agama yg tidak “takut” dgn kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Karena itu ketujuh karakteristik ajaran Islam sangat penting utk kita pahami.
1. Robbaniyyah. Allah Swt merupakan Robbul alamin disebut juga dgn Rabbun nas dan banyak lagi sebutan lainnya. Kalau karakteristik Islam itu adl Robbaniyyah itu artinya bahwa Islam merupakan agama yg bersumber dari Allah Swt bukan dari manusia sedangkan Nabi Muhammad Saw tidak membuat agama ini tapi beliau hanya menyampaikannya. Karenanya dalam kapasitasnya sebagai Nabi beliau berbicara berdasarkan wahyu yg diturunkan kepadanya Allah berfirman dalam Surah An-Najm 3-4 yg artinya “Dan tiadalah yg diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya ucapan itu tiada lain hanyalah wahyu yg diwahyukan .”
Karena itu ajaran Islam sangat terjamin kemurniannya sebagaimana Allah telah menjamin kemurnian Al-Qur’an Allah berfirman dalam Surah Al-Hijr 9 yg artinya “Sesungguhnya Kami telah menurunkan Al-Qur’an dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.”
Disamping itu seorang muslim tentu saja harus mengakui Allah Swt sebagai Rabb dgn segala konsekuensinya yakni mengabdi hanya kepada-Nya sehingga dia menjadi seorang yg rabbani dari arti memiliki sikap dan prilaku dari nilai-nilai yg datang dari Allah Swt Allah berfirman dalam Surah Al-Imran 79 yg artinya “Tidak wajar bagi manusia yg Allah berikan kepadanya Al kitab hikmah dan kenabian lalu dia berkata kepada manusia ‘hendaklah kamu menjadi penyembah-penyembahku bukan penyembah Allah’ tapi dia berkata ‘hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani krn kamu selalu mengajarkan Al Kitab dan kamu tetap mempelajarinya.”
2. Insaniyyah. Islam merupakan agama yg diturunkan utk manusia krn itu Islam merupakan satu-satunya agama yg cocok dgn fitrah manusia. Pada dasarnya tidak ada satupun ajaran Islam yg bertentangan dgn jiwa manusia. Seks misalnya merupakan satu kecenderungan jiwa manusia untuk dilampiaskan karenanya Islam tidak melarang manusia utk melampiaskan keinginan seksualnya selama tidak bertentangan dgn ajaran Islam itu sendiri.
Prinsipnya manusia itu kan punya kecenderungan utk cinta pada harta tahta wanita dan segala hal yg bersifat duniawi semua itu tidak dilarang di dalam Islam namun harus diatur keseimbangannya dgn keni’matan ukhrawi Allah berfirman dalam Surah Al-Qashash 77 yg artinya “Dan carilah pada apa yg telah dianugerahkan Allah kepadamu negeri akhirat dan janganlah kamu melupakan bahagianmu di dunia dan berbuat baikklah sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi ini. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yg berbuat kerusakan .”
3. Syumuliyah. Islam merupakan agama yg lengkap tidak hanya mengutamakan satu aspek lalu mengabaikan aspek lainnya. Kelengkapan ajaran Islam itu nampak dari konsep Islam dalam berbagai bidang kehidupan mulai dari urusan pribadi keluarga masyarakat sampai pada persoalan-persoalan berbangsa dan bernegara.
Kesyumuliyahan Islam tidak hanya dari segi ajarannya yg rasional dan mudah diamalkan tapi juga keharusan menegakkan ajaran Islam dgn metodologi yg islami. Karena itu di dalam Islam kita dapati konsep tentang dakwah jihad dan sebagainya. Dengan demikian segala persoalan ada petunjuknya di dalam Islam Allah berfirman dalam Surah An-Nahl 89 yg artinya “Dan Kami turunkan kepadamu al kitab utk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yg berserah diri.”
4. Al Waqi’iyyah. Karakteristik lain dari ajaran Islam adl al waqi’iyyah ini menunjukkan bahwa Islam merupakan agama yg dapat diamalkan oleh manusia atau dgn kata lain dapat direalisir dalam kehidupan sehari-hari. Islam dapat diamalkan oleh manusia meskipun mereka berbeda latar belakang kaya miskin pria wanita dewasa remaja anak-anak berpendidikan tinggi berpendidikan rendah bangsawan rakyat biasa berbeda suku adat istiadat dan sebagainya.
Disamping itu Islam sendiri tidak bertentangan dgn realitas perkembangan zaman bahkan Islam menjadi satu-satunya agama yg mampu menghadapi dan mengatasi dampak negatif dari kemajuan zaman. Ini berarti Islam agama yg tidak takut dgn kemajuan zaman.
5. Al Wasathiyah. Di dunia ini ada agama yg hanya menekankan pada persoalan-persoalan tertentu ada yg lbh mengutamakan masalah materi ketimbang rohani atau sebaliknya. Ada pula yg lbh menekankan aspek logika daripada perasaan dan begitulah seterusnya. Allah Swt menyebutkan bahwa umat Islam adl ummatan wasathan umat yg seimbang dalam beramal baik yg menyangkut pemenuhan terhadap kebutuhan jasmani dan akal pikiran maupun kebutuhan rohani.
Manusia memang membutuhkan konsep agama yg seimbang hal ini krn tawazun merupakan sunnatullah. Di alam semesta ini terdapat siang dan malam gelap dan terang hujan dan panas dan begitulah seterusnya sehingga terjadi keseimbangan dalam hidup ini. Dalam soal aqidah misalnya banyak agama yg menghendaki keberadaan Tuhan secara konkrit sehingga penganutnya membuat simbol-simbol dalam bentuk patung. Ada juga agama yg menganggap tuhan sebagai sesuatu yg abstrak sehingga masalah ketuhanan merupakan kihayalan belaka bahkan cenderung ada yg tidak percaya akan adanya tuhan sebagaimana komunisme. Islam mempunyai konsep bahwa Tuhan merupakan sesuatu yg ada namun adanya tidak bisa dilihat dgn mata kepala kita keberadaannya bisa dibuktikan dgn adanya alam semesta ini yg konkrit maka ini merupakan konsep ketuhanan yg seimbang. Begitu pula dalam masalah lainnya seperti peribadatan akhlak hukum dan sebagainya.
6. Al Wudhuh. Karakteristik penting lainnya dari ajaran Islam adl konsepnya yg jelas . Kejelasan konsep Islam membuat umatnya tidak bingung dalam memahami dan mengamalkan ajaran Islam bahkan pertanyaan umat manusia tentang Islam dapat dijawab dgn jelas apalagi kalau pertanyaan tersebut mengarah pada maksud merusak ajaran Isla itu sendiri.
Dalam masalah aqidah konsep Islam begitu jelas sehingga dgn aqidah yg mantap seorang muslim menjadi terikat pada ketentuan-ketentuan Allah dan Rasul-Nya. Konsep syari’ah atau hukumnya juga jelas sehingga umat Islam dapat melaksanakan peribadatan dgn baik dan mampu membedakan antara yg haq dgn yg bathil begitulah seterusnya dalam ajaran Islam yg serba jelas apalagi pelaksanaannya dicontohkan oleh Rasulullah Saw.
7. Al Jam’u Baina Ats Tsabat wa Al Murunnah. Di dalam Islam tergabung juga ajaran yg permanen dgn yg fleksibel . Yang dimaksud dgn yg permanen adl hal-hal yg tidak bisa diganggu gugat dia mesti begitu misalnya shalat lima waktu yg mesti dikerjakan tapi dalam melaksanakannya ada ketentuan yg bisa fleksibel misalnya bila seorang muslim sakit dia bisa shalat dgn duduk atau berbaring kalau dalam perjalanan jauh bisa dijama’ dan diqashar dan bila tidak ada air atau dgn sebab-sebab tertentu berwudhu bisa diganti dgn tayamum.
Ini berarti secara prinsip Islam tidak akan pernah mengalami perubahan namun dalam pelaksanaannya bisa saja disesuaikan dgn situasi dan konsidinya ini bukan berarti kebenaran Islam tidak mutlak tapi yg fleksibel adl teknis pelaksanaannya.
Dengan demikian menjadi jelas bagi kita bahwa Islam merupakan satu-satunya agama yg sempurna dan kesempurnaan itu memang bisa dirasakan oleh penganutnya yg setia.
Dr. Yusuf Qardhawi dalam bukunya Khasaais Al-Ammah Lil Islam menyebutkan bahwa karakteristik ajaran Islam itu terdiri dari tujuh hal penting yg tidak terdapat dalam agama lain dan ini pula yg menjadi salah satu sebab mengapa hingga sekarang ini begitu banyak orang yg tertarik kepada Islam sehingga mereka menyatakan diri masuk ke dalam Islam. Ini pula yg menjadi sebab mengapa hanya Islam satu-satunya agama yg tidak “takut” dgn kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Karena itu ketujuh karakteristik ajaran Islam sangat penting utk kita pahami.
1. Robbaniyyah. Allah Swt merupakan Robbul alamin disebut juga dgn Rabbun nas dan banyak lagi sebutan lainnya. Kalau karakteristik Islam itu adl Robbaniyyah itu artinya bahwa Islam merupakan agama yg bersumber dari Allah Swt bukan dari manusia sedangkan Nabi Muhammad Saw tidak membuat agama ini tapi beliau hanya menyampaikannya. Karenanya dalam kapasitasnya sebagai Nabi beliau berbicara berdasarkan wahyu yg diturunkan kepadanya Allah berfirman dalam Surah An-Najm 3-4 yg artinya “Dan tiadalah yg diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya ucapan itu tiada lain hanyalah wahyu yg diwahyukan .”
Karena itu ajaran Islam sangat terjamin kemurniannya sebagaimana Allah telah menjamin kemurnian Al-Qur’an Allah berfirman dalam Surah Al-Hijr 9 yg artinya “Sesungguhnya Kami telah menurunkan Al-Qur’an dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.”
Disamping itu seorang muslim tentu saja harus mengakui Allah Swt sebagai Rabb dgn segala konsekuensinya yakni mengabdi hanya kepada-Nya sehingga dia menjadi seorang yg rabbani dari arti memiliki sikap dan prilaku dari nilai-nilai yg datang dari Allah Swt Allah berfirman dalam Surah Al-Imran 79 yg artinya “Tidak wajar bagi manusia yg Allah berikan kepadanya Al kitab hikmah dan kenabian lalu dia berkata kepada manusia ‘hendaklah kamu menjadi penyembah-penyembahku bukan penyembah Allah’ tapi dia berkata ‘hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani krn kamu selalu mengajarkan Al Kitab dan kamu tetap mempelajarinya.”
2. Insaniyyah. Islam merupakan agama yg diturunkan utk manusia krn itu Islam merupakan satu-satunya agama yg cocok dgn fitrah manusia. Pada dasarnya tidak ada satupun ajaran Islam yg bertentangan dgn jiwa manusia. Seks misalnya merupakan satu kecenderungan jiwa manusia untuk dilampiaskan karenanya Islam tidak melarang manusia utk melampiaskan keinginan seksualnya selama tidak bertentangan dgn ajaran Islam itu sendiri.
Prinsipnya manusia itu kan punya kecenderungan utk cinta pada harta tahta wanita dan segala hal yg bersifat duniawi semua itu tidak dilarang di dalam Islam namun harus diatur keseimbangannya dgn keni’matan ukhrawi Allah berfirman dalam Surah Al-Qashash 77 yg artinya “Dan carilah pada apa yg telah dianugerahkan Allah kepadamu negeri akhirat dan janganlah kamu melupakan bahagianmu di dunia dan berbuat baikklah sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi ini. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yg berbuat kerusakan .”
3. Syumuliyah. Islam merupakan agama yg lengkap tidak hanya mengutamakan satu aspek lalu mengabaikan aspek lainnya. Kelengkapan ajaran Islam itu nampak dari konsep Islam dalam berbagai bidang kehidupan mulai dari urusan pribadi keluarga masyarakat sampai pada persoalan-persoalan berbangsa dan bernegara.
Kesyumuliyahan Islam tidak hanya dari segi ajarannya yg rasional dan mudah diamalkan tapi juga keharusan menegakkan ajaran Islam dgn metodologi yg islami. Karena itu di dalam Islam kita dapati konsep tentang dakwah jihad dan sebagainya. Dengan demikian segala persoalan ada petunjuknya di dalam Islam Allah berfirman dalam Surah An-Nahl 89 yg artinya “Dan Kami turunkan kepadamu al kitab utk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yg berserah diri.”
4. Al Waqi’iyyah. Karakteristik lain dari ajaran Islam adl al waqi’iyyah ini menunjukkan bahwa Islam merupakan agama yg dapat diamalkan oleh manusia atau dgn kata lain dapat direalisir dalam kehidupan sehari-hari. Islam dapat diamalkan oleh manusia meskipun mereka berbeda latar belakang kaya miskin pria wanita dewasa remaja anak-anak berpendidikan tinggi berpendidikan rendah bangsawan rakyat biasa berbeda suku adat istiadat dan sebagainya.
Disamping itu Islam sendiri tidak bertentangan dgn realitas perkembangan zaman bahkan Islam menjadi satu-satunya agama yg mampu menghadapi dan mengatasi dampak negatif dari kemajuan zaman. Ini berarti Islam agama yg tidak takut dgn kemajuan zaman.
5. Al Wasathiyah. Di dunia ini ada agama yg hanya menekankan pada persoalan-persoalan tertentu ada yg lbh mengutamakan masalah materi ketimbang rohani atau sebaliknya. Ada pula yg lbh menekankan aspek logika daripada perasaan dan begitulah seterusnya. Allah Swt menyebutkan bahwa umat Islam adl ummatan wasathan umat yg seimbang dalam beramal baik yg menyangkut pemenuhan terhadap kebutuhan jasmani dan akal pikiran maupun kebutuhan rohani.
Manusia memang membutuhkan konsep agama yg seimbang hal ini krn tawazun merupakan sunnatullah. Di alam semesta ini terdapat siang dan malam gelap dan terang hujan dan panas dan begitulah seterusnya sehingga terjadi keseimbangan dalam hidup ini. Dalam soal aqidah misalnya banyak agama yg menghendaki keberadaan Tuhan secara konkrit sehingga penganutnya membuat simbol-simbol dalam bentuk patung. Ada juga agama yg menganggap tuhan sebagai sesuatu yg abstrak sehingga masalah ketuhanan merupakan kihayalan belaka bahkan cenderung ada yg tidak percaya akan adanya tuhan sebagaimana komunisme. Islam mempunyai konsep bahwa Tuhan merupakan sesuatu yg ada namun adanya tidak bisa dilihat dgn mata kepala kita keberadaannya bisa dibuktikan dgn adanya alam semesta ini yg konkrit maka ini merupakan konsep ketuhanan yg seimbang. Begitu pula dalam masalah lainnya seperti peribadatan akhlak hukum dan sebagainya.
6. Al Wudhuh. Karakteristik penting lainnya dari ajaran Islam adl konsepnya yg jelas . Kejelasan konsep Islam membuat umatnya tidak bingung dalam memahami dan mengamalkan ajaran Islam bahkan pertanyaan umat manusia tentang Islam dapat dijawab dgn jelas apalagi kalau pertanyaan tersebut mengarah pada maksud merusak ajaran Isla itu sendiri.
Dalam masalah aqidah konsep Islam begitu jelas sehingga dgn aqidah yg mantap seorang muslim menjadi terikat pada ketentuan-ketentuan Allah dan Rasul-Nya. Konsep syari’ah atau hukumnya juga jelas sehingga umat Islam dapat melaksanakan peribadatan dgn baik dan mampu membedakan antara yg haq dgn yg bathil begitulah seterusnya dalam ajaran Islam yg serba jelas apalagi pelaksanaannya dicontohkan oleh Rasulullah Saw.
7. Al Jam’u Baina Ats Tsabat wa Al Murunnah. Di dalam Islam tergabung juga ajaran yg permanen dgn yg fleksibel . Yang dimaksud dgn yg permanen adl hal-hal yg tidak bisa diganggu gugat dia mesti begitu misalnya shalat lima waktu yg mesti dikerjakan tapi dalam melaksanakannya ada ketentuan yg bisa fleksibel misalnya bila seorang muslim sakit dia bisa shalat dgn duduk atau berbaring kalau dalam perjalanan jauh bisa dijama’ dan diqashar dan bila tidak ada air atau dgn sebab-sebab tertentu berwudhu bisa diganti dgn tayamum.
Ini berarti secara prinsip Islam tidak akan pernah mengalami perubahan namun dalam pelaksanaannya bisa saja disesuaikan dgn situasi dan konsidinya ini bukan berarti kebenaran Islam tidak mutlak tapi yg fleksibel adl teknis pelaksanaannya.
Dengan demikian menjadi jelas bagi kita bahwa Islam merupakan satu-satunya agama yg sempurna dan kesempurnaan itu memang bisa dirasakan oleh penganutnya yg setia.
Diposting oleh
NUY CORNER
komentar (0)
RESENSI BUKU
JUDUL BUKU : Membina Angkatan Mujahid
(Studi Analitis atas Konsep Dakwah Hasan Al-Banna dalam Risalah Ta’alim)
(Studi Analitis atas Konsep Dakwah Hasan Al-Banna dalam Risalah Ta’alim)
JUDUL ASLI :
Fi Afaqit Ta’alim, Dirasati Fi Da’watil Ustadz Hasan Al Banna wa Nazhariyatil Harakah Fiha mim Khilali Risalatit Ta’alim
PENGARANG : Sa’id Hawwa
PENERBIT : Intermedia, Solo
JUMLAH HAL : 264 Hal
CETAKAN : ke V, 2005
PENERJEMAH : Abu Ridho Lc & Wahid Ahmadi
JUMLAH HAL : 264 Hal
CETAKAN : ke V, 2005
PENERJEMAH : Abu Ridho Lc & Wahid Ahmadi
Buku ini berisi bagaimana menghayati Risalah Ta’alim yang merupakan salah satu peninggalan paling berharga Hasan Al-Banna. Juga merupakan buah pandangan yang bernas dan jitu terhadap perjalanan sejarah, realitas umat dan pemahamannya yang akurat tentang nash-nash syariah, dan terkandung pula nilai filosofi yang teramat dalam. Dari sinilah Sa’id Hawwa merasa perlu untuk menyusun buku ini sebagai sejarahnya.
Pada bab-bab awal, penulis terlebih dahulu membedah jati diri gerakan jamaah
Ikhwanul Muslimin (IM). Bab berikutnya memahami tujuan IM, yakni tujuan akhirnya
adalah Tegaknya Daulah Khilafiah Islamiyah, serta dunia seluruhnya hanya tunduk
kepada ALLAH SWT, kemudian dijelaskan sarana-sarana untuk mencapai tujuan
tersebut.
Bab selanjutnya yang paling penting, yakni Risalah Ta’alim dan sendi-sendi
pembentukan pribadi Islam, yang terdiri dari dua bagian, bagian pertama rukun bai’at,
kemudian diiringi dengan kewajiban-kewajiban seorang Mujahid.
Gerakan IM didirikan oleh Hasan Al-Banna di Mesir pada tahun 1928.
Keberadaan IM sesungguhnya menuntut pembaharuan Islam, baik di bidang ilmu, amal
maupun realitasnya. Kelangsungannya di sisi lain juga membangkitkan permusuhan
kepada Islam. Atas dasar itulah, demi Islam, wujud dan kelangsungannya, harus lahir
gerakan yang dapat mewujudkan cita-cita Islam. Semua itu merupakan kewajiban yang
telah ditetapkan oleh Allah SWT. Orang-orang muslim yang sering bertanya, “Untuk apa
Ikhwanul Muslimin (IM)?” hendaknya bertanya, “Apa yang akan terjadi tanpa Ikhwanul
Muslimin?
Rasulullah SAW bersabda kepada Hudzaifah,”Hendaklah kamu komitmen
bersama jamaah kaum muslimin dan imamnya”.(HR. Bukhari Muslim).
Salah satu prinsip dasar yang tidak boleh diabaikan oleh seorang muslim adalah
bahwa umat Islam harus mempunyai jamaah dan imam. Kewajiban utama setiap muslim
ialah memberikan kesetiannya kepada jamaah dan imamnya. Inilah kunci pertama untuk
memahami persoalan Ikhwanul Muslimin (IM). Sungguh, gagasan tentang jamaah
Islamiyah telah dilupakan oleh banyak orang, dan jalan yang benar untuk menuju ke sana
pun telah hilang. Maka Allah SWT, menganugrahkan nikmat-Nya kepada Imam Hasan
Al-Banna untuk meretas jalan yang sempurna, menuju terwujudnya jamaah dan imamah
berlandaskan berbagai faktor yang dibutuhkan, untuk tujuan tersebut dan tindakan nyata
untuk mencapainya.
Tanggung jawab terbesar kita adalah melakukan tajdid (pembaharuan) dan naql
(alih generasi), yakni pembaharuan ajaran Islam dan proses perubahan terhadap pribadi
muslim dari satu kondisi ke kondisi yang lain, dan perubahan umat Islam dari satu fase ke
fase yang lain.
1. Tentang Ikhwanul Muslimin (IM), melalui penjelasan Ustadz Hasan Al-Banna,
didapati dua fenomena: Pertama, Ikhwan sebagai sebuah jamaah yang
memusatkan perhatian pada pelayanan umum. Ia ikut bersama-sama dengan
semua jamaah Islam yang ada untuk berkhidmat kepada masyarakat umum
dengan berbagai sarana; Kedua, Ikhwan sebagai sebuah gerakan pembaharuan.
Hasan Al-Banna telah memfokuskan perhatiannya pada fenomena yang kedua ini,
karena aspek inilah yang terpenting. Diantara fenomena pembaharuan dalam
gerakan ini ialah Ikhwan memahami betul berbagai kebutuhan amal Islami
dewasa ini, yang selama ini diabaikan oleh umat Islam sendiri. Islam memerlukan
gerakan yang menyeluruh, yang menjadikan seorang muslim biasa merasakan
bahwa dirinya muslim, merasakan bahwa kita hidup bersama-sama, juga
merasakan keterikatan secara umum dengan Islam dan kaum muslimin, serta
merasakan pula ikatan khusus dengannya.
2. Mengubah umat sebagai prolog dari proses mengubah dunia. Tanggung jawab
pertama Jamaah atau pimpinanya adalah mengubah kondisi pribadi muslim dan
selanjutnya kaum muslimin. Orang muslim kini lemah rasa keIslamannya dan
lemah pula emosi penisbatan dirinya kepada Islam, selain itu juga lemah
perasaannya bahwa ia adalah bagian dari umat Islam. Karena itu, pekerjaan
pertama kita adalah membangkitkan perasaan muslim tentang eksistensi
keislamannya dan eksistensi kejamaahannya.
Dalam Risalah Ta’alimnya, Hasan Al Banna menyatakan,”Adapun tingkatan amal
yang dituntut dari seorang akh yang tulus adalah:
1. Perbaikan dirinya sendiri, sehingga menjadi orang yang kuat fisiknya, kokoh
ahlaknya, luas wawasannya, mampu mencari penghidupan, selamat akidahnya,
benar ibadahnya, pejuang bagi dirinya sendiri, penuh perhatian akan waktunya,
rapi urusannya, bermanfaat bagi orang lain. Itu semua harus dimiliki oleh masingmasing
al-akh.
2. Pembetukqan Keluarga Muslim, yaitu dengan mengkondisikan keluarga, agar
menghargai fikrahnya, menjaga etika Islam dalam setiap aktifitas kehidupan
rumah tangganya, memilih istri yang baik dan menjelaskan kepada hak dan
kewajibannya, mendidik anak-anak dan pembantunya dengan didikan yang baik,
serta membimbing mereka dengan prinsip-prinsip Islam.
3. Bimbingan masyarakat, yakni menyebarkan dakwah, memerangi perilaku yang
kotor dan mungkar, mendukung perilaku utama, amar ma’ruf, bersegera
mengerjakan kebaikan, menggiring opini umum untuk memahami fikrah
Islamiyah, dan mencelup praktek kehidupan dengannya terus menerus. Itu semua adalah kewajiban yang harus ditunaikan ol;eh setiap akh sebagai pribadi, juga
kewajiban bagi jamaah sebagai institusi yang dinamis.
4. Pembebasan Tanah Air dari setiap penguasa asing – Non Islam – baik secara
politik, ekonomi maupun moral.
5. Memperbaiki keadaan pemerintah, sehingga menjadi pemerintah Islam yang baik,
dengan begitu ia dapat memainkan perannya sebagai pelayan umat, dan pekerja
yang bekerja demi kemaslahatan umat. Pemerintah Islam adalah pemerintah yang
anggotanya terdiri dari kaum muslimin yang menunaikan kewajiban-kewajiban
Islam, tidak berterang-terangan dengan kemaksiatan, dan konsisten menerapkan
hukum-hukum serta ajaran Islam.
Tidak mengapa menggunakan orang-orang Non Muslim, jika keadaan dalam
keadaan darurat, asalkan bukan untuk posisi jabatan strategis. Tidak terlalu
penting mengenai bentuk dan nama jabatan itu, sepanjang sesuai dengan kaidah
umum dalam sistem undang-undang Islam, maka diperbolehakan.
Beberapa sifat yang dibutuhkan antara lain: rasa tanggung jawab, kasih sayang
kepada rakyat, adil terhadap semua orang, tidak tamak terhadap kekayaan Negara,
dan ekonomis dalam penggunaannya.
Beberapa kewajiban yang harius ditunaikan antara lain: menjaga keamanan,
menetapkan undang-undang, menyebarkan nilai-nilai ajaran, mempersiapkan
kekuatan, menjaga kesehatan, melindungi keamanan umum, mengembangkan
investasi dan menjaga kekayaan, mengokohkan mentalitas, dan menyebarkan
dakwah.
Beberapa haknya, tentu jika telah ditunaikan kewajibannya, antara lain: loyalitas,
dan ketaatan, pertolongan terhadap jiwa dan hartanya.
Apabila ia mengabaikan kewajibannya, maka berhak atasnya nasehat dan
bimbingan, lalu jika tidak ada perubahan, dapat diterapkan pemecatan dan
pengusiran. Tidak ada ketaatan kepada mahluk dalam bermaksiat kepada
Khaliqnya.
6. Usaha mempersiapkan seluruh asset negeri di dunia ini untuk kemaslahatan Islam;
dengan cara membebaskan seluruh negeri, membangun kejayaannya, menegakkan
peradabannya, dan menyatukan kata-katanya, sehingga dapat mengembalikan
kewajiban khilafah yang telah hilang, dan terwujudnya persatuan umat yang
diimpi-impikan bersama.
7. Penegakan kepemimpinan dunia dengan penyebaran dakwah Islam di seantero
negeri.
QS Al-Anfal : 39, “Dan perangilah mereka, supaya jangan ada fitnah[611] dan supaya
agama itu semata-mata untuk Allah[612]. jika mereka berhenti (dari kekafiran), Maka
Sesungguhnya Allah Maha melihat apa yang mereka kerjakan”.
[611] Maksudnya: gangguan-gangguan terhadap umat Islam dan agama Islam.
[612] Maksudnya: menurut An-Nasafi dan Al-Maraghi, tegaknya agama Islam dan sirnanya agama-agama
yang batil.
Pada bab-bab awal, penulis terlebih dahulu membedah jati diri gerakan jamaah
Ikhwanul Muslimin (IM). Bab berikutnya memahami tujuan IM, yakni tujuan akhirnya
adalah Tegaknya Daulah Khilafiah Islamiyah, serta dunia seluruhnya hanya tunduk
kepada ALLAH SWT, kemudian dijelaskan sarana-sarana untuk mencapai tujuan
tersebut.
Bab selanjutnya yang paling penting, yakni Risalah Ta’alim dan sendi-sendi
pembentukan pribadi Islam, yang terdiri dari dua bagian, bagian pertama rukun bai’at,
kemudian diiringi dengan kewajiban-kewajiban seorang Mujahid.
Gerakan IM didirikan oleh Hasan Al-Banna di Mesir pada tahun 1928.
Keberadaan IM sesungguhnya menuntut pembaharuan Islam, baik di bidang ilmu, amal
maupun realitasnya. Kelangsungannya di sisi lain juga membangkitkan permusuhan
kepada Islam. Atas dasar itulah, demi Islam, wujud dan kelangsungannya, harus lahir
gerakan yang dapat mewujudkan cita-cita Islam. Semua itu merupakan kewajiban yang
telah ditetapkan oleh Allah SWT. Orang-orang muslim yang sering bertanya, “Untuk apa
Ikhwanul Muslimin (IM)?” hendaknya bertanya, “Apa yang akan terjadi tanpa Ikhwanul
Muslimin?
Rasulullah SAW bersabda kepada Hudzaifah,”Hendaklah kamu komitmen
bersama jamaah kaum muslimin dan imamnya”.(HR. Bukhari Muslim).
Salah satu prinsip dasar yang tidak boleh diabaikan oleh seorang muslim adalah
bahwa umat Islam harus mempunyai jamaah dan imam. Kewajiban utama setiap muslim
ialah memberikan kesetiannya kepada jamaah dan imamnya. Inilah kunci pertama untuk
memahami persoalan Ikhwanul Muslimin (IM). Sungguh, gagasan tentang jamaah
Islamiyah telah dilupakan oleh banyak orang, dan jalan yang benar untuk menuju ke sana
pun telah hilang. Maka Allah SWT, menganugrahkan nikmat-Nya kepada Imam Hasan
Al-Banna untuk meretas jalan yang sempurna, menuju terwujudnya jamaah dan imamah
berlandaskan berbagai faktor yang dibutuhkan, untuk tujuan tersebut dan tindakan nyata
untuk mencapainya.
Tanggung jawab terbesar kita adalah melakukan tajdid (pembaharuan) dan naql
(alih generasi), yakni pembaharuan ajaran Islam dan proses perubahan terhadap pribadi
muslim dari satu kondisi ke kondisi yang lain, dan perubahan umat Islam dari satu fase ke
fase yang lain.
1. Tentang Ikhwanul Muslimin (IM), melalui penjelasan Ustadz Hasan Al-Banna,
didapati dua fenomena: Pertama, Ikhwan sebagai sebuah jamaah yang
memusatkan perhatian pada pelayanan umum. Ia ikut bersama-sama dengan
semua jamaah Islam yang ada untuk berkhidmat kepada masyarakat umum
dengan berbagai sarana; Kedua, Ikhwan sebagai sebuah gerakan pembaharuan.
Hasan Al-Banna telah memfokuskan perhatiannya pada fenomena yang kedua ini,
karena aspek inilah yang terpenting. Diantara fenomena pembaharuan dalam
gerakan ini ialah Ikhwan memahami betul berbagai kebutuhan amal Islami
dewasa ini, yang selama ini diabaikan oleh umat Islam sendiri. Islam memerlukan
gerakan yang menyeluruh, yang menjadikan seorang muslim biasa merasakan
bahwa dirinya muslim, merasakan bahwa kita hidup bersama-sama, juga
merasakan keterikatan secara umum dengan Islam dan kaum muslimin, serta
merasakan pula ikatan khusus dengannya.
2. Mengubah umat sebagai prolog dari proses mengubah dunia. Tanggung jawab
pertama Jamaah atau pimpinanya adalah mengubah kondisi pribadi muslim dan
selanjutnya kaum muslimin. Orang muslim kini lemah rasa keIslamannya dan
lemah pula emosi penisbatan dirinya kepada Islam, selain itu juga lemah
perasaannya bahwa ia adalah bagian dari umat Islam. Karena itu, pekerjaan
pertama kita adalah membangkitkan perasaan muslim tentang eksistensi
keislamannya dan eksistensi kejamaahannya.
Dalam Risalah Ta’alimnya, Hasan Al Banna menyatakan,”Adapun tingkatan amal
yang dituntut dari seorang akh yang tulus adalah:
1. Perbaikan dirinya sendiri, sehingga menjadi orang yang kuat fisiknya, kokoh
ahlaknya, luas wawasannya, mampu mencari penghidupan, selamat akidahnya,
benar ibadahnya, pejuang bagi dirinya sendiri, penuh perhatian akan waktunya,
rapi urusannya, bermanfaat bagi orang lain. Itu semua harus dimiliki oleh masingmasing
al-akh.
2. Pembetukqan Keluarga Muslim, yaitu dengan mengkondisikan keluarga, agar
menghargai fikrahnya, menjaga etika Islam dalam setiap aktifitas kehidupan
rumah tangganya, memilih istri yang baik dan menjelaskan kepada hak dan
kewajibannya, mendidik anak-anak dan pembantunya dengan didikan yang baik,
serta membimbing mereka dengan prinsip-prinsip Islam.
3. Bimbingan masyarakat, yakni menyebarkan dakwah, memerangi perilaku yang
kotor dan mungkar, mendukung perilaku utama, amar ma’ruf, bersegera
mengerjakan kebaikan, menggiring opini umum untuk memahami fikrah
Islamiyah, dan mencelup praktek kehidupan dengannya terus menerus. Itu semua adalah kewajiban yang harus ditunaikan ol;eh setiap akh sebagai pribadi, juga
kewajiban bagi jamaah sebagai institusi yang dinamis.
4. Pembebasan Tanah Air dari setiap penguasa asing – Non Islam – baik secara
politik, ekonomi maupun moral.
5. Memperbaiki keadaan pemerintah, sehingga menjadi pemerintah Islam yang baik,
dengan begitu ia dapat memainkan perannya sebagai pelayan umat, dan pekerja
yang bekerja demi kemaslahatan umat. Pemerintah Islam adalah pemerintah yang
anggotanya terdiri dari kaum muslimin yang menunaikan kewajiban-kewajiban
Islam, tidak berterang-terangan dengan kemaksiatan, dan konsisten menerapkan
hukum-hukum serta ajaran Islam.
Tidak mengapa menggunakan orang-orang Non Muslim, jika keadaan dalam
keadaan darurat, asalkan bukan untuk posisi jabatan strategis. Tidak terlalu
penting mengenai bentuk dan nama jabatan itu, sepanjang sesuai dengan kaidah
umum dalam sistem undang-undang Islam, maka diperbolehakan.
Beberapa sifat yang dibutuhkan antara lain: rasa tanggung jawab, kasih sayang
kepada rakyat, adil terhadap semua orang, tidak tamak terhadap kekayaan Negara,
dan ekonomis dalam penggunaannya.
Beberapa kewajiban yang harius ditunaikan antara lain: menjaga keamanan,
menetapkan undang-undang, menyebarkan nilai-nilai ajaran, mempersiapkan
kekuatan, menjaga kesehatan, melindungi keamanan umum, mengembangkan
investasi dan menjaga kekayaan, mengokohkan mentalitas, dan menyebarkan
dakwah.
Beberapa haknya, tentu jika telah ditunaikan kewajibannya, antara lain: loyalitas,
dan ketaatan, pertolongan terhadap jiwa dan hartanya.
Apabila ia mengabaikan kewajibannya, maka berhak atasnya nasehat dan
bimbingan, lalu jika tidak ada perubahan, dapat diterapkan pemecatan dan
pengusiran. Tidak ada ketaatan kepada mahluk dalam bermaksiat kepada
Khaliqnya.
6. Usaha mempersiapkan seluruh asset negeri di dunia ini untuk kemaslahatan Islam;
dengan cara membebaskan seluruh negeri, membangun kejayaannya, menegakkan
peradabannya, dan menyatukan kata-katanya, sehingga dapat mengembalikan
kewajiban khilafah yang telah hilang, dan terwujudnya persatuan umat yang
diimpi-impikan bersama.
7. Penegakan kepemimpinan dunia dengan penyebaran dakwah Islam di seantero
negeri.
QS Al-Anfal : 39, “Dan perangilah mereka, supaya jangan ada fitnah[611] dan supaya
agama itu semata-mata untuk Allah[612]. jika mereka berhenti (dari kekafiran), Maka
Sesungguhnya Allah Maha melihat apa yang mereka kerjakan”.
[611] Maksudnya: gangguan-gangguan terhadap umat Islam dan agama Islam.
[612] Maksudnya: menurut An-Nasafi dan Al-Maraghi, tegaknya agama Islam dan sirnanya agama-agama
yang batil.
QS At-Taubah: 32,”Mereka berkehendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan
mulut (ucapan- ucapan) mereka, dan Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan
cahayaNya, walaupun orang-orang yang kafir tidak menyukai.
QS Yusuf: 21. Allah berkuasa terhadap urusan-Nya, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahuinya.
Empat nomor terakhir wajib ditegakkan oleh Jamaah dan oleh setiap akh sebagai anggota
dalam jamaah itu.
Dijelaskan oleh Hasan Al-Banna, bahwa Gerakan Jamaah Ikhwanul Muslimin
(IM) memiliki tujuan pertama, yaitu membentuk individu muslim, dengan sarananya,
berupa murabbi (Pembina), manhaj (sistem), dan lingkungan yang sehat.
Tujuan kedua adalah terwujudnya rumah tangga muslim, dengan saranasarananya
antara lain: 1.Setiap akh harus memberikan perhatian yang besar terhadap
persoalan rumah tangganya; 2. Jamaah harus memberikan hak sewajarnya bagi aktifitas
wanita; 3. Setiap akh harus memiliki istri yang shalihah; 4. Setiap akh seyogyanya diikat
dengan anak-anaknya dan saudara-saudaranya.
Tujuan ketiga adalah terwujudnya masyarakat muslim. Ustadz Hasan Al-Banna
melihat, bahwa pelaksaan totalitas Islam amat sulit dilakukan tanpa memfokuskan
perhatian terlebih dahulu pada pembentukan masyarakat muslim. Pemerintah Islam tidak
akan tertegak di atas kehampaan.
Ustadz Hasan Al-Banna berkata,”Akan tetapi Ikhwan lebih sadar dan lebih
memahami untuk tidak memikul tanggung jawab pemerintahan dalam keadaan umat
seperti sekarang ini. Kita membeutuhkan waktu, agar prinsip-prinsip Ikhwan dapat
tersebar dan masyarakat belajar bagaimana mendahulukan kepentingan umum daripada
kepentingan pribadi”.
Tujuan keempat adalah menegakkan pemerintahan Islam di setiap negeri. Ustadz
Hasan Al-Banna menandaskan, bahwa pemerintahan Islam bukanlah merupakan tujuan
Ikhwan sebagai perwujudan atas ambisi para anggotanya. Tetapi tujuan Ikhwan adalah
ingin mewujudkan pemerintahan Islam, kapan pun ia terwujud, maka anggota Ikhwan
siap menjadi pasukan dan pembelanya, pembela undang-undang, pemerintahannya, dan
pemimpinnya, kapan pun dan dimana pun ia berada.
Tujuan kelima adalah terwujudnya negara Islam inti atau menurut redaksi Ustadz
Hasan Al-Banna adalah, “Negara yang memimpin negara-negara Islam lainnya, yang
menggabungkan semua umat islam, yang mengembalikan keagungannya, serta
mengembalikan tanah airnya yang telah hilang dan negerinya yang telah dirampas
orang”. Adapun sarana yang paling efektif untuk ini adalah dengan menegakkan sebuah
Negara Islam yang besar, yang memiliki kekuatan pengaruh dalam bidang politik,
ekonomi, dan teknologi di sebgaiab besdar wilayah bumi, atau di Negara yang memiliki
wilayah territorial yang luas. Namun demikian kita tetap berusaha, agar kesatuan dapat terwujud, dengan segala cara, di beberapa Negara yang telah didominasi oleh gerakan
Islam untuk menjadi cikal bakal lahirnya Negara inti dengan tugas-tugas sebagaimana
yang disebutkan oleh Ustadz Hasan Al-Banna di muka. Yang menyatukan umat Islam
sedunia di bawah naungan sebuah Negara Islam, sehingga setiap muslim di seluruh dunia
ini merasakan, bahwa ia adalah negaranya sendiri, yang padanyalah loyalitas dan
komitmen diberikan. Juga Negara itu harus melindungi dan menjaganya, di manapun ia
berada.
Tujuan Gerakan Jamaah Ikhwanul Muslimin (IM) yang keenam adalah
menegakkan Negara Islam yang tunggal atau menegakkan Negara kesatuan Islam yang
menghimpun seluruh Negara Islam yang tunduk di bawah satu pucuk pimpinan pusat dan
diketuai oleh seorang Imam. Itulah yang dilakukan Rasulullah SAW dan para khalifah
dalam memimpin dan membimbing umat. Adapun saranya, dengan melangkah di atas
mukadimah yang benar, yakni tegaknya kaidah-kaidah yang benar, yang dari sanalah
Islam di berbagai wilayah bertolak.
Tujuan Gerakan Jamaah Ikhwanul Muslimin (IM) yang ketujuh adalah
menegakkan Negara Islam internasional yang berkah dan rahmatNya menaungi semua
bangsa di dunia. Caranya yang kita pergunakan untuk itu – setelah menegakkan Negara
Islam internasional – adalah beraktifitas terus menerus yang sesuai dan layak untuk
memastikan, bahwa dunia akan menerima dakwah ini. Semua ini akan terjadi, Insya
Allah, karena Rasulullah SAW telah membawa kabar gembira ini kepada kita.
Dalam Risalah Ta’alimnya, Ustadz Hasan Al-Banna mengatakan,”Tahapan
dakwah ada tiga macam:
1. TA’RIF
Dakwah dilakukan dengan menyebarkan fikrah Islam di tengah masyarakat.
Adapun system dakwah untuk tahapan ini adalah system kelembagaan.
Urgensinya adalah kerja social bagai kepentingan umum, sedangkan medianya
adalah nasehat dan bimbingan sekali waktu, serta membangun berbagai tempat
yang berguna di waktu yang lain, juga berbagai media aktifitas lainnya.
2. TAKWIN
Dakwah ditegakkan dengan melakukan seleksi terhadap anasir positif untuk
memikul beban jihad dan untuk menghimpun berbagai bagian yang ada. Adapun sistem dakwah untuk tahapan ini bersifat tasawuf murni dalam tatanan ruhani dan
bersifat militer dalam tatanan opersional. Slogan untuk dua aspek ini adalah
perintah dan taat dengan tanpa keraguan. Semua katibah (nama satuan kelompok
para militer Ikhwan) yang ada kini adalah representasi dari tahapan ini dalam
kehidupan dakwahnya. Ia terhimpun dalam risalah manhaj yang lalu.
Dakwah pada tahapan ini bersifat khusus, tidak dapat dikerjakan oleh sesorang,
kecuali yang memiliki kesiapan yang benar untuk memikul beban jihad yang
panjang masanya dan berat tantangannya. Slogan utamanya dalam persiapan ini
adalah totalitas ketaatan.
3. TANFIDZ
Dakwah dalam tahapan ini adalah jihad, tanpa kenal sikap plin-plan, kerja terus
menerus untuk menggapai tujuan akhir, dan kesiapan menanggung cobaan dan
ujian yang tidak mungkin bersabar atasnya, kecuali orang-orang yang tulus.
Tidaklah dakwah ini meraih keberhasilan, kecuali dengan “ketaatan yang total”
juga. Untuk inilah shaf pertama Ikhwanul Muslimin (IM) berbaiat pada bulan
Rabi’ul Awwal 1359 H.
Dalam Risalah Ta’alimnya, Ustadz Hasan Al-Banna menjelaskan tentang batasan-batasan
bai’at yang dibutuhkan dewasa ini, adalah:
1. Bai’at untuk memahami Islam secara benar. Tanpa pemahaman yang benar ini,
aktifitas untuk atau dengan nama Islam tiudak akan pernah terjadi. Tanpa
pemahaman, langkah bersama menuju Islam tidak bias diwujudkan. Jika pun bias.
Maka ia hanya berada pada ruang lingkup yang sempit dan tidak dapat memenuhi
kebutuhan masa kini maupun masa mendatang.
2. Bai’at untuk berikhlas. Tanpa keikhlasan, amal apapun tidak akan diterima oleh
Allah SWT, tidak juga dapat bergerak di medan dakwah secara benar. Setelah itu,
shaf pun akan terlibas tanpa bekas.
3. Bai’at untuk beraktifitas, yang telah digariskan awal langkahnya dan telah jelas
tujuannya, yang memulai dari diri sendiri dan berakhir dengan penguasaan Islam
atas dunia seluruhnya. Ini merupakan kewajiban yang tidak seorang muslim pun
terlepas darinya.
4. Bai’at untuk melakukan jihad, yang banyak orang Islam lupa, bahwa ia adalah
neraca untuk menimbang Iman.
5. Bai’at untuk berkorban dengan segala yang dimiliki, demi meraih tujuan suci dan
sorga Allah SWT.
6. Bai’at untuk taat sesuai dengan tingkat kemampuannya.
7. Bai’at untuk tegar menghadapi segala kondisi di setiap waktu.
8. Bai’at untuk memberikan loyalitas total bagi dakwah ini dengan melepaskan diri
dari keterikatan kepada selain Allah SWT.
9. Bai’at untuk berukhuwah sebagai titik tolak.
10. Bai’at untuk tsiqah (memberikan kepercayaan) kepada pemimpin dan shafnya.
mulut (ucapan- ucapan) mereka, dan Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan
cahayaNya, walaupun orang-orang yang kafir tidak menyukai.
QS Yusuf: 21. Allah berkuasa terhadap urusan-Nya, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahuinya.
Empat nomor terakhir wajib ditegakkan oleh Jamaah dan oleh setiap akh sebagai anggota
dalam jamaah itu.
Dijelaskan oleh Hasan Al-Banna, bahwa Gerakan Jamaah Ikhwanul Muslimin
(IM) memiliki tujuan pertama, yaitu membentuk individu muslim, dengan sarananya,
berupa murabbi (Pembina), manhaj (sistem), dan lingkungan yang sehat.
Tujuan kedua adalah terwujudnya rumah tangga muslim, dengan saranasarananya
antara lain: 1.Setiap akh harus memberikan perhatian yang besar terhadap
persoalan rumah tangganya; 2. Jamaah harus memberikan hak sewajarnya bagi aktifitas
wanita; 3. Setiap akh harus memiliki istri yang shalihah; 4. Setiap akh seyogyanya diikat
dengan anak-anaknya dan saudara-saudaranya.
Tujuan ketiga adalah terwujudnya masyarakat muslim. Ustadz Hasan Al-Banna
melihat, bahwa pelaksaan totalitas Islam amat sulit dilakukan tanpa memfokuskan
perhatian terlebih dahulu pada pembentukan masyarakat muslim. Pemerintah Islam tidak
akan tertegak di atas kehampaan.
Ustadz Hasan Al-Banna berkata,”Akan tetapi Ikhwan lebih sadar dan lebih
memahami untuk tidak memikul tanggung jawab pemerintahan dalam keadaan umat
seperti sekarang ini. Kita membeutuhkan waktu, agar prinsip-prinsip Ikhwan dapat
tersebar dan masyarakat belajar bagaimana mendahulukan kepentingan umum daripada
kepentingan pribadi”.
Tujuan keempat adalah menegakkan pemerintahan Islam di setiap negeri. Ustadz
Hasan Al-Banna menandaskan, bahwa pemerintahan Islam bukanlah merupakan tujuan
Ikhwan sebagai perwujudan atas ambisi para anggotanya. Tetapi tujuan Ikhwan adalah
ingin mewujudkan pemerintahan Islam, kapan pun ia terwujud, maka anggota Ikhwan
siap menjadi pasukan dan pembelanya, pembela undang-undang, pemerintahannya, dan
pemimpinnya, kapan pun dan dimana pun ia berada.
Tujuan kelima adalah terwujudnya negara Islam inti atau menurut redaksi Ustadz
Hasan Al-Banna adalah, “Negara yang memimpin negara-negara Islam lainnya, yang
menggabungkan semua umat islam, yang mengembalikan keagungannya, serta
mengembalikan tanah airnya yang telah hilang dan negerinya yang telah dirampas
orang”. Adapun sarana yang paling efektif untuk ini adalah dengan menegakkan sebuah
Negara Islam yang besar, yang memiliki kekuatan pengaruh dalam bidang politik,
ekonomi, dan teknologi di sebgaiab besdar wilayah bumi, atau di Negara yang memiliki
wilayah territorial yang luas. Namun demikian kita tetap berusaha, agar kesatuan dapat terwujud, dengan segala cara, di beberapa Negara yang telah didominasi oleh gerakan
Islam untuk menjadi cikal bakal lahirnya Negara inti dengan tugas-tugas sebagaimana
yang disebutkan oleh Ustadz Hasan Al-Banna di muka. Yang menyatukan umat Islam
sedunia di bawah naungan sebuah Negara Islam, sehingga setiap muslim di seluruh dunia
ini merasakan, bahwa ia adalah negaranya sendiri, yang padanyalah loyalitas dan
komitmen diberikan. Juga Negara itu harus melindungi dan menjaganya, di manapun ia
berada.
Tujuan Gerakan Jamaah Ikhwanul Muslimin (IM) yang keenam adalah
menegakkan Negara Islam yang tunggal atau menegakkan Negara kesatuan Islam yang
menghimpun seluruh Negara Islam yang tunduk di bawah satu pucuk pimpinan pusat dan
diketuai oleh seorang Imam. Itulah yang dilakukan Rasulullah SAW dan para khalifah
dalam memimpin dan membimbing umat. Adapun saranya, dengan melangkah di atas
mukadimah yang benar, yakni tegaknya kaidah-kaidah yang benar, yang dari sanalah
Islam di berbagai wilayah bertolak.
Tujuan Gerakan Jamaah Ikhwanul Muslimin (IM) yang ketujuh adalah
menegakkan Negara Islam internasional yang berkah dan rahmatNya menaungi semua
bangsa di dunia. Caranya yang kita pergunakan untuk itu – setelah menegakkan Negara
Islam internasional – adalah beraktifitas terus menerus yang sesuai dan layak untuk
memastikan, bahwa dunia akan menerima dakwah ini. Semua ini akan terjadi, Insya
Allah, karena Rasulullah SAW telah membawa kabar gembira ini kepada kita.
Dalam Risalah Ta’alimnya, Ustadz Hasan Al-Banna mengatakan,”Tahapan
dakwah ada tiga macam:
1. TA’RIF
Dakwah dilakukan dengan menyebarkan fikrah Islam di tengah masyarakat.
Adapun system dakwah untuk tahapan ini adalah system kelembagaan.
Urgensinya adalah kerja social bagai kepentingan umum, sedangkan medianya
adalah nasehat dan bimbingan sekali waktu, serta membangun berbagai tempat
yang berguna di waktu yang lain, juga berbagai media aktifitas lainnya.
2. TAKWIN
Dakwah ditegakkan dengan melakukan seleksi terhadap anasir positif untuk
memikul beban jihad dan untuk menghimpun berbagai bagian yang ada. Adapun sistem dakwah untuk tahapan ini bersifat tasawuf murni dalam tatanan ruhani dan
bersifat militer dalam tatanan opersional. Slogan untuk dua aspek ini adalah
perintah dan taat dengan tanpa keraguan. Semua katibah (nama satuan kelompok
para militer Ikhwan) yang ada kini adalah representasi dari tahapan ini dalam
kehidupan dakwahnya. Ia terhimpun dalam risalah manhaj yang lalu.
Dakwah pada tahapan ini bersifat khusus, tidak dapat dikerjakan oleh sesorang,
kecuali yang memiliki kesiapan yang benar untuk memikul beban jihad yang
panjang masanya dan berat tantangannya. Slogan utamanya dalam persiapan ini
adalah totalitas ketaatan.
3. TANFIDZ
Dakwah dalam tahapan ini adalah jihad, tanpa kenal sikap plin-plan, kerja terus
menerus untuk menggapai tujuan akhir, dan kesiapan menanggung cobaan dan
ujian yang tidak mungkin bersabar atasnya, kecuali orang-orang yang tulus.
Tidaklah dakwah ini meraih keberhasilan, kecuali dengan “ketaatan yang total”
juga. Untuk inilah shaf pertama Ikhwanul Muslimin (IM) berbaiat pada bulan
Rabi’ul Awwal 1359 H.
Dalam Risalah Ta’alimnya, Ustadz Hasan Al-Banna menjelaskan tentang batasan-batasan
bai’at yang dibutuhkan dewasa ini, adalah:
1. Bai’at untuk memahami Islam secara benar. Tanpa pemahaman yang benar ini,
aktifitas untuk atau dengan nama Islam tiudak akan pernah terjadi. Tanpa
pemahaman, langkah bersama menuju Islam tidak bias diwujudkan. Jika pun bias.
Maka ia hanya berada pada ruang lingkup yang sempit dan tidak dapat memenuhi
kebutuhan masa kini maupun masa mendatang.
2. Bai’at untuk berikhlas. Tanpa keikhlasan, amal apapun tidak akan diterima oleh
Allah SWT, tidak juga dapat bergerak di medan dakwah secara benar. Setelah itu,
shaf pun akan terlibas tanpa bekas.
3. Bai’at untuk beraktifitas, yang telah digariskan awal langkahnya dan telah jelas
tujuannya, yang memulai dari diri sendiri dan berakhir dengan penguasaan Islam
atas dunia seluruhnya. Ini merupakan kewajiban yang tidak seorang muslim pun
terlepas darinya.
4. Bai’at untuk melakukan jihad, yang banyak orang Islam lupa, bahwa ia adalah
neraca untuk menimbang Iman.
5. Bai’at untuk berkorban dengan segala yang dimiliki, demi meraih tujuan suci dan
sorga Allah SWT.
6. Bai’at untuk taat sesuai dengan tingkat kemampuannya.
7. Bai’at untuk tegar menghadapi segala kondisi di setiap waktu.
8. Bai’at untuk memberikan loyalitas total bagi dakwah ini dengan melepaskan diri
dari keterikatan kepada selain Allah SWT.
9. Bai’at untuk berukhuwah sebagai titik tolak.
10. Bai’at untuk tsiqah (memberikan kepercayaan) kepada pemimpin dan shafnya.
KEWAJIBAN-KEWAJIBAN SEORANG MUJAHID
Ustadz Hasan Al-Banna berkata,”Imammu kepada bai’at ini mengharuskanmu
menunaikan kewajiban-kewajiban berikut, sehingga engkau menjadi batubata yang kuat
bagi bangunan. Adapun KEWAJIBAN-KEWAJIBAN SEORANG MUJAHID sebagai
berikut:
1. Hendaklah engkau memiliki wirid harian dari Kitabullah tidak kurang dari
satu juz. Usahakanlah untuk mengkhatamkan Al-Qur’an dalam waktu tidak
lebih dari sebulan dan tidak kurang dari tiga hari.
2. Hendaklah engkau membaca Al-Qur’an dengan baik, memeprhatikannya
dengan seksama, dan merenungkan artinya.
3. Hendaklah engkau mengkaji Sirah Nabi dan sejarah para generasi salaf sesuai
dengan waktu yang tersedia. Buku yanfg dirasa mencukupi kebutuhan ini
minimal nadalah buku Hummatul Islam. Hendaklah engkau juga banyak
mebaca hadits Rasulullah SAW, minimal hafal 40 hadits, ditekankan untuk
menghafal Al-Arba’in An-Nawawiyah. Hendaklah engkau juga mengkaji
risalah tentang pokok-pokok aqidah dan cabang-cabang fiqih.
4. Hendaklah engkau bersegera melakukan general check up secara berkala atau
berobat, begitu penyakit terasa mengenaimu. Disamping itu perhatikanlah
factor-faktor penyebab kekuatan dan perlindungan tubuh, serta hindarilah
faktor-faktor penyebab lemahnya kesehatan.
5. Hendaklah engkau menjauhi sikap berlebihan dalam mengkonsumsi kopi, teh
dan minuman perangsang semisalnya. Janganlah engkau meminumnya,
kecuali dalam keadaan darurat dan Hendaklah engkau menghindarkan diri
sama sekali dari rokok.
6. Hendaklah engkau perhatikan urusan kebersihan dalam segala hal
menyangkut tempat tinggal, pakaian, makanan, badan, dan tempat kerja,
karena agama ini dibangun di atas dasar kebersihan.
7. Hendaklah engkau jujur dalam berkata dan jangan sekali-kali berdusta.
8. Hendaklah engkau menepati janji, janganlah mengingkarinya, bagaimanapun
kondisi yang engkau hadapi.
9. Hendaklah engkau menjadi seorang yang pemberani dan tahan uji;
Keberanian yang paling utama adalah terus terang dalam mengatakan
kebenaran, ketahanan menyimpan rahasia, berani mengakui kesalahan, adil
terhadap diri sendiri, dan dapat menguasainya dalam keadaan marah
sekalipun.
10. Hendaklah engkau senantiasa bersikap tenang dan terkesan serius. Namun
janganlah keseriusan itu menghalangimu dari canda yang benar, senyum dan
tawa.
11. Hendaklah engkau memiliki rasa malu yang kuat, berperasaan yang sensitive,
dan peka oleh kebaikan dan keburukan, yakni munculnya rasa bahagia untuk
yang pertama dan rasa yang tersiksa untuk yang kedua. Hendaklah engkau
juga bersikap rendah hati dengan tanpa menghinakan diri, tidak bersikap
taklid, dan tidak terlalu berlunak hati. Hendaklah engkau juga menuntut – dari
orang lain – yang lebih rendah dari martabatmu untuk mendapatkan
martabatmu yang sesungguhnya.
12. Hendaklah engkau bersikap adil dan benar dalam memutuskan suatu perkara
pada setiap situasi. Janganlah kemarahan melalaikanmu dari berbuat kebaikan,
janganlah mata keridhaan engkau pejamkan dari perilaku yang buruk,
janganlah permusuhan membuatmu lupa dari pengakuan jasa baik, dan
Hendaklah engkau berkata benar meskipun itu merugikanmu atau merugikan
orang yang paling dekat denganmu.
13. Hendaklah engkau menjadi pekerja keras dan terlatih dalam aktifitas sosial.
Hendaklah engkau merasa bahagia jika dapat mempersembahkan bakti untuk
orang lain, gemar membesuk orang sakit, membatu orang yang membutuhkan,
menanggung orang yang lemah, meringankan beban orang yang tertimpa
musibah meskipun hanya dengan kata-kata yang baik. Hendaklah engkau juga
senantiasa bersegera untuk berbuat kebaikan.
14. Hendaklah engkau berhati kasih, dermawan, toleran, pemaaf, lemah lembut
kepada manusia maupun binatang, berperilaku baik dalam berhubungan
dengan semua orang, menjaga etika-etika sosial Islam, menyayangi yang kecil
dan menghormati yang besar, memberi tempat kepada orang lain dalam
majelis, tidak memata-matai, tidak menggunjing, tidak mengumpat, meminta
izin jika masuk maupun keluar rumah dan lain-lain.
15. Hendaklah engkau pandai membaca dan menulis, memperbanyak muthala’ah
terhadap risalah Ikhwan, Koran, majalah, dan tulisan lainnya. Hendaklah
engkau bangun perpustakaan khusus, seberapapun ukurannya, konsentrasilah
terhadap spesifikasi keilmuan dan keahlianmu, jika engkau seorang spesialis;
dan kuasailah persoalan Islam secara umum, yang dengannya dapat
membangun persepsi yang baik untuk menjadi referensi bagi pemahaman
terhadap tuntutan fikrah.
16. Hendaklah engkau memiliki proyek usaha ekonomi, betapapun engkau
seorang kaya, utamakanlah proyek yang mandiri, betapapun kecilnya;
cukupkanlah dengan apa yang ada pada dirimu, betapapun tingginya kapasitas
keilmuanmu.
17. Janganlah engkau terlalu berharap untuk menjadi pegawai negeri dan
jadikanlah ia sebagai sesempit-sempit pintu rezeki, namun jangan pula engkau
tolak jika diberi peluang untuk itu. Janganlah engkau melepaskannya kecuali
jika benar-benar bertentangan dengan tugas-tugas dakwah.
18. Hendaklah engkau perhatikan penunaian tugas-tugasmu (bagaimana
kecermatan dan kualitasnya), jangan menipu, dan tepatilah kesepakatan.
19. Hendaklah engkau penuhi hakmu dengan baik, penuhi hak-hak orang lain
dengan sempurna, tanpa dikurangi dan dilebihkan, janganlah menunda-nunda
pekerjaan.
20. Hendaklah engkau menjauhkan diri dari judi dengan segala macamnya,
apapun maksud dibaliknya. Hendaklah engkau juga menjauhi mata
pencaharian yang haram, betapapun keuntungan besar yang ada di baliknya.
21. Hendaklah engkau menjauhkan diri dari riba dalam setiap aktivitasmu dan
suscikanlah ia sama sekali dari riba.
22. Hendaklah engkau memelihara kekayaan umat Islam secara umum dengan
mendorong berkembangnya pabrik-pabrik dan proyek-proyek ekonomi Islam.
Hendaklah engkau menjaga setiap keping mata uang, agar tidak jatuh ke
tangan orang non-Islam dalam keadaan bagaimanapun. Hendaklah engkau
tidak makan dan berpakaian kecuali produk negeri Islammu sendiri.
23. Hendaklah engkau memiliki kontribusi financial dalam dakwah, engkau
tunaikan kewajiban zakatmu, dan jadikan sebagian dari hartamu itu untuk
orang yang meminta dan orang yang kekurangan, betapapun kecil
penghasilanmu.
24. Hendaklah engkau menyimpan sebagian dari penghasilanmu untuk persediaan
masa-masa sulit, betapapun sedikit, dan jangan sekali-kali menyusahkan
dirimu untuk mengejar kesempurnaan.
25. Hendaklah engkau bekerja – semampu yang engkau lakukan – untuk
menghidupkan tradisi Islam dan mematikan tradisi asing dalam setiap aspek
kehidupanmu, misalnya ucapan salam, bahasa, sejarah, pakaian, perabot
rumah tangga, cara kerja dan istirahat, cara makan dan minum, cara datang
dan pergi, serta gaya melampiaskan rasa suka dan duka. Hendaklah engkau
menjaga sunnah dalam setiap aktifitas tersebut.
26. Hendaklah engkau memboikot peradilan setempat atau seluruh peradilan yang
tidak Islami, demikian juga gelanggang-gelanggang, penerbitan-penerbitan,
organisasi-organisasi, sekolah-sekolah dan segenap institusi yang tidak
mendukung fikrahmu secara total.
27. Hendaklah engkau senantiasa merasa diawasi oleh Allah, mengingat akhirat
dan bersiap-siap untuk menjemputnya, mengambil jalan pintas untuk menuju
ridha Allah dengan tekad yang kuat, serta mendekatkan diri kepada Allah
SWT, puasa tiga hari – minimal – setiap bulan, mempeerbanyak dzikir (hati
dan lisan), dan berusaha mengamalkan doa yang diajarkan pada setiap
kesempatan.
28. Hendaklah engkau bersuci dengan baik dan usahakan agar senantiasa dalam
keadaan berwudhu (suci) di sebagaian besar waktumu.
29. Hendaklah engkau melakukan shalat dengan baik dan senantiasa tepat waktu
dalam menunaikannya. Usahakan untuk senantiasa berjamaah di masjid jika
itu mungkin dilakukan.
30. Hendaklah engkau berpuasa Ramadhan dan berhaji dengan baik, jika engkau
mampu melakukannya. Kerjakanlah sekarang juga jika engaku telah mampu.
31. Hendaklah engkau senantaiasa menyertai dirimu dengan niat jihad dan cinta
mati syahid. Bresiaplah untuk itu kapan saja kesempatan untuk itu tiba.
32. Hendaklah engkau senantiasa memperbaharui shalat dan istighfarmu. Berhatihatilah
terhadap dosa kecil, aspalagi dosa besar. Sediakanlah – untuk dirimu –
beberapa saat sebelum tidur untuk menginstrospeksi diri terhadap apa-apa
yang telah engkau lakukan, yang baik maupun yang buruk. Perhatikan
waktumu, karena waktu adalah kehidupan itu sendiri. Janganlah engkau
pergunakan ia – sedikit pun – tanpa guna, dan janganlah engkau ceroboh
terhadap hal-hal yang subhat, agar tidak jatuh ke dalam kubangan yang
haram.
33. Hendaklah engkau berjuang meningkatkan kemampuanmu dengan sungguhsungguh,
agar engkau dapat menerima tongkat kepemimipinan. Hendaklah
engkau menundukkan pandanganmu, menekan emosimu, dan memotong
habis selera-selera rendah dari jiwamu. Bawalah ia hanya untuk menggapai
yang halal dan baik, serta hijabilah ia dari haram dalam keadaan
bagaimanapun.
34. Hendaklah engkau menjauh dari khamer dan seluruh makanan atau minuman
yang memabukkan sejauh-jauhnnya.
35. Hendaklah engkau menjauh dari pergaulan dengan orang jahat dan
persahabatan dengan orang yang rusak, serta jauhilah tempat-tempat maksiat.
36. Hendaklah engkau perangi tempat-tempat iseng, jangan sekali-kali
mendekatinya, serta jauhilah gaya hidup mewah dan bersantai-santai.
37. Hendaklah engkau mengetahui anggota katibahmu satu persatu dengan
pengetahuan yang lengkap, dan kenalkanlah dirimu kepada mereka dengan
selengkap-lengkapnya. Tunaikanlah hak-hak ukhuwah mereka dengan
seutuhnya; hak kasih sayang, penghargaan, pertolongan dan itsar. Hendaklah
engkau senantiasa hadir di majelis mereka, tidak absent kecuali karena udzur
darurat, dan pegang teguhlah sikap itsar dalam pergaulanmu dengan mereka.
38. Hendaklah engkau hindari hubungan dengan organisasi atau jamaah apapun,
sekiranya hubungan itu tidak membawa maslahat bagi fikrahmu, terutama jika
diperintahkan untuk itu.
39. Hendaklah engkau menyebarkan dakwahmu di manapun dan memberi
informasi kepada pemimpin tentang segala kondisi yang melingkupimu.
Janganlah engkau berbuat sesuatu yang berdampak strategis kecuali dengan
seizinnya.
40. Hendaklah engkau senantiasa mejalin hubungan, baik ruhani maupun ‘amali,
dengan Jamaah dan menempatkan dirimu sebagai ‘tentara yang berada di
tangsi yang tengah menanti instruksi komandan’.
Engkau dapat menghimpun prinsip-prinsip ini dalam lima slogan:
1. Allah ghayatuna Allah adalah tujuan kami
2. Ar-Rasul qudwatuna Rasul adalah teladan kami
3. Al-Qur’an syir’atuna AL-Qur’an adalah undang-undang kami
4. Al-Jihad sabiluna Jihad adalah jalan kami
5. Asy-Syhadah umniyyatuna Mati syahid adalah cita-cita kami.
URAIAN PELENGKAPPertama:
Beberapa kaidah yang sesuai dengan Tabiat Dakwah Kita dalam Manhaji Tsaqofah,
Ta’lim dan Tarbiyah :
1. Persoalan pertama yang harus diperhatikan dalam manhaj kita adalah, bahwa ia
harus selaras dengan dakwah dan harakah kita. Kita adalah harakah Islam modern
yang ingin melakukan pembaharuan Islam di suatu masa yang memiliki
spesifikasi tertentu, di samping, bahwa kita ingin mewujudkan tujuan-tujuan di
tingkat nasional maupun internasional. Kata “Islam” menunjukkan kita untuk
mengakomodasi semua prinsip tsaqafah Islam dan cabang-cabangnya. Kata
“modern” menuntut kita untuk mengakomodasikan wawasan kekinian dengan
tabiat dan spesifikasinya. Hal ini karena fatwa dikeluarkan berdasar waktu, tempat
dan situasi saat itu.
2. Suatu hal yang harus mendapat perhatian dalam manhaj kita adalah bahwa ia
harus memberikan kepada setiap muslim ketahanan moral. Agar terhindar dari
kesesatan dan ketergelinciran, di samping terhindar pula dari penyelewengan
pemikiran Islam atau pemikiran Jamaah.
3. Termasuk yang harus diperhatikan dalam manhaj kita adalah bahwa kita harus
meletakkan di tangan setiap muslim sebuah barometer yang dapat mengukur
segala sesuatu yang melingkupinya dengan standar Islam.
4. Salah satu yang harus diperhatikan dalam manhaj kita adalah bahwa persepsi
umum tentang ilmu pengetahuan dalam perspektif Islam. Ada beberapa cabang
ilmu yang diwajibkan dan merupakan fardhu’ain; ada yang studinya merupakan
fardhu’ain; ada yang dianjurkan bagi sebagian orang namun fardhu kifayah bagi
sebagian yang lain; ada cabang ilmu yang sunah hukumnya; ada yang hukumnya
mubah; ada lagi yang diharamkan dan dibenci. Pendalaman terhadap cabang ilmu
yang fardhu kifayah adalah sunah, bahkan adanya seorang pakar di setiap disiplin
ilmu merupakan fardhu kifayah.
5. Dalam tulisannya, Hasan Al-Banna menyebutkan beberapa peringkat keanggotan
dalam dakwah Ikhwan. Disebutkan, bahwa ia terdiri dari: Ikatan umum, ikatan
ukhuwah, ikatan amal, dan ikatan jihad. Yang telah terjalin dalam ikatan umum
disebut akh musa’id, yang terjalin dalam ikatan ukhuwah disebut akh muntasib,
yang terjalin dalam ikatan amal disebut akh ‘amil, dan yang terjalin dalam ikatan
jihad disebut akh mujahid. Setelah itu Ustadz Hasan Al-Banna berkata,”Kantor
pusat berhak memberi gelar-gelar kehormatan, antara lain: naqib dan naib untuk
masing-masing akh yang ada dalam ikatan amal dan jihad”.
6. Setelah – dalam kumpulan risalahnya – menyebut adanya sekumpulan persepsi
yang cacat tentang Islam di etngah masyarakat, Ustadz Hasan Al-Banna
berkata,”Persepsi beragam pada banyak orang tentang Islam yang satu,
menjadikan mereka berselisih secara nyata dalam dakwah Ikhwanul Muslimin
dan dalam cara pandang mereka”.
7. Ada sebagian masyarakat yang memahami Islam secara global, namun tidak
memahami rinciannya. Bahkan kadang-kadang memahami perincian Islam
dengan hawa nafsunya, misalnya, mereka mengimani bahwa Islam memiliki
prinsip keadilan dan persamaan. Namun mereka memahami kata “adil” dan
“sama” dengan standar hawa nafsunya, bukan dengan syariat Allah.
8. Yang harus juga diperhatikan dalam manhaj kita adalah agar dalam manhaj tidak
terdapat ruang yang memungkinkan masuknya kekufuran dan kesesatn, sehingga
merusak hati, jiwa dan pikiran kaum muslimin. Banyak masalah detail yang jika
tidak mendapat perhatian serius akan menyebabkan kehancuran dunia dan akhirat,
atau salh satu dari keduanya.
9. Komitmen kepada Islam pada gilirannya dapat mewujudkan berbagai nilai yang
dibutuhkan oleh setiap diri muslim dan jamaah Islam. Nilai-nilai ini kita namakan
karakter. Karakter-karakter inilah yang membedakan seorang muslim dan non
muslim, atau membedakan Jamaah Islam dengan komunitas Non Islam.
10. Pada diri Jamaah Ikhwanul Muslimin terdapat berbagai slogan, selain
pembahasan tentang akhlak dan etika dalam kehidupan. Beberapa slogan itu ialah:
a. Allah ghayatuna Allah adalah tujuan kami
b. Ar-Rasul qudwatuna Rasul adalah teladan kami
c. Al-Qur’an syir’atuna Al-Qur’an adalah undang-undang kami
d. Al-Jihad sabiluna Jihad adalah jalan kami
e. Asy-Syhadah umniyyatuna Mati syahid adalah puncak cita-cita kami.
11. Tidaklah sempurna KeIslaman seorang muslim, kecuali jika ia melakukan
beberapa hal sbb:
• Ikut serta dalam halaqah-halaqah ilmiah umum, karena padanya ada berkah
khusus;
• Ikut serta dalam halaqah-halaqah ilmiah khusus, karena ia mengantarkan
seseorang kepada pengetahaun yang terfokus;
• Senantiasa menginstrospeksi diri, karena seseorang tidak mungkin
mendapatkan kadar pengetahuan yang tinggi, kecuali memalui upaya pribadi
yang panjang dan terfokus.
12. Jamaah Islam harus memepunyai sistem. Sistem ini harus tegak di atas suatu
prinsip nilai, mempunyai perencanaan, dan program kerja, serta memiliki konsep
Tarbiyah dan Ta’lim yang saling berjalin dengan hal-hal di atas. Jamaah Islam
juga harus memiliki kaidah-kaidah yang dijadikan pijakan bagi semua anggota.
Semua itu harus mendapat perhatian utama dalam penyusunan manhaj, baik
manhaj Tarbiyah maupun Ta’limnya.
13. Di tubuh umat ini ada pejuang kebenaran yang tidak pernah terputus geraknya
walau sejenak pun. Rasulullah SAW bersabda,”Senantiasa ada kelompok dari
umatku yang memperjuangkan kebenaran, mereka tidak terpengaruh oleh pihak
yang merintanginya hingga hari kiamat.”
14. Kita adalah gerakan tajdidi (pembaru). Salah satu indikator tajdidi adalah bahwa
kita harus menghidupkan kembali seluruh ajaran Islam dan memperbarui
wawasan, tindakan, serta moralitas di setiap level.
15. Kita tidak boleh lupa, bahwa kita senantiasa berhadapan dengan dua aliran
pemikiran besar, yakni: kapitalisme dan sosialisme komunis. Kita juga tidak boleh
lupa, bahwa di antara keduanya sesungguhnya terjadi pertarungan hebat dalam hal
pemikiran. Pada saat yang sama kita – dan umat Islam pada umumnya – kurang
memiliki pengetahuan yang memadai tentangnya, sehingga tidak memiliki
imunitas yang baik.
Kedua:
Ustadz Hasan Al-Banna menyebutkan secara rinci 6 peringkat keanggotaan. Jumlah itu
dapat diringkas lagi hanaya menjadi lima poeringkat, yakni anshar, mujahidin, ‘amilin,
nuqaba’(para naqib) dan nuwwab (para naib).
Masing-masing peringkat itu seharusnya memiliki manhaj, karakteristik, dan pola
komitmennya sendiri. Meningkat atau tidaknya kualitas keanggotaan seseorang (atau
tetap tidaknya seseorang di luar barisan) tergantung pada kadar penguasaan manhaj,
karakteristik, dan pola komitmennya.
Ketiga:
Standar keberhasilan pada peringkat pertama dalam manhaj kita dan di awal perjalanan
keanggotaannya adalah pelaksanaan yang sempurna akan tuntutan iman, shalat, infaq dan
loyalitas secara penuh kepada jamaah, sesuai firman Allah:
QS Al-Maidah :55-56 Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang
beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk (kepada Allah). Dan
Barangsiapa mengambil Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman menjadi penolongnya, Maka
Sesungguhnya pengikut (agama) Allah[423] Itulah yang pasti menang.
[423] Yaitu: orang-orang yang menjadikan Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman sebagai
penolongnya.
Standar keberhasilan pada peringkat kedua adalah terealisasinya secara penuh
Mahabbatullah, rendah hati kepada sesame mukmin, tegas terhadap orang-orang kafir,
dan jihad di jalkan Allah dengan tidak merasa takut atas celaan orang-orang yang
mencela sesuai firman Allah:.
QS Al-Maidah :54 Hai orang-orang yang beriman, Barangsiapa di antara kamu yang murtad dari
agamanya, Maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan
merekapun mencintaiNya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras
terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang
suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha
Luas (pemberian-Nya), lagi Maha mengetahui.
Standar keberhasilan pada peringkat jenjang naqib adalah terealisasinya nilai-nilai
peringkat sebelumnya diatambah luasnya ilmu pengetahuan dan terpenuhinya beberapa
sifat khusus bagi seorang naqib muslim, seperti lemah lembut, pemurah, serius, kasih
sayang sesama muslim, senang bermusyawarah, jujur, komitmen, wara’, bertanggung
jawab terhadap tugas-tugas yang dipikulkan dipundaknya, dan sifat-sifat lain yang
menjadi karakter pribadi seorang muslim. Kita tidak menuntut seorang muslim agar
bersih dari kesalahan sama sekali, tetapi kita menunut agar ia tidak mengulangi kesalahan
yang pernah dilakukannya. Oleh karena itu seorang naqib harus dapat mengambil
pelajaran dari kesalahan-kesalahan yang telah dibuatnya.
Ustadz Hasan Al-Banna berkata,”Imammu kepada bai’at ini mengharuskanmu
menunaikan kewajiban-kewajiban berikut, sehingga engkau menjadi batubata yang kuat
bagi bangunan. Adapun KEWAJIBAN-KEWAJIBAN SEORANG MUJAHID sebagai
berikut:
1. Hendaklah engkau memiliki wirid harian dari Kitabullah tidak kurang dari
satu juz. Usahakanlah untuk mengkhatamkan Al-Qur’an dalam waktu tidak
lebih dari sebulan dan tidak kurang dari tiga hari.
2. Hendaklah engkau membaca Al-Qur’an dengan baik, memeprhatikannya
dengan seksama, dan merenungkan artinya.
3. Hendaklah engkau mengkaji Sirah Nabi dan sejarah para generasi salaf sesuai
dengan waktu yang tersedia. Buku yanfg dirasa mencukupi kebutuhan ini
minimal nadalah buku Hummatul Islam. Hendaklah engkau juga banyak
mebaca hadits Rasulullah SAW, minimal hafal 40 hadits, ditekankan untuk
menghafal Al-Arba’in An-Nawawiyah. Hendaklah engkau juga mengkaji
risalah tentang pokok-pokok aqidah dan cabang-cabang fiqih.
4. Hendaklah engkau bersegera melakukan general check up secara berkala atau
berobat, begitu penyakit terasa mengenaimu. Disamping itu perhatikanlah
factor-faktor penyebab kekuatan dan perlindungan tubuh, serta hindarilah
faktor-faktor penyebab lemahnya kesehatan.
5. Hendaklah engkau menjauhi sikap berlebihan dalam mengkonsumsi kopi, teh
dan minuman perangsang semisalnya. Janganlah engkau meminumnya,
kecuali dalam keadaan darurat dan Hendaklah engkau menghindarkan diri
sama sekali dari rokok.
6. Hendaklah engkau perhatikan urusan kebersihan dalam segala hal
menyangkut tempat tinggal, pakaian, makanan, badan, dan tempat kerja,
karena agama ini dibangun di atas dasar kebersihan.
7. Hendaklah engkau jujur dalam berkata dan jangan sekali-kali berdusta.
8. Hendaklah engkau menepati janji, janganlah mengingkarinya, bagaimanapun
kondisi yang engkau hadapi.
9. Hendaklah engkau menjadi seorang yang pemberani dan tahan uji;
Keberanian yang paling utama adalah terus terang dalam mengatakan
kebenaran, ketahanan menyimpan rahasia, berani mengakui kesalahan, adil
terhadap diri sendiri, dan dapat menguasainya dalam keadaan marah
sekalipun.
10. Hendaklah engkau senantiasa bersikap tenang dan terkesan serius. Namun
janganlah keseriusan itu menghalangimu dari canda yang benar, senyum dan
tawa.
11. Hendaklah engkau memiliki rasa malu yang kuat, berperasaan yang sensitive,
dan peka oleh kebaikan dan keburukan, yakni munculnya rasa bahagia untuk
yang pertama dan rasa yang tersiksa untuk yang kedua. Hendaklah engkau
juga bersikap rendah hati dengan tanpa menghinakan diri, tidak bersikap
taklid, dan tidak terlalu berlunak hati. Hendaklah engkau juga menuntut – dari
orang lain – yang lebih rendah dari martabatmu untuk mendapatkan
martabatmu yang sesungguhnya.
12. Hendaklah engkau bersikap adil dan benar dalam memutuskan suatu perkara
pada setiap situasi. Janganlah kemarahan melalaikanmu dari berbuat kebaikan,
janganlah mata keridhaan engkau pejamkan dari perilaku yang buruk,
janganlah permusuhan membuatmu lupa dari pengakuan jasa baik, dan
Hendaklah engkau berkata benar meskipun itu merugikanmu atau merugikan
orang yang paling dekat denganmu.
13. Hendaklah engkau menjadi pekerja keras dan terlatih dalam aktifitas sosial.
Hendaklah engkau merasa bahagia jika dapat mempersembahkan bakti untuk
orang lain, gemar membesuk orang sakit, membatu orang yang membutuhkan,
menanggung orang yang lemah, meringankan beban orang yang tertimpa
musibah meskipun hanya dengan kata-kata yang baik. Hendaklah engkau juga
senantiasa bersegera untuk berbuat kebaikan.
14. Hendaklah engkau berhati kasih, dermawan, toleran, pemaaf, lemah lembut
kepada manusia maupun binatang, berperilaku baik dalam berhubungan
dengan semua orang, menjaga etika-etika sosial Islam, menyayangi yang kecil
dan menghormati yang besar, memberi tempat kepada orang lain dalam
majelis, tidak memata-matai, tidak menggunjing, tidak mengumpat, meminta
izin jika masuk maupun keluar rumah dan lain-lain.
15. Hendaklah engkau pandai membaca dan menulis, memperbanyak muthala’ah
terhadap risalah Ikhwan, Koran, majalah, dan tulisan lainnya. Hendaklah
engkau bangun perpustakaan khusus, seberapapun ukurannya, konsentrasilah
terhadap spesifikasi keilmuan dan keahlianmu, jika engkau seorang spesialis;
dan kuasailah persoalan Islam secara umum, yang dengannya dapat
membangun persepsi yang baik untuk menjadi referensi bagi pemahaman
terhadap tuntutan fikrah.
16. Hendaklah engkau memiliki proyek usaha ekonomi, betapapun engkau
seorang kaya, utamakanlah proyek yang mandiri, betapapun kecilnya;
cukupkanlah dengan apa yang ada pada dirimu, betapapun tingginya kapasitas
keilmuanmu.
17. Janganlah engkau terlalu berharap untuk menjadi pegawai negeri dan
jadikanlah ia sebagai sesempit-sempit pintu rezeki, namun jangan pula engkau
tolak jika diberi peluang untuk itu. Janganlah engkau melepaskannya kecuali
jika benar-benar bertentangan dengan tugas-tugas dakwah.
18. Hendaklah engkau perhatikan penunaian tugas-tugasmu (bagaimana
kecermatan dan kualitasnya), jangan menipu, dan tepatilah kesepakatan.
19. Hendaklah engkau penuhi hakmu dengan baik, penuhi hak-hak orang lain
dengan sempurna, tanpa dikurangi dan dilebihkan, janganlah menunda-nunda
pekerjaan.
20. Hendaklah engkau menjauhkan diri dari judi dengan segala macamnya,
apapun maksud dibaliknya. Hendaklah engkau juga menjauhi mata
pencaharian yang haram, betapapun keuntungan besar yang ada di baliknya.
21. Hendaklah engkau menjauhkan diri dari riba dalam setiap aktivitasmu dan
suscikanlah ia sama sekali dari riba.
22. Hendaklah engkau memelihara kekayaan umat Islam secara umum dengan
mendorong berkembangnya pabrik-pabrik dan proyek-proyek ekonomi Islam.
Hendaklah engkau menjaga setiap keping mata uang, agar tidak jatuh ke
tangan orang non-Islam dalam keadaan bagaimanapun. Hendaklah engkau
tidak makan dan berpakaian kecuali produk negeri Islammu sendiri.
23. Hendaklah engkau memiliki kontribusi financial dalam dakwah, engkau
tunaikan kewajiban zakatmu, dan jadikan sebagian dari hartamu itu untuk
orang yang meminta dan orang yang kekurangan, betapapun kecil
penghasilanmu.
24. Hendaklah engkau menyimpan sebagian dari penghasilanmu untuk persediaan
masa-masa sulit, betapapun sedikit, dan jangan sekali-kali menyusahkan
dirimu untuk mengejar kesempurnaan.
25. Hendaklah engkau bekerja – semampu yang engkau lakukan – untuk
menghidupkan tradisi Islam dan mematikan tradisi asing dalam setiap aspek
kehidupanmu, misalnya ucapan salam, bahasa, sejarah, pakaian, perabot
rumah tangga, cara kerja dan istirahat, cara makan dan minum, cara datang
dan pergi, serta gaya melampiaskan rasa suka dan duka. Hendaklah engkau
menjaga sunnah dalam setiap aktifitas tersebut.
26. Hendaklah engkau memboikot peradilan setempat atau seluruh peradilan yang
tidak Islami, demikian juga gelanggang-gelanggang, penerbitan-penerbitan,
organisasi-organisasi, sekolah-sekolah dan segenap institusi yang tidak
mendukung fikrahmu secara total.
27. Hendaklah engkau senantiasa merasa diawasi oleh Allah, mengingat akhirat
dan bersiap-siap untuk menjemputnya, mengambil jalan pintas untuk menuju
ridha Allah dengan tekad yang kuat, serta mendekatkan diri kepada Allah
SWT, puasa tiga hari – minimal – setiap bulan, mempeerbanyak dzikir (hati
dan lisan), dan berusaha mengamalkan doa yang diajarkan pada setiap
kesempatan.
28. Hendaklah engkau bersuci dengan baik dan usahakan agar senantiasa dalam
keadaan berwudhu (suci) di sebagaian besar waktumu.
29. Hendaklah engkau melakukan shalat dengan baik dan senantiasa tepat waktu
dalam menunaikannya. Usahakan untuk senantiasa berjamaah di masjid jika
itu mungkin dilakukan.
30. Hendaklah engkau berpuasa Ramadhan dan berhaji dengan baik, jika engkau
mampu melakukannya. Kerjakanlah sekarang juga jika engaku telah mampu.
31. Hendaklah engkau senantaiasa menyertai dirimu dengan niat jihad dan cinta
mati syahid. Bresiaplah untuk itu kapan saja kesempatan untuk itu tiba.
32. Hendaklah engkau senantiasa memperbaharui shalat dan istighfarmu. Berhatihatilah
terhadap dosa kecil, aspalagi dosa besar. Sediakanlah – untuk dirimu –
beberapa saat sebelum tidur untuk menginstrospeksi diri terhadap apa-apa
yang telah engkau lakukan, yang baik maupun yang buruk. Perhatikan
waktumu, karena waktu adalah kehidupan itu sendiri. Janganlah engkau
pergunakan ia – sedikit pun – tanpa guna, dan janganlah engkau ceroboh
terhadap hal-hal yang subhat, agar tidak jatuh ke dalam kubangan yang
haram.
33. Hendaklah engkau berjuang meningkatkan kemampuanmu dengan sungguhsungguh,
agar engkau dapat menerima tongkat kepemimipinan. Hendaklah
engkau menundukkan pandanganmu, menekan emosimu, dan memotong
habis selera-selera rendah dari jiwamu. Bawalah ia hanya untuk menggapai
yang halal dan baik, serta hijabilah ia dari haram dalam keadaan
bagaimanapun.
34. Hendaklah engkau menjauh dari khamer dan seluruh makanan atau minuman
yang memabukkan sejauh-jauhnnya.
35. Hendaklah engkau menjauh dari pergaulan dengan orang jahat dan
persahabatan dengan orang yang rusak, serta jauhilah tempat-tempat maksiat.
36. Hendaklah engkau perangi tempat-tempat iseng, jangan sekali-kali
mendekatinya, serta jauhilah gaya hidup mewah dan bersantai-santai.
37. Hendaklah engkau mengetahui anggota katibahmu satu persatu dengan
pengetahuan yang lengkap, dan kenalkanlah dirimu kepada mereka dengan
selengkap-lengkapnya. Tunaikanlah hak-hak ukhuwah mereka dengan
seutuhnya; hak kasih sayang, penghargaan, pertolongan dan itsar. Hendaklah
engkau senantiasa hadir di majelis mereka, tidak absent kecuali karena udzur
darurat, dan pegang teguhlah sikap itsar dalam pergaulanmu dengan mereka.
38. Hendaklah engkau hindari hubungan dengan organisasi atau jamaah apapun,
sekiranya hubungan itu tidak membawa maslahat bagi fikrahmu, terutama jika
diperintahkan untuk itu.
39. Hendaklah engkau menyebarkan dakwahmu di manapun dan memberi
informasi kepada pemimpin tentang segala kondisi yang melingkupimu.
Janganlah engkau berbuat sesuatu yang berdampak strategis kecuali dengan
seizinnya.
40. Hendaklah engkau senantiasa mejalin hubungan, baik ruhani maupun ‘amali,
dengan Jamaah dan menempatkan dirimu sebagai ‘tentara yang berada di
tangsi yang tengah menanti instruksi komandan’.
Engkau dapat menghimpun prinsip-prinsip ini dalam lima slogan:
1. Allah ghayatuna Allah adalah tujuan kami
2. Ar-Rasul qudwatuna Rasul adalah teladan kami
3. Al-Qur’an syir’atuna AL-Qur’an adalah undang-undang kami
4. Al-Jihad sabiluna Jihad adalah jalan kami
5. Asy-Syhadah umniyyatuna Mati syahid adalah cita-cita kami.
URAIAN PELENGKAPPertama:
Beberapa kaidah yang sesuai dengan Tabiat Dakwah Kita dalam Manhaji Tsaqofah,
Ta’lim dan Tarbiyah :
1. Persoalan pertama yang harus diperhatikan dalam manhaj kita adalah, bahwa ia
harus selaras dengan dakwah dan harakah kita. Kita adalah harakah Islam modern
yang ingin melakukan pembaharuan Islam di suatu masa yang memiliki
spesifikasi tertentu, di samping, bahwa kita ingin mewujudkan tujuan-tujuan di
tingkat nasional maupun internasional. Kata “Islam” menunjukkan kita untuk
mengakomodasi semua prinsip tsaqafah Islam dan cabang-cabangnya. Kata
“modern” menuntut kita untuk mengakomodasikan wawasan kekinian dengan
tabiat dan spesifikasinya. Hal ini karena fatwa dikeluarkan berdasar waktu, tempat
dan situasi saat itu.
2. Suatu hal yang harus mendapat perhatian dalam manhaj kita adalah bahwa ia
harus memberikan kepada setiap muslim ketahanan moral. Agar terhindar dari
kesesatan dan ketergelinciran, di samping terhindar pula dari penyelewengan
pemikiran Islam atau pemikiran Jamaah.
3. Termasuk yang harus diperhatikan dalam manhaj kita adalah bahwa kita harus
meletakkan di tangan setiap muslim sebuah barometer yang dapat mengukur
segala sesuatu yang melingkupinya dengan standar Islam.
4. Salah satu yang harus diperhatikan dalam manhaj kita adalah bahwa persepsi
umum tentang ilmu pengetahuan dalam perspektif Islam. Ada beberapa cabang
ilmu yang diwajibkan dan merupakan fardhu’ain; ada yang studinya merupakan
fardhu’ain; ada yang dianjurkan bagi sebagian orang namun fardhu kifayah bagi
sebagian yang lain; ada cabang ilmu yang sunah hukumnya; ada yang hukumnya
mubah; ada lagi yang diharamkan dan dibenci. Pendalaman terhadap cabang ilmu
yang fardhu kifayah adalah sunah, bahkan adanya seorang pakar di setiap disiplin
ilmu merupakan fardhu kifayah.
5. Dalam tulisannya, Hasan Al-Banna menyebutkan beberapa peringkat keanggotan
dalam dakwah Ikhwan. Disebutkan, bahwa ia terdiri dari: Ikatan umum, ikatan
ukhuwah, ikatan amal, dan ikatan jihad. Yang telah terjalin dalam ikatan umum
disebut akh musa’id, yang terjalin dalam ikatan ukhuwah disebut akh muntasib,
yang terjalin dalam ikatan amal disebut akh ‘amil, dan yang terjalin dalam ikatan
jihad disebut akh mujahid. Setelah itu Ustadz Hasan Al-Banna berkata,”Kantor
pusat berhak memberi gelar-gelar kehormatan, antara lain: naqib dan naib untuk
masing-masing akh yang ada dalam ikatan amal dan jihad”.
6. Setelah – dalam kumpulan risalahnya – menyebut adanya sekumpulan persepsi
yang cacat tentang Islam di etngah masyarakat, Ustadz Hasan Al-Banna
berkata,”Persepsi beragam pada banyak orang tentang Islam yang satu,
menjadikan mereka berselisih secara nyata dalam dakwah Ikhwanul Muslimin
dan dalam cara pandang mereka”.
7. Ada sebagian masyarakat yang memahami Islam secara global, namun tidak
memahami rinciannya. Bahkan kadang-kadang memahami perincian Islam
dengan hawa nafsunya, misalnya, mereka mengimani bahwa Islam memiliki
prinsip keadilan dan persamaan. Namun mereka memahami kata “adil” dan
“sama” dengan standar hawa nafsunya, bukan dengan syariat Allah.
8. Yang harus juga diperhatikan dalam manhaj kita adalah agar dalam manhaj tidak
terdapat ruang yang memungkinkan masuknya kekufuran dan kesesatn, sehingga
merusak hati, jiwa dan pikiran kaum muslimin. Banyak masalah detail yang jika
tidak mendapat perhatian serius akan menyebabkan kehancuran dunia dan akhirat,
atau salh satu dari keduanya.
9. Komitmen kepada Islam pada gilirannya dapat mewujudkan berbagai nilai yang
dibutuhkan oleh setiap diri muslim dan jamaah Islam. Nilai-nilai ini kita namakan
karakter. Karakter-karakter inilah yang membedakan seorang muslim dan non
muslim, atau membedakan Jamaah Islam dengan komunitas Non Islam.
10. Pada diri Jamaah Ikhwanul Muslimin terdapat berbagai slogan, selain
pembahasan tentang akhlak dan etika dalam kehidupan. Beberapa slogan itu ialah:
a. Allah ghayatuna Allah adalah tujuan kami
b. Ar-Rasul qudwatuna Rasul adalah teladan kami
c. Al-Qur’an syir’atuna Al-Qur’an adalah undang-undang kami
d. Al-Jihad sabiluna Jihad adalah jalan kami
e. Asy-Syhadah umniyyatuna Mati syahid adalah puncak cita-cita kami.
11. Tidaklah sempurna KeIslaman seorang muslim, kecuali jika ia melakukan
beberapa hal sbb:
• Ikut serta dalam halaqah-halaqah ilmiah umum, karena padanya ada berkah
khusus;
• Ikut serta dalam halaqah-halaqah ilmiah khusus, karena ia mengantarkan
seseorang kepada pengetahaun yang terfokus;
• Senantiasa menginstrospeksi diri, karena seseorang tidak mungkin
mendapatkan kadar pengetahuan yang tinggi, kecuali memalui upaya pribadi
yang panjang dan terfokus.
12. Jamaah Islam harus memepunyai sistem. Sistem ini harus tegak di atas suatu
prinsip nilai, mempunyai perencanaan, dan program kerja, serta memiliki konsep
Tarbiyah dan Ta’lim yang saling berjalin dengan hal-hal di atas. Jamaah Islam
juga harus memiliki kaidah-kaidah yang dijadikan pijakan bagi semua anggota.
Semua itu harus mendapat perhatian utama dalam penyusunan manhaj, baik
manhaj Tarbiyah maupun Ta’limnya.
13. Di tubuh umat ini ada pejuang kebenaran yang tidak pernah terputus geraknya
walau sejenak pun. Rasulullah SAW bersabda,”Senantiasa ada kelompok dari
umatku yang memperjuangkan kebenaran, mereka tidak terpengaruh oleh pihak
yang merintanginya hingga hari kiamat.”
14. Kita adalah gerakan tajdidi (pembaru). Salah satu indikator tajdidi adalah bahwa
kita harus menghidupkan kembali seluruh ajaran Islam dan memperbarui
wawasan, tindakan, serta moralitas di setiap level.
15. Kita tidak boleh lupa, bahwa kita senantiasa berhadapan dengan dua aliran
pemikiran besar, yakni: kapitalisme dan sosialisme komunis. Kita juga tidak boleh
lupa, bahwa di antara keduanya sesungguhnya terjadi pertarungan hebat dalam hal
pemikiran. Pada saat yang sama kita – dan umat Islam pada umumnya – kurang
memiliki pengetahuan yang memadai tentangnya, sehingga tidak memiliki
imunitas yang baik.
Kedua:
Ustadz Hasan Al-Banna menyebutkan secara rinci 6 peringkat keanggotaan. Jumlah itu
dapat diringkas lagi hanaya menjadi lima poeringkat, yakni anshar, mujahidin, ‘amilin,
nuqaba’(para naqib) dan nuwwab (para naib).
Masing-masing peringkat itu seharusnya memiliki manhaj, karakteristik, dan pola
komitmennya sendiri. Meningkat atau tidaknya kualitas keanggotaan seseorang (atau
tetap tidaknya seseorang di luar barisan) tergantung pada kadar penguasaan manhaj,
karakteristik, dan pola komitmennya.
Ketiga:
Standar keberhasilan pada peringkat pertama dalam manhaj kita dan di awal perjalanan
keanggotaannya adalah pelaksanaan yang sempurna akan tuntutan iman, shalat, infaq dan
loyalitas secara penuh kepada jamaah, sesuai firman Allah:
QS Al-Maidah :55-56 Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang
beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk (kepada Allah). Dan
Barangsiapa mengambil Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman menjadi penolongnya, Maka
Sesungguhnya pengikut (agama) Allah[423] Itulah yang pasti menang.
[423] Yaitu: orang-orang yang menjadikan Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman sebagai
penolongnya.
Standar keberhasilan pada peringkat kedua adalah terealisasinya secara penuh
Mahabbatullah, rendah hati kepada sesame mukmin, tegas terhadap orang-orang kafir,
dan jihad di jalkan Allah dengan tidak merasa takut atas celaan orang-orang yang
mencela sesuai firman Allah:.
QS Al-Maidah :54 Hai orang-orang yang beriman, Barangsiapa di antara kamu yang murtad dari
agamanya, Maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan
merekapun mencintaiNya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras
terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang
suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha
Luas (pemberian-Nya), lagi Maha mengetahui.
Standar keberhasilan pada peringkat jenjang naqib adalah terealisasinya nilai-nilai
peringkat sebelumnya diatambah luasnya ilmu pengetahuan dan terpenuhinya beberapa
sifat khusus bagi seorang naqib muslim, seperti lemah lembut, pemurah, serius, kasih
sayang sesama muslim, senang bermusyawarah, jujur, komitmen, wara’, bertanggung
jawab terhadap tugas-tugas yang dipikulkan dipundaknya, dan sifat-sifat lain yang
menjadi karakter pribadi seorang muslim. Kita tidak menuntut seorang muslim agar
bersih dari kesalahan sama sekali, tetapi kita menunut agar ia tidak mengulangi kesalahan
yang pernah dilakukannya. Oleh karena itu seorang naqib harus dapat mengambil
pelajaran dari kesalahan-kesalahan yang telah dibuatnya.
Diposting oleh
NUY CORNER
komentar (0)
1) Kejujuran Rasulullah saw. dalam Canda
Manusia kadang-kadang tidak memegang teguh kejujuran dan kebenaran dalam
candanya, tetapi canda Rasulullah saw adalah jujur dan benar, serta meme-
rintahkan kepada umatnya untuk memegang teguh kejujuran dalam segala situasi
dan kondisi.
Ahmad meriwayatkan dari Anas bin Malik, “Seorang datang pada Nabi saw. dan
meminta pada beliau untuk dinaikkan kendaraan, Rasulullah saw. menjawab,
‘Aku akan menaikkan kamu pada anak unta.’ Lelaki itu menukas, Wahai Rasu-
lullah, apa yang aku perbuat dengan anak unta?’ Rasulullah menjawab, Tidakkah
unta hanya melahirkan anak unta (Maksudnya, bukankah anak unta itu juga
unta).’” (HR Abu Dawud dan at-Tirmidzi)
Zaid bin Aslam berkata, “Seorang wanita yang disebut Ummu Aiman datang
kepada Nabi saw. dan berkata, ‘Suamiku mengundangmu.’ Nabi menimpali
(dengan nada bergurau), ‘Siapakah ia? Apakah ia yang di matanya ada putih-
putihnya?’ Wanita itu berkata, ‘Demi Allah, tidak ada putih-putih pada matanya.’
Beliau menjawab, Thenar, pada matanya ada putih-putihnya.’ Ia berkata, Tidak
demi Allah.’ Beliau menjawab, Tidak ada seorang pun kecuali di matanya ada
putih-putihnya.’” Beliau memaksudkan putih biasa yang melingkari kornea mata,
tetapi wanita itu memahaminya sebagai putih di tengah-tengah mata yang berarti
lelaki tersebut terkena penyakit mata semacam katarak.
Ahmad meriwayatkan dari Anas, “Seorang lelaki dari Badui bernama Zahir
memberi hadiah Nabi dengan suatu hadiah dari Badui, maka Nabi memper-
hatikannya ketika hendak keluar. Rasulullah bersabda, ‘Zahir adalah orang Badui
kita dan kita adalah orang kotanya.’ Ia adalah lelaki yang kurus dan Rasulullah
menyukainya. Ketika ia sedang menjual barang-barangnya, Rasulullah menda-
tanginya dan mendekapnya dari belakang, saat itu ia tidak melihat Nabi. Zahir
berkata, ‘Lepaskan aku, siapa ini?’ Lalu, ia menoleh dan mengenal Rasulullah. Ia
membiarkan punggungnya melekatpada dada Nabi ketika ia mengetahui bahwa
yang mendekap adalah Nabi. Rasulullah lalu berkata (dengan nada bercanda),
*Siapa yang mau membeli seorang hamba?’ Zahir lalu menyahut, Wahai
Rasulullah, jadi, demi Allah engkau menjadikan aku murah tak laku.’ Rasulullah
saw. bersabda, ‘Kamu di sisi Allah tidak murah.’ Atau beliau bersabda, ‘Kamu
mahal di sisi Allah.’” Diriwayatkan oleh orang-orang tsiqah. Dari perbincangan di
atas, beliau memaksudkan hamba adalah hamba Allah, dan kita semua adalah
hamba Allah swt.
At-Tirmidzi mengeluarkan dalam bab Syamail bahwa Hasan berkata, “Seorang
nenek-nenek mendatangi Nabi saw. dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, doakanlah
pada Allah agar memasukkan aku ke surga.’ Beliau menjawab, Wahai Ummu
Fulan, sesungguhnya perempuan tua tidak masuk ke dalam surga.’ Maka
perempuan tua itu berpaling dan menangis. Beliau bersabda, ‘Beri tahu ia bahwa
ia tidak akan masuk surga dalam keadaan tua. Allah berfirman,
‘Sesungguhnya Kami menciptakan mereka (bidadari-bidadari) dengan langsung,
dan Kami jadikan mereka gadis-gadis perawan.”‘ (al-Waaqi’ah: 35-36)
At-Tirmidzi juga mengeluarkan dalam bab Syamail bahwa Anas berkata,
“Rasulullah berkata kepadaku, Wahai yang memiliki dua kuping.’” Abu Samar
berkomentar bahwa maksud beliau adalah bergurau, setiap manusia memiliki dua
kuping.
Anda lihat dari contoh-contoh di atas bahwa canda beliau tidak keluar dari
kebenaran dan kejujuran, melainkan menggunakan cara yang halus, sampai
kadang tidak dimengerti lawan bicaranya, sehingga lawan bicaranya tersebut
memahaminya dengan pemahaman yang lucu. Begitulah, semua canda dan gurau
beliau adalah jujur dan benar.
At-Tirmidzi meriwayatkan bahwa Abu Hurairah berkata, “Para sahabat berkata,
Wahai Rasulullah. Engkau bergurau dengan kami.’ Beliau bersabda,
‘Aku tidak berkata kecuali benar.’”
Yang ada pada beliau itu adalah kenabian yang jujur dan benar. Tidak ada
kenabian yang di dalamnya ada kebatilan sedikit pun.
2) Kejujuran Rasulullah dalam Janji
Abu Dawud meriwayatkan bahwa Abdullah bin Abi Khansa berkata, “Aku
melakukan transaksi jual-beli dengan Nabi saw. sebelum beliau diutus, dan ada
sisa barang yang belum aku berikan padanya, lalu aku menjanjikan padanya untuk
memberikannya di tempatnya itu. Di hari yang telah ditentukan itu dan hari se-
telahnya ternyata aku lupa mendatanginya, aku datang pada hari yang ketiga, aku
dapati beliau telah berada di tempat itu. Beliau berkata, Wahai Pemuda, kau telah
menyusahkan aku, aku telah berada di sini selama tiga hari menunggumu.’”
Dikeluarkan oleh Ibnu Hibban dan al-Hakim, “Rasulullah sedang duduk membagi
pampasan perang Hawazin di Hunain, seseorang berdiri di hadapan beliau dan
mengatakan, ‘Engkau mempunyai janji denganku wahai Rasulullah.’ Beliau
menjawab, ‘Kamu benar, ambillah yang kamu inginkan.’ Lelaki itu berkata, ‘Aku
ambil delapan puluh domba dan penggembalanya.’ Beliau menjawab, Ya, itu
milikmu.’ Lelaki itu berkata, ‘Engkau memutuskan dengan mudah sekali.’”
Al-Hakim meriwayatkan dari Huwaithib bin Abdul Uzza dalam kisah masuk
Islamnya. Ketika masih musyrik, ia memimpin delegasi yang meminta pada
Rasulullah saw. untuk meninggalkan Mekah dalam Umrah Qadha’ setelah masa
tiga hari yang disepakati. Huwaithib berkata, ‘Ketika Rasulullah datang untuk
Umrah Qadha’ dan kaum Quraisy keluar dari Mekah, aku termasuk orang-orang
yang tetap tinggai di Mekah, yaitu aku dan Suhail ibnul Amru, yang bertugas
untuk mengeluarkan Rasulullah jika waktunya telah lewat Tatkala tiga hari telah
terpenuhi aku dan Suhail ibnul Amru menghadap beliau dan mengatakan, Telah
lewat syaratmu maka keluarlah dari negeri kami.’ Beliau langsung berteriak,
Wahai Bilal, jangan sampai ada kaum muslimin yang ikut kita masih berada di
Mekah saat matahari terbenam.’”
Berikut ini bagian dari kitab Bathlul Abthal, pengarangnya merinci sebagian sikap
setia pada janji yang diamalkan oleh Rasulullah saw. Ia menuliskan, “Sebelum
tahun Perjanjian Hudaibiyah kaum Quraisy telah mengepung Madinah.
Persekutuan orang-orang kafir (Ahzab) yang terdiri dari seluruh bangsa Arab baik
Arab kota maupun Badui telah bersepakat untuk melakukan hal itu. Bani
Quraizhah mencabut perjanjiannya dengan Rasulullah. Dengan adanya hal itu,
bertambahlah penderitaan kaum muslimin, mereka benar-benar digoncang dengan
goncangan yang dahsyat, tetapi Allah menolong hamba-Nya yang beriman, dan
memuliakan mereka serta menanam ketakutan dalam hati kaum musyrikin.
Akhirnya, pasukan Islam dengan dipimpin Rasulullah menyerang kota Mekah dan
sampai di Hudaibiyah. Kaum Quraisy lalu mengirim utusannya pada Muhammad.
Coba perhatikan, inilah Urwah ibnul Masud ats-Tsaqafi utusan mereka, kembali
kepada mereka dan menyifati keadaan Muhammad saw. serta tentaranya dengan
kalimat sebagai berikut
‘Aku telah datang pada Kisra Persia dalam kerajaannya, dan Kaisar Romawi
dalam kerajaannya serta Raja Najasyi dalam kerajaannya, sungguh aku tidak
melihat seorang raja sekali pun di mata rakyatnya seperti Muhammad di mata
sahabat-sahabatnya.’ Muhammad saat itu dalam keadaan mantap dan kuat tetapi
ia tidak ingin perang. Ia bersabda,
‘Jika saat ini Quraisy mengajakku kepada rencana yang isinya memintaku untuk
menjalin silaturahmi, pasti aku penuhi’
Suhail bin Amru datang sebagai delegasi Quraisy yang membuat Muhammad
saw. dan pasukannya tidak jadi masuk Mekah. Salah satu syarat perjanjian ini
adalah syarat yang secara zahir merugikan, yaitu bahwa Muhammad harus
menyerahkan kepada Quraisy orang yang pergi ke tempat kaum muslimin tanpa
izin walinya, dan mereka tidak dituntut mengembalikan pengikutbeliau yang pergi
ke Quraisy.
Syarat ini mengagetkan para sahabat Nabi saw., termasuk Umar ibnul Khaththab
r.a.. Sehingga ia pergi menemui Abu Bakar dan Rasulullah saw. seraya
mengatakan, ‘Bukankah kita muslimin! Bukankah mereka musyrikin! Bukankah
engkau Rasulullah! Untuk apa kita berikan kerendahan pada agama kita?’
Rasulullah saw. bersabda, ‘Aku adalah hamba Allah dan rasul-Nya tidak akan
menyalahi perintah-Nya dan Dia tidak akan menyia-nyiakan aku.’ Abu Bakar
berkata, ‘Aku bersaksi sesungguhnya dia utusan Allah.’
Menerimanya kaum muslimin pada syarat ini adalah menyerahnya mereka pada
perkara yang belum diketahui rahasianya. Hal itu merupakan ujian yang terbesar
bagi kesabaran mereka.
Ketika mereka dalam keadaan bersitegang seperti ini dan Rasulullah saw. telah
selesai bernegosiasi dengan delegasi Quraisy, yaitu Suhail bin Amru, namun akad
belum ditulis dan belum selesai. Tiba-tiba datanglah pada mereka Abu Jandal, ia
berteriak dan berjalan tertatih-tatih dengan kaki terbelenggu. Abu Jandal ini
adalah anak Suhail bin Amru. Begitu Suhail melihat anaknya, ia beranjak ke arah-
nya dan mengambil rantai belenggunya seraya berkata, ‘Wahai Muhammad, per-
soalan antara aku dan kamu telah mengerucut-artinya negosiasi telah selesai-
sebelum datang anak ini.’ Nabi menjawab, ‘Kau benar.’ Dan, Abu Jandal
berteriak memanggil-manggil kaum muslimin, ‘Apakah aku akan dikembalikan
pada kaum musyrikin yang merusak agamaku?’
Bayangkanlah sikap itu, sikap Muhammad saw. yang berani, yang telah aku
ceritakan pada Anda keberaniannya yang tiada bandingnya. Dialah orang kuat
yang keluar dari Madinah maju dengan tentaranya. Sekarang telah Anda dengar
bagaimana Urwah bin Mas’ud menyifatinya. Bayangkanlah bagaimana beliau
melihat sahabat terdekatnya (dalam keadaan tersiksa), datang tertatih-tatih
terbelenggu, padahal ia termasuk orang terpandang di Quraisy, ia berjalan
terbelenggu karena ikut Muhammad dan ikut agama Muhammad. Kemudian
lihatlah, beliau tidak goyah dan tidak ragu-ragu sama sekali pada apa yang belum
ditulis dan belum selesai. Beliau berkata pada Suhail, ‘Kau benar, persoalan telah
selesai.’ Dan beliau mengembalikan sahabatnya dalam keadaan menangis pada
musuhnya. Coba lihatlah itu semua. Lantas siapa saja, coba tuliskan padaku satu
keteladanan saja dalam sejarah manusia semua seperti keteladanan yang dicontoh-
kan Muhammad saw. dalam menjaga dan menepati perkataan yang telah ia kata-
kan meski belum ditulis dan belum selesai.”
Penulis kitab juga menuturkan contoh lain,
“Kemudian lihatlah, kesetiaan beliau juga terhadap musyrikin. Di antara syarat
Perjanjian Hudaibiyah adalah siapa saja bisa masuk dalam akad dan janji
Muhammad dan siapa saja bisa masuk dalam akad dan janji Quraisy. Masuklah
kabilah Khuza’ah dan sekutunya pada akad dan janji Muhammad saw. serta
menjadi sekutu beliau. Ketika Quraisy merusak perjanjiannya dan membantu
sekutunya, yaitu Bakar dan melibas Khuza’ah. Datanglah Amru bin Salim al-
Khuza’i meminta janji Rasulullah saw. dan meminta beliau menolong sekutunya.
Amru bersimpuh di hadapan Rasulullah saw saat berada di masjid. Ia meratap dan
berkata,
Wahai Tuhan, aku meratap pada Muhammad.
Sekutu ayah kami dan ayahnya yang sangat erat
Tolonglah (Muhammad).
Allah menunjukkanmu kemenangan yang pasti.
Ajaklah hamba-hamba Allah, mereka pasti datang memberi bantuan.
Dalam gelombang pasukan seperti samudra
yang berjalan berbuih-buih.
Sesungguhnya Quraisy mengingkari janji padamu
Dan merusak perjanjianmu yang telah dikuatkan.’
Maka serangan Quraisy terhadap kaum musyrikin bani Khuza’ah yang menjadi
sekutu kaum muslimin itu, menjadi sebab disiapkannya pasukan terbesar yang
dikenal Jazirah Arab dan sejarah untuk membantu sekutu seseorang saat itu.
Dampak hal itu adalah terbukanya kota Mekah sebagaimana kita diketahui
bersama Inilah contoh kesetiaan Rasulullah saw. pada musuh agama yang telah
beliau ikat perjanjian, atau sebelum mereka bersekutu dengan kaum musyrikin
1
selain mereka.”
Inilah contoh-contoh dari kejujuran dan kesetiaan beliau dalam menepati janji dan
perjanjian. Tidak pernah terjadi bahwa Rasulullah saw. berjanji atau membuat
perjanjian kemudian beliau ingkar atau berkhianat
Bukhari meriwayatkan bahwa ketika Heraklius bertanya pada Abu Sufyan tentang
Muhammad, “Apakah ia berkhianat?” Abu Sufyan menjawab, ‘Tidak.” Setelah
itu, Heraklius mengatakan, “Aku tanyakan kepadamu apakah ia berkhianat maka
kalian anggap bahwa ia tidak berkhianat memang seperti itulah seorang rasul, ia
tidak berkhianat”
Berkhianat tergolong dusta, ingkar janji adalah dusta, dan Rasulullah saw. bersih
dari itu semua. Dari contoh sedikit yang kami sebutkan, Anda melihat bahwa
tidak ada seorang pun dari manusia yang mencapai tingkatan yang dicapai
Rasulullah saw. dalam kesetiaan menjaga kehormatan perkataan. Kalaupun ada, ia
adalah murid yang mengikuti keteladanannya.
Kalimat yang terucap dari Rasulullah saw. adalah jaminan yang tidak ada jaminan
setelahnya. Sampai-sampai musuhnya yang paling keras dan paling lama
memusuhi beliau dalam perjalanan dakwah beliau tidak ragu-ragu untuk
memasukkan dirinya dalam naungan kaum muslimin, jika telah mereka pastikan
bahwa yang menjamin keamanan mereka adalah Muhammad saw. Mereka
percaya bahwa perkataan Muhammad adalah jaminan yang tidak sama dengan
jaminan lainnya. Siapa yang menelusuri peristiwa-peristiwa sirah pasti
menemukan contoh yang banyak atas hal ini. Itulah sifat shidiq (jujur dan benar)
yang dimiliki para nabi. Tidak pernah berubah sama sekali.
Manusia kadang-kadang tidak memegang teguh kejujuran dan kebenaran dalam
candanya, tetapi canda Rasulullah saw adalah jujur dan benar, serta meme-
rintahkan kepada umatnya untuk memegang teguh kejujuran dalam segala situasi
dan kondisi.
Ahmad meriwayatkan dari Anas bin Malik, “Seorang datang pada Nabi saw. dan
meminta pada beliau untuk dinaikkan kendaraan, Rasulullah saw. menjawab,
‘Aku akan menaikkan kamu pada anak unta.’ Lelaki itu menukas, Wahai Rasu-
lullah, apa yang aku perbuat dengan anak unta?’ Rasulullah menjawab, Tidakkah
unta hanya melahirkan anak unta (Maksudnya, bukankah anak unta itu juga
unta).’” (HR Abu Dawud dan at-Tirmidzi)
Zaid bin Aslam berkata, “Seorang wanita yang disebut Ummu Aiman datang
kepada Nabi saw. dan berkata, ‘Suamiku mengundangmu.’ Nabi menimpali
(dengan nada bergurau), ‘Siapakah ia? Apakah ia yang di matanya ada putih-
putihnya?’ Wanita itu berkata, ‘Demi Allah, tidak ada putih-putih pada matanya.’
Beliau menjawab, Thenar, pada matanya ada putih-putihnya.’ Ia berkata, Tidak
demi Allah.’ Beliau menjawab, Tidak ada seorang pun kecuali di matanya ada
putih-putihnya.’” Beliau memaksudkan putih biasa yang melingkari kornea mata,
tetapi wanita itu memahaminya sebagai putih di tengah-tengah mata yang berarti
lelaki tersebut terkena penyakit mata semacam katarak.
Ahmad meriwayatkan dari Anas, “Seorang lelaki dari Badui bernama Zahir
memberi hadiah Nabi dengan suatu hadiah dari Badui, maka Nabi memper-
hatikannya ketika hendak keluar. Rasulullah bersabda, ‘Zahir adalah orang Badui
kita dan kita adalah orang kotanya.’ Ia adalah lelaki yang kurus dan Rasulullah
menyukainya. Ketika ia sedang menjual barang-barangnya, Rasulullah menda-
tanginya dan mendekapnya dari belakang, saat itu ia tidak melihat Nabi. Zahir
berkata, ‘Lepaskan aku, siapa ini?’ Lalu, ia menoleh dan mengenal Rasulullah. Ia
membiarkan punggungnya melekatpada dada Nabi ketika ia mengetahui bahwa
yang mendekap adalah Nabi. Rasulullah lalu berkata (dengan nada bercanda),
*Siapa yang mau membeli seorang hamba?’ Zahir lalu menyahut, Wahai
Rasulullah, jadi, demi Allah engkau menjadikan aku murah tak laku.’ Rasulullah
saw. bersabda, ‘Kamu di sisi Allah tidak murah.’ Atau beliau bersabda, ‘Kamu
mahal di sisi Allah.’” Diriwayatkan oleh orang-orang tsiqah. Dari perbincangan di
atas, beliau memaksudkan hamba adalah hamba Allah, dan kita semua adalah
hamba Allah swt.
At-Tirmidzi mengeluarkan dalam bab Syamail bahwa Hasan berkata, “Seorang
nenek-nenek mendatangi Nabi saw. dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, doakanlah
pada Allah agar memasukkan aku ke surga.’ Beliau menjawab, Wahai Ummu
Fulan, sesungguhnya perempuan tua tidak masuk ke dalam surga.’ Maka
perempuan tua itu berpaling dan menangis. Beliau bersabda, ‘Beri tahu ia bahwa
ia tidak akan masuk surga dalam keadaan tua. Allah berfirman,
‘Sesungguhnya Kami menciptakan mereka (bidadari-bidadari) dengan langsung,
dan Kami jadikan mereka gadis-gadis perawan.”‘ (al-Waaqi’ah: 35-36)
At-Tirmidzi juga mengeluarkan dalam bab Syamail bahwa Anas berkata,
“Rasulullah berkata kepadaku, Wahai yang memiliki dua kuping.’” Abu Samar
berkomentar bahwa maksud beliau adalah bergurau, setiap manusia memiliki dua
kuping.
Anda lihat dari contoh-contoh di atas bahwa canda beliau tidak keluar dari
kebenaran dan kejujuran, melainkan menggunakan cara yang halus, sampai
kadang tidak dimengerti lawan bicaranya, sehingga lawan bicaranya tersebut
memahaminya dengan pemahaman yang lucu. Begitulah, semua canda dan gurau
beliau adalah jujur dan benar.
At-Tirmidzi meriwayatkan bahwa Abu Hurairah berkata, “Para sahabat berkata,
Wahai Rasulullah. Engkau bergurau dengan kami.’ Beliau bersabda,
‘Aku tidak berkata kecuali benar.’”
Yang ada pada beliau itu adalah kenabian yang jujur dan benar. Tidak ada
kenabian yang di dalamnya ada kebatilan sedikit pun.
2) Kejujuran Rasulullah dalam Janji
Abu Dawud meriwayatkan bahwa Abdullah bin Abi Khansa berkata, “Aku
melakukan transaksi jual-beli dengan Nabi saw. sebelum beliau diutus, dan ada
sisa barang yang belum aku berikan padanya, lalu aku menjanjikan padanya untuk
memberikannya di tempatnya itu. Di hari yang telah ditentukan itu dan hari se-
telahnya ternyata aku lupa mendatanginya, aku datang pada hari yang ketiga, aku
dapati beliau telah berada di tempat itu. Beliau berkata, Wahai Pemuda, kau telah
menyusahkan aku, aku telah berada di sini selama tiga hari menunggumu.’”
Dikeluarkan oleh Ibnu Hibban dan al-Hakim, “Rasulullah sedang duduk membagi
pampasan perang Hawazin di Hunain, seseorang berdiri di hadapan beliau dan
mengatakan, ‘Engkau mempunyai janji denganku wahai Rasulullah.’ Beliau
menjawab, ‘Kamu benar, ambillah yang kamu inginkan.’ Lelaki itu berkata, ‘Aku
ambil delapan puluh domba dan penggembalanya.’ Beliau menjawab, Ya, itu
milikmu.’ Lelaki itu berkata, ‘Engkau memutuskan dengan mudah sekali.’”
Al-Hakim meriwayatkan dari Huwaithib bin Abdul Uzza dalam kisah masuk
Islamnya. Ketika masih musyrik, ia memimpin delegasi yang meminta pada
Rasulullah saw. untuk meninggalkan Mekah dalam Umrah Qadha’ setelah masa
tiga hari yang disepakati. Huwaithib berkata, ‘Ketika Rasulullah datang untuk
Umrah Qadha’ dan kaum Quraisy keluar dari Mekah, aku termasuk orang-orang
yang tetap tinggai di Mekah, yaitu aku dan Suhail ibnul Amru, yang bertugas
untuk mengeluarkan Rasulullah jika waktunya telah lewat Tatkala tiga hari telah
terpenuhi aku dan Suhail ibnul Amru menghadap beliau dan mengatakan, Telah
lewat syaratmu maka keluarlah dari negeri kami.’ Beliau langsung berteriak,
Wahai Bilal, jangan sampai ada kaum muslimin yang ikut kita masih berada di
Mekah saat matahari terbenam.’”
Berikut ini bagian dari kitab Bathlul Abthal, pengarangnya merinci sebagian sikap
setia pada janji yang diamalkan oleh Rasulullah saw. Ia menuliskan, “Sebelum
tahun Perjanjian Hudaibiyah kaum Quraisy telah mengepung Madinah.
Persekutuan orang-orang kafir (Ahzab) yang terdiri dari seluruh bangsa Arab baik
Arab kota maupun Badui telah bersepakat untuk melakukan hal itu. Bani
Quraizhah mencabut perjanjiannya dengan Rasulullah. Dengan adanya hal itu,
bertambahlah penderitaan kaum muslimin, mereka benar-benar digoncang dengan
goncangan yang dahsyat, tetapi Allah menolong hamba-Nya yang beriman, dan
memuliakan mereka serta menanam ketakutan dalam hati kaum musyrikin.
Akhirnya, pasukan Islam dengan dipimpin Rasulullah menyerang kota Mekah dan
sampai di Hudaibiyah. Kaum Quraisy lalu mengirim utusannya pada Muhammad.
Coba perhatikan, inilah Urwah ibnul Masud ats-Tsaqafi utusan mereka, kembali
kepada mereka dan menyifati keadaan Muhammad saw. serta tentaranya dengan
kalimat sebagai berikut
‘Aku telah datang pada Kisra Persia dalam kerajaannya, dan Kaisar Romawi
dalam kerajaannya serta Raja Najasyi dalam kerajaannya, sungguh aku tidak
melihat seorang raja sekali pun di mata rakyatnya seperti Muhammad di mata
sahabat-sahabatnya.’ Muhammad saat itu dalam keadaan mantap dan kuat tetapi
ia tidak ingin perang. Ia bersabda,
‘Jika saat ini Quraisy mengajakku kepada rencana yang isinya memintaku untuk
menjalin silaturahmi, pasti aku penuhi’
Suhail bin Amru datang sebagai delegasi Quraisy yang membuat Muhammad
saw. dan pasukannya tidak jadi masuk Mekah. Salah satu syarat perjanjian ini
adalah syarat yang secara zahir merugikan, yaitu bahwa Muhammad harus
menyerahkan kepada Quraisy orang yang pergi ke tempat kaum muslimin tanpa
izin walinya, dan mereka tidak dituntut mengembalikan pengikutbeliau yang pergi
ke Quraisy.
Syarat ini mengagetkan para sahabat Nabi saw., termasuk Umar ibnul Khaththab
r.a.. Sehingga ia pergi menemui Abu Bakar dan Rasulullah saw. seraya
mengatakan, ‘Bukankah kita muslimin! Bukankah mereka musyrikin! Bukankah
engkau Rasulullah! Untuk apa kita berikan kerendahan pada agama kita?’
Rasulullah saw. bersabda, ‘Aku adalah hamba Allah dan rasul-Nya tidak akan
menyalahi perintah-Nya dan Dia tidak akan menyia-nyiakan aku.’ Abu Bakar
berkata, ‘Aku bersaksi sesungguhnya dia utusan Allah.’
Menerimanya kaum muslimin pada syarat ini adalah menyerahnya mereka pada
perkara yang belum diketahui rahasianya. Hal itu merupakan ujian yang terbesar
bagi kesabaran mereka.
Ketika mereka dalam keadaan bersitegang seperti ini dan Rasulullah saw. telah
selesai bernegosiasi dengan delegasi Quraisy, yaitu Suhail bin Amru, namun akad
belum ditulis dan belum selesai. Tiba-tiba datanglah pada mereka Abu Jandal, ia
berteriak dan berjalan tertatih-tatih dengan kaki terbelenggu. Abu Jandal ini
adalah anak Suhail bin Amru. Begitu Suhail melihat anaknya, ia beranjak ke arah-
nya dan mengambil rantai belenggunya seraya berkata, ‘Wahai Muhammad, per-
soalan antara aku dan kamu telah mengerucut-artinya negosiasi telah selesai-
sebelum datang anak ini.’ Nabi menjawab, ‘Kau benar.’ Dan, Abu Jandal
berteriak memanggil-manggil kaum muslimin, ‘Apakah aku akan dikembalikan
pada kaum musyrikin yang merusak agamaku?’
Bayangkanlah sikap itu, sikap Muhammad saw. yang berani, yang telah aku
ceritakan pada Anda keberaniannya yang tiada bandingnya. Dialah orang kuat
yang keluar dari Madinah maju dengan tentaranya. Sekarang telah Anda dengar
bagaimana Urwah bin Mas’ud menyifatinya. Bayangkanlah bagaimana beliau
melihat sahabat terdekatnya (dalam keadaan tersiksa), datang tertatih-tatih
terbelenggu, padahal ia termasuk orang terpandang di Quraisy, ia berjalan
terbelenggu karena ikut Muhammad dan ikut agama Muhammad. Kemudian
lihatlah, beliau tidak goyah dan tidak ragu-ragu sama sekali pada apa yang belum
ditulis dan belum selesai. Beliau berkata pada Suhail, ‘Kau benar, persoalan telah
selesai.’ Dan beliau mengembalikan sahabatnya dalam keadaan menangis pada
musuhnya. Coba lihatlah itu semua. Lantas siapa saja, coba tuliskan padaku satu
keteladanan saja dalam sejarah manusia semua seperti keteladanan yang dicontoh-
kan Muhammad saw. dalam menjaga dan menepati perkataan yang telah ia kata-
kan meski belum ditulis dan belum selesai.”
Penulis kitab juga menuturkan contoh lain,
“Kemudian lihatlah, kesetiaan beliau juga terhadap musyrikin. Di antara syarat
Perjanjian Hudaibiyah adalah siapa saja bisa masuk dalam akad dan janji
Muhammad dan siapa saja bisa masuk dalam akad dan janji Quraisy. Masuklah
kabilah Khuza’ah dan sekutunya pada akad dan janji Muhammad saw. serta
menjadi sekutu beliau. Ketika Quraisy merusak perjanjiannya dan membantu
sekutunya, yaitu Bakar dan melibas Khuza’ah. Datanglah Amru bin Salim al-
Khuza’i meminta janji Rasulullah saw. dan meminta beliau menolong sekutunya.
Amru bersimpuh di hadapan Rasulullah saw saat berada di masjid. Ia meratap dan
berkata,
Wahai Tuhan, aku meratap pada Muhammad.
Sekutu ayah kami dan ayahnya yang sangat erat
Tolonglah (Muhammad).
Allah menunjukkanmu kemenangan yang pasti.
Ajaklah hamba-hamba Allah, mereka pasti datang memberi bantuan.
Dalam gelombang pasukan seperti samudra
yang berjalan berbuih-buih.
Sesungguhnya Quraisy mengingkari janji padamu
Dan merusak perjanjianmu yang telah dikuatkan.’
Maka serangan Quraisy terhadap kaum musyrikin bani Khuza’ah yang menjadi
sekutu kaum muslimin itu, menjadi sebab disiapkannya pasukan terbesar yang
dikenal Jazirah Arab dan sejarah untuk membantu sekutu seseorang saat itu.
Dampak hal itu adalah terbukanya kota Mekah sebagaimana kita diketahui
bersama Inilah contoh kesetiaan Rasulullah saw. pada musuh agama yang telah
beliau ikat perjanjian, atau sebelum mereka bersekutu dengan kaum musyrikin
1
selain mereka.”
Inilah contoh-contoh dari kejujuran dan kesetiaan beliau dalam menepati janji dan
perjanjian. Tidak pernah terjadi bahwa Rasulullah saw. berjanji atau membuat
perjanjian kemudian beliau ingkar atau berkhianat
Bukhari meriwayatkan bahwa ketika Heraklius bertanya pada Abu Sufyan tentang
Muhammad, “Apakah ia berkhianat?” Abu Sufyan menjawab, ‘Tidak.” Setelah
itu, Heraklius mengatakan, “Aku tanyakan kepadamu apakah ia berkhianat maka
kalian anggap bahwa ia tidak berkhianat memang seperti itulah seorang rasul, ia
tidak berkhianat”
Berkhianat tergolong dusta, ingkar janji adalah dusta, dan Rasulullah saw. bersih
dari itu semua. Dari contoh sedikit yang kami sebutkan, Anda melihat bahwa
tidak ada seorang pun dari manusia yang mencapai tingkatan yang dicapai
Rasulullah saw. dalam kesetiaan menjaga kehormatan perkataan. Kalaupun ada, ia
adalah murid yang mengikuti keteladanannya.
Kalimat yang terucap dari Rasulullah saw. adalah jaminan yang tidak ada jaminan
setelahnya. Sampai-sampai musuhnya yang paling keras dan paling lama
memusuhi beliau dalam perjalanan dakwah beliau tidak ragu-ragu untuk
memasukkan dirinya dalam naungan kaum muslimin, jika telah mereka pastikan
bahwa yang menjamin keamanan mereka adalah Muhammad saw. Mereka
percaya bahwa perkataan Muhammad adalah jaminan yang tidak sama dengan
jaminan lainnya. Siapa yang menelusuri peristiwa-peristiwa sirah pasti
menemukan contoh yang banyak atas hal ini. Itulah sifat shidiq (jujur dan benar)
yang dimiliki para nabi. Tidak pernah berubah sama sekali.
Diposting oleh
NUY CORNER
komentar (0)
Oleh : Sa'id Hawwa
B. SIFAT-SIFAT ASASI RASULULLAH
Setiap rasul Allah wajib memiliki empat sifat asasi berikut ini, sehingga pantas untuk mengemban risalah Ilahi.
1. Ash-Shidqul Muthlaq atau kejujuran secara mutlak yang tidak rusak dalam segala kondisi. Sekiranya setiap perkataannya diuji, pastilah sesuai dengan kenyataan; baik ketika ia berjanji, serius, bercanda, memberi kabar, maupun ketika bernubuat. Apabila sifat ini rusak sedikit saja, maka risalah yang ia bawa pun secara otomatis rusak pula karena manusia tidak percaya dengan rasul yang tidak jujur. Seorang rasul yang jujur, tidak sedikit pun dari perkataannya yang mengandung kebatilan, dalam kondisi dan situasi apa pun.
2. Al-Iltizamul Kamil atau komitmen dan sifat amanah yang sempurna dengan apa yang ia serukan, sebagai wakil dari Allah. Tugas rasul adalah menyam-paikan kepada manusia risalah yang dibebankan oleh Allah kepada mereka. Apabila seorang rasul sendiri tidak menegakkan kandungan risalah itu, maka hal itu menunjukkan bahwa ia tidak berinteraksi dengan isi risalah tersebut, dan itu menjadi bukti kedustaannya dalam menyampaikan risalah. Seorang rasul yang mempunyai hubungan langsung dengan Allah, pastilah amat mengerti tentang keagungan Allah, dan tidak mungkin melanggar perintah Allah. Tindakan melanggar perintah Allah adalah suatu pengkhianatan ke-pada-Nya, dan orang-orang yang tidak amanah tentunya tidak pantas mengemban risalah.
3. At-Tablighul Kamil atau penyampaian kandungan risalah secara sempurna dan kontinu, disertai rasa tidak peduli pada kebencian, siksaan, kejahatan, tipu daya, konspirasi, atau sikap kasar manusia yang menghalangi dakwah-nya. Juga, istiqamah dalam mengerjakan perintah Allah dan tidak menye-leweng darinya, meskipun menghadapi bujukan apa pun. Tanpa tablig (penyampaian) , niscaya risalah Hahi tidak akan muncul. Tanpa kontinuitas serta kesabaran dalam bertablig, niscaya risalah tersebut tidak akan bertahan keberadaannya Adapun tunduk pada tekanan manusia atau bujukan mereka saat menyampaikan risalah itu, menjadi bukti kebohongan klaim penyampaian risalah dari Allah. Tidak ada yang menyampaikan risalah Allah kecuali orang yang cintanya pada Allah mengalahkan segalanya Hanya Allahlah yang agung di sisinya, dan hanya ridha-Nya yang menjadi tujuannya.
4. Al-AqlulAzhim atau intelegensi yang cemeriang. Manusia tidak tunduk dan mengikuti orang lain kecuali jika orang tersebut lebih cerdas darinya, agar mereka merasa tenang bahwa ia tidak membawa mereka pada jalan yang salah. Tanpa intelegensia yang cemerlang, pengemban risalah juga tidak akan mampu meyakinkan orang lain akan kebenaran yang ia bawa, khusus-nya bagi orang-orang yang memiliki wawasan luas dan intelektualitas yang tinggi. Ia juga tidak akan mampu menghadapi serangan orang-orang yang memusuhi ajarannya, yang menolak dakwahnya, dan yang menyimpang dari jalan kebenaran. Oleh karena
itu, seorang rasul seharusnya adalah seorang yang paling cerdik, paling cerdas, paling berakal, paling bijak, dan paling sem-purna pengetahuannya dibandingkan manusia yang lain, sehingga keberada-an dirinya sendiri bisa menjadi bukti kebenaran risalah yang ia sampaikan.
Apabila keempat sifat ini berkumpul dalam diri seorang manusia yang mengklaim dirinya seorang rasul Allah, disertai tanda-tanda kerasulan lainnya, tanpa ada hal yang mencegah klaimnya, maka hal itu dapat menjadi bukti dan dalil kebenaran pengakuannya. Ketika tidak ada alasan untuk mendustakan kejujuran seseorang yang terkenal jujur, tidak ada penjelasan bagi komitmennya yang kuat, kecuali ketundukannya kepada Allah swt. Bertahannya sang penyampai risalah dalam bertablig, meskipun banyak faktor yang mendorongnya untuk mundur, yang membuktikan keikhlasannya pada dakwah yang ia bawa, dan pada Tuhan yang ia junjung risalah-Nya, serta adanya dakwah yang disertai hujjah yang sempurna berikut pembawa dakwah yang mampu memberikan bukti kebenaran dakwah tersebut dalam segala seginya, menjadi bukti kebenaran dakwah dan risalah tersebut.
Dalam sub bab ini kita akan mendapati bahwa Rasulullah saw. adalah teladan yang utama dalam semua sifat-sifat ini. Anda tidak dapat mempelajari satu sifat dalam diri beliau kecuali mengakui bahwa pemiliknya adalah benar-benar seorang rasul Allah. Kita akan mempelajari sifat-sifat ini sesuai dengan urutan yang telah tersebut.
1. Kejujuran Rasulullah
Metode kami dalam menampilkan sifat ini adalah dengan mendatangkan kesaksian-kesaksian atas kejujuran Rasulullah saw.. Kesaksian ini sebagai berikut
a. Kesaksian musuh-musuh Rasulullah.
b. Kesaksian para pengikut Rasulullah.
c. Kesaksian realitas yang mencakup empat hal: pemberian kabar, berjanji dan membuat perjanjian, canda, serta dalam nubuat
a. Kesaksian Musuh-Musuh Rasulullah
Kesaksian musuh-musuh beliau mempunyai nilai yang besar. Hal itu menunjukkan pada puncak kepercayaan masyarakat terhadap pribadi Rasulullah saw. Hanya saja, sebagian manusia dikuasai kebodohan dan keangkuhannya, sehingga mereka mengingkari hal itu tanpa alasan yang jelas. Nash-nash di bawah ini meyakinkan Anda apa yang kami sampaikan.
Al-Baihaqi meriwayatkan bahwa Mughirah bin Syu’bah berkata, “Hari pertama aku mengenal Rasulullah saw. adalah tatkala aku dan Abu Jahal berjalan-jalan di sebuah lorong Mekah, tiba-tiba kami bertemu Rasulullah saw. Selanjutriya,beliau menyeru Abu Jahal, ‘Wahai Abu Hakam, marilahberiman kepada Allah dan rasul-
Nya. Aku mengajakmu kepada Allah.’ Abu Jahal menjawab, ‘Hai Muhammad, tidakkah kamu berhenti mencela tuhan-tuhan kami? Tidakkah yang kamu inginkan adalah agar kami bersaksi bahwa kamu telah menyampaikan risalah? Baiklah kami bersaksi bahwa kamu telah menyampaikan. Demi Allah, seandainya
aku tahu apa yang kamu sampaikan itu benar, tentu aku mengikuti kamu.’ Rasulullah saw lantas berlalu, sementara Abu Jahal menghadap padaku, sambil berkata, ‘Demi Allah, sebenarnya aku tahu apa yang ia katakan adalah benar, tapi ada sesuatu yang mencegahku, yaitu bani Qushayy pernah mengatakan, ‘Pada kami kekuasaan menjaga ka bah (hijabah)’ Kami menjawab, Ya.’ Lalu mereka berkata, ‘Pada kami kekuasaan memberi minum haji (siqayah).’ Kami menjawab, Ya.’ Lalu mereka berkata, Pada kami kekuasaan memimpin rapat (nadwah).’ Kami menjawab, Ya.’ Kemudian mereka berkata, ‘Pada kami kekuasaan memimpin perang Qiwa ).’ Kami menjawab, Ya.’ Setelah itu, mereka memberi makan kendaraan mereka dan kami memberi makan kendaraan kami, hingga tatakala kendaraan siap dan berdekatan mereka mengatakan, ‘Dari kami seorang nabi.’ Maka, demi Allah, aku tidak menjawabnya.’” Ibnu Abi Syaibah juga mengeluarkan riwayat semisal ini. At-Tirmidzi meriwayatkan dari Ali r.a., “Abu Jahal berkata pada Nabi saw, ‘Kami tidak mendustakanmu, tetapi mendustakan apa yang kamu bawa.’” Allah swt berfirman, “... mereka sebenarnya bukanlah mendustakan kamu, akan tetapi orang-orang yang zalim itu mengingkari ayat-ayat Allahlah.” (QS. Al-An’aam: 33)
Ibnu Asakir meriwayatkan bahwa Mu’awiyyah r.a. bercerita, “Abu Sufyan keluar menuju tanah lapang miliknya, mengiringi Hindun. Aku ikut keluar berjalan didepan mereka. Saat itu aku masih seorang bocah dan aku menunggang keledaiku. Tiba-tiba kami mendengar kehadiran Rasulullah saw. Maka Abu Sufyan berkata,
Turunlah, hai Mu’awiyah supaya Muhammad menaiki kendaraanmu!’ Aku langsung turun dari keledaiku dan Rasulullah saw. menaikinya, beliau berjalan di depan kami sebentar menoleh kepada kami dan bersabda, Wahai Abu Sufyan bin Harb dan Hindun binti Utbah! Demi Allah, sungguh kalian pasti mati, kemudian pasti dibangkitkan, lalu yang berbuat kebajikan pasti masuk surga dan yang berbuat keburukan pasti masuk neraka. Aku berkata pada kalian dengan benar, dan kalian sungguh orang yang pertama aku beri peringatan.’ Kemudian Rasulullah saw membaca, ‘Haa Miim. Diturunkan dari Tuhan yang Maka Pemurah lagi Maka Penyayang...’ hingga ‘... keduanya menjawab, ‘Kami datang dengan suka hati.’ (Fushshilat: 1-11)
Abu Sufyan lalu berkata kepada beliau, ‘Apakah engkau sudah selesai, wahai Muhammad?’ Beliau menjawab, Ya.’ Rasulullah saw. turun dari keledai lantas aku menaikinya. Lalu Hindun menghadap Abu Sufyan seraya berkata, ‘Apakah untuk tukang sihir ini kau turunkan anakku?’ Tidak, demi Allah ia bukan tukang sihir dan bukan pembohong,’ jawab Abu Sufyan.’” Hadits ini dikeluarkan juga oleh Thabrani.
Imam Bukhari dan Muslim juga menceritakan kisah Abu Sufyan di hadapan Heraklius-sebagaimana diceritakan Abu Sufyan sendiri pada Ibnu Abbas. Diantaranya adalah pertanyaan Heraklius pada Abu Sufyan, “Heraklius bertanya, ‘Apakah kalian menuduhnya berbuat dusta sebelum ia mendakwahkan ajarannya?’ Aku jawab, Tidak.’” Di akhir kisah itu, Heraklius berkata pada Abu Sufyan, “Aku tanyakan pada kalian apakah kalian menuduhnya berdusta sebelum ia mendakwahkan ajarannya, kalian jawab tidak. Maka aku segera tahu bahwa ia tidak mungkin meninggalkan dusta pada manusia untuk kemudian berdusta pada Allah swt.”
Imam Bukhari, Muslim, dan Tirmidzi juga meriwayatkan dari Ibnu Abbas ra., ia mengatakan, “Ketika turun firman, ‘Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat.’
(asy-Syu’araa : 214)
Rasulullah saw. langsung naik ke bukit Shafa dan memanggil-manggil, Wahai bani Fahr, wahai bani Adi,’ kepada pemuka-pemuka Quraisy hingga mereka berkumpul dan beliau bersabda, ‘Jawablah, seandainya aku beri kabar bahwa ada pasukan kuda di balik lembah itu ingin menyerang kalian, apakah kalian percaya pada ucapanku?’ Mereka menjawab, Ya, kami tidak pernah menjumpaimu berdusta. Hanya kejujuran dan kebenaran perkataanmu yang selama ini kami tahu.’ Beliau melanjutkan, ‘Sesungguhnya aku pemberi peringatan pada kalian, di antara kedua tanganku terdapat siksa yang pedih.’ Abu Lahab langsung menimpali, ‘Celaka kau, hai Muhammad! Apakah untuk ini kau kumpulkan kami.’ Maka turunlah ayat, ‘Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya ia akan binasa.’ (al-Lahab: 1)
Dari nash-nash ini jelaslah bagi Anda bahwa kepercayaan pada kejujuran Muhammad saw. nyata adanya, dan tidak ada keraguan dalam masalah ini sama sekali. Inilah yang menjelaskan kita pada hal-hal berikut
1. Adanya orang-orang yang sebelumnya memerangi beliau, kemudian percaya dan beriman kepada beliau, satu per satu, taat tanpa paksaan, seperti Khalid ibnul Walid, Amru ibnul Ash, dan Umar ibnul Khaththab. Hal itu tak lain karena mereka tidak ragu bahwa Muhammad saw. adalah orangyang jujur dan benar
(skadiq), hanya saja mereka dikejutkan oleh sesuatu yang belum pernah mereka dengar, juga bapak-bapak mereka, sehingga mereka mengingkarinya. Ketika keterkejutan itu hilang dan mereka memakai akal pikirannyayang jernih, bertemulah kebenaran pikiran dengan kepercayaan dasar pada pribadi Muhammad
saw., dan lahirlah keimanan.
2. Tampaknya keikhlasan kepada beliau, dalam diri orang-orang yang sebelumnya kafir dan kemudian beriman. Di antara mereka ada yang baru beriman pada masa-masa akhir kehidupan Rasulullah, setelah mereka tertakluk-kan oleh pasukan Islam, seperti orang-orang Quraisy lainnya. Mereka akhir-nya menyerah pada Islam, setelah sebelumnya ada perasaan membangkang, dengki, ragu, dan syahwaty ang mencegah mereka untuk itu. Ketika mereka masuk Islam karena tunduk pada kenyataan, mereka ikhlas dan setia pada Rasulullah saw. dengan keikhlasan yang sempurna. Mereka pun berjuang mati-matian di jalan Islam setelah penutup kebenaran hilang dari mata mereka. Setelah itu, tampaklah di mata dan hati mereka bahwa Muhammad saw. adalah saudara dan putra yang mulia. Pengetahuan dan kepercayaan mereka pada pribadi beliau adalah dasar pertama yang membuat mereka ikhlas menempuh jalan baru mereka (yaitu Islam), yang mereka lalui dengan kebahagiaan.
Inilah kesaksian musuh-musuh Rasulullah saw. Sebagian mereka masuk Islam setelah mengadakan permusuhan sengit, dan sebagian lagi mati dalam kekafirannya. Akan tetapi, dalam permusuhan paling sengit sekalipun, semua mengakui dan meyakini bahwa Muhammad saw adalah orang yang jujur.
b. Kesaksian Para Pengikut Rasulullah
Kami paparkan kesaksian para sahabat dan pengikut Rasulullah saw. sebagai berikut :
Rasulullah saw. senantiasa bergaul dan hidup bersama para sahabatnya dalam segala hal; makan, minum, bepergian, shalat, dan dalam pertemuan-per-temuan (majelis). Beliau menyukai kesederhanaan dan keterusterangan, serta membenci sesuatu yang dibuat-buat dan dipaksa-paksakan (takallufi. Sebagian sahabat
menemani beliau sebelum dan setelah kenabian selama puluhan tahun.
Para sahabat bukanlah orang-orang yang bodoh dan terbelakang serta terasing dari perkembangan dunia. Bahkan, sebagian mereka berasal dari Mekah, yang menjadi tujuan bangsa Arab untuk berhaji setiap tahun, dan seluruh Jazirah Arab tunduk kepada penduduknya karena keutamaan dan kepemimpinannya, mereka biasa bepergian untuk melakukan hubungan dagang dengan Yaman dan Syam yang merupakan pusat peradaban saat itu. Sebagian lagi berasal dari Madinah, di mana terjadi kontak pemikiran dengan bangsa Yahudi yang menye-babkan mereka berwawasan luas dan terbuka hatinya.
Para sahabat juga telah membuktikan, di masa hidup Rasulullah saw. dan setelah wafatnya, mereka adalah manusia paling cemerlang akal pikirannya, paling kaya taktik dan pengalamannya, serta paling banyak mengetahui tokoh, suku, dan politik bangsa-bangsa di dunia saatitu. Dengan bukti, meski dengan keterbatasan
sarana, mereka berhasil membuka sebagian besar negara-negara berperadaban waktu itu. Mereka juga berhasil mengaturnya, mendapatkan kecintaan dari pen- duduknya, serta menggabungkannya ke dalam rengkuhan umat Islam.
Jika dua sisi ini bertemu, yakni pergaulan yang intens dan kecerdasan orang yang digauli, maka kedustaan tidak mungkin disembunyikan dan akan terbuka serta kejujuran akan tampak terang.
Ada fenomena yang jelas dalam kehidupan para sahabat, yaitu semakin bertambah intensitas pergaulan mereka dengan Rasulullah saw., maka semakin kuatlah keimanan mereka pada beliau. Bahkan, orang yang paling banyak bergaul dengan Rasulullah saw. yang paling tinggi keimanan dan ketaatannya pada beliau. Keimanan ini sampai pada satu tingkatan bahwa mati untuk apa yang diinginkan Rasulullah saw. lebih mereka cintai daripada hidup. Menginfakkan harta lebih mereka sukai daripada menyimpannya Taat lebih mereka cintai daripada maksiat Agama Rasulullah saw. lebih mereka cintai daripada harta, anak, tempat tinggal, istri, dan tanah air. Ini semua adalah bagian dari fenomena adanya rasa percaya dan keimanan yang sempurna pada beliau, kalaulah tidak ada rasa percaya tentu ini semua tidak akan ada Sampai-sampai, di antara mereka ada seorang anak ingin membunuh ayahnya yang kafir dan seorang ayah ingin membunuh anaknya yang kafir. Untuk apa ini semua mereka lakukan? Kalaulah bukan karena puncak keimanan dan kepercayaan mereka pada Rasulullah saw.
Berikut ini adalah contoh-contoh yang pada hakikatnya merupakan dampak positif dari kepercayaan dan keimanan yang sempurna, sekaligus merupakan bukti nyata atas keimanan itu. Dalam setiap contoh terdapat kesaksian dari pemiliknya, setelah ia membuktikan sendiri bahwa Rasulullah saw. adalah orang yang jujur
tak diragukan lagi.
1. Al-Hafizh Abu Hasan ath-Thayalisi meriwayatkan bahwa Aisyah r.a. berkata, “Ketika para sahabat Nabi saw. berkumpul-mereka berjumlah 38 orang- Abu Bakar mendesak Rasulullah saw. untuk berdakwah secara terang-terangan. Rasulullah saw. berkata, Wahai Abu Bakar, jumlah kita masih sedikit. Tetapi Abu Bakar terus mendesak hingga akhirnya Rasulullah saw. berdakwah terang- terangan. Kaum muslimin ikut berdakwah dan berpencar dalam sisi-sisi masjid. Setiap orang bersama kelompoknya. Abu Bakar berdiri menyam-paikan khotbah, sedangkan Rasulullah saw duduk. Jadi, Abu Bakar adalah khatib pertama yang mengajak beriman kepada Allah dan rasul-Nya.
Kaum musyrikin segera bereaksi. Mereka marah kepada Abu Bakar dan orang-orang Islam. Mereka memukuli orang-orang Islam di semua sisi masjid dengan keras, menginjak-injak Abu Bakar dan menganiayanya dengan sadis. Si Fasik Utbah bin Rabi’ah mendekati Abu Bakar dan me-mukulnya dengan dua sandalnya yang kasar serta menamparkannya pada muka Abu Bakar. Ia melompat di perut dan tubuh Abu Bakar sampai tidak bisa dikenali lagi bentuk mukanya.
Sejurus kemudian, datanglah bani Taim menyerang kaum musyrikin dan melepaskan Abu Bakar. Bani Taim menggotong Abu Bakar dalam kain dan membawanya ke dalam rumahnya. Mereka tidak meragukan lagi kematian-nya. Lalu, bani Taim kembali masuk ke masjid dan berkata, ‘Demi Allah, jika Abu Bakar mati maka akan kami bunuh Utbah bin Rabiah!’ Lalu, mereka kembali ke rumah Abu Bakar. Abu Quhafah dan bani Taim mengajak bicara Abu Bakar sampai ia bisa menjawab, akhirnya ia bisa berbicara pada petang hari dan berkata, ‘Apa yang terjadi pada Rasulullah?’ Mereka langsung men-cela Abu Bakar dengan perkataan serta menghinanya, lalu mereka berdiri dan berkata pada Ummu Khair, ‘Iihatlah, dan beri ia makan atau minum.’ Ketika Ummu Khair hanya berdua dengan Abu Bakar, ia memaksanya untuk berbicara dan berkatalah Abu Bakar, ‘Apa yang terjadi pada Rasulullah?’ Ummu Khair menjawab, ‘Demi Allah, aku tidak tahu apa yang terjadi dengan sahabatmu.’ Dia berkata, ‘Pergilah ke Ummu Jamil binti Khathab dan tanya-kan padanya tentang beliau.’ Segera Ummu Khair pergi menjumpai Ummu Jamil, dan mengatakan, ‘Abu Bakar menanyakan padamu tentang Muhammad bin Abdillah.’ Ummu Jamil menjawab,
‘Aku tidak tahu Abu Bakar juga Muhammad bin Abdillah, bolehkah aku ikut denganmu menemui anakmu?’ Ya,’ jawabnya.
Berjalanlah Ummu Jamil bersama Ummu Khair menjumpai Abu Bakar yang sakit parah. Ummi Jamil mendekatinya, dan berkata dengan suara keras, ‘Demi Allah, sungguh, orang-orang yang memperlakukanmu seperti ini adalah benar-benar fasik dan kufur, aku mengharap dari Allah agar membalaskan untukmu perbuatan mereka.’ Abu Bakar bertanya, ‘Apa yang terjadi pada Rasulullah?’ Ummu Jamil berkata, ‘Ini ada ibumu, ia mendengar.’ Abu Bakar menjawab, ‘la tidak berbahaya bagimu.’ Ummu Jamil lalu mengabarkan, ‘Rasulullah sehat dan baik.’ Di mana beliau?’ tanya Abu Bakar. ‘Di rumah Ibnu Arqam,’ jawab Ummu Jamil. Abu Bakar lalu berkata, ‘Aku bersumpah untuk Allah, aku tidak makan dan minum kalau tidak menemui Rasulullah.’ Keduanya menahan Abu Bakar, sampai keadaan sepi dan manusia tenang, mereka memapahnya keluar hingga memasukkannya menemui Rasulullah saw..
Aisyah r.a. berkata, ‘Rasulullah langsung merangkulnya dan menciumnya, hal itu diikuti kaum muslimin. Rasulullah sangatterharu padanya.’ Abu Bakar berkata, ‘Demi bapak dan ibuku, wahai Rasulullah, aku tidak tertimpa apa-apa kecuali apa yang ditimpakan orang fasik itu pada mukaku. Ini ibuku sangat baik pada
putranya, dan engkau adalah orang yang diberkahi maka ajaklah ia beriman kepada Allah dan doakanlah pada Allah untuknya, semoga dengan doamu Allah menyelamatkan dia dari neraka.’ Kemudian Rasulullah saw. mengajaknya beriman kepada Allah dan ia pun masuk Islam.”
2. Ibnu Ishaq meriwayatkan bahwa Ibnu Umar r.a. berkata, “Ketika Umar r.a. masuk Islam, ia mengatakan, ‘Siapakah orang Quraisy yang paling masyhur menukil perkataan?’ Dikatakan kepadanya, ‘Jamilbin Mamar al-Jahmi.’ Maka ia pergi menemui Jamil. Abdullah bin Umar berkata, ‘Aku juga pergi mengikuti jejaknya dan ingin melihat apa yang ia perbuat—saat itu aku anak lelaki yang sudah memahami segala yang aku lihat hingga ia sampai menemui Jamil, lalu Umar berkata padanya, ‘Apakah kautahu wahai Jamil bahwa aku telah Islam dan masuk agama Muhammad saw.?’ Abdullah berkata, ‘Demi Allah, Jamil tidak menjawabnya, segera ia berdiri mengulurkan serbannya dan beranjak pergi diikuti Umar, aku pun mengikuti mereka.’ Ketika sampai di pintu masjid, Jamil berteriak sekeras-kerasnya, Wahai segenap Quraisy-saatitu merekasedangberkumpul di
sekitar Ka’bah-, ketahuilah, Ibnul Khaththab telah murtad!’ Umar langsung menyahut, ‘la bohong, aku tidak murtad, tetapi aku telah masuk Islam dan aku bersaksi tiada tuhan selain Allah dan Muhammad utusan Allah.’ Mereka langsung bangkit menyerangnya dan terus menyerangnya. Hingga ketika matahari tegak di atas kepala mereka, Umar berkata, ‘Aduh, tak kuat lagi.’ Lalu ia duduk dan mereka berdiri di atas kepalanya. Umar menantang mereka, ‘Lakukan apa yang kalian kehendaki, aku bersumpah jika kami ada tiga ratus orang, maka sungguh, (yang akan terjadi adalah adakalanya) kami yang kalah dan kami tinggalkan Ka’bah untuk kalian atau kalian yang kalah dan meninggalkan Ka’bah untuk kami.’
Abdullah berkata, Tatkala mereka dalam keadaan seperti itu, datanglah seorang lelaki tua dari Quraisy memakai jubah hitam dan pakaian berbordir, ia berhenti di depan mereka dan bertanya, ‘Ada apa dengan kalian ini?’ Mereka menjawab, ‘Umar berpindah agama.’ Ia berkata, ‘Lepaskan ia, apa yang kalian inginkan dari orang yang memilih suatu perkara untuk dirinya sendiri? Apakah kalian kira bani Adiy akan menyerahkan saudaranya pada kalian seperti ini? Tinggalkan saja orang itu.’ Abdullah berkata, ‘Demi Allah, mereka langsung melepaskan Umar seperti pakaian yang terlepas dari Umar.’ Ia berkata, ‘Aku berkata pada ayahku-
setelah hijrah ke Madinah-’Wahai ayah! Siapakah yang menghardik orang-orang kafir dan membebas-kanmu saat engkau masuk Islam dan mereka menyerangmu?’ Beliau menjawab, ‘Itu, wahai anakku, Ash bin Wail Sahmiy.’” Riwayat ini isnadnya baik dan kuat-demikian dalam kitab al-Bidayah.
3. Bukhari meriwayatkan dalam kitab at-Tarikh bahwa Mas’ud bin Khurasy r.a berkata, Tatkala kami berputar antara Shafa dan Marwa, tiba-tiba ada orang ramai-ramai mengikuti seorang pemuda yang tangannya diikat pada lehernya. Aku bertanya, ‘Ada apa dengannya?’ Mereka menjawab, ‘Itu adalah Thalhah bin Ubaidillah, ia telah murtad.’ Seorang wanita di belakangnya marah-marah dan memaki-makinya. Aku bertanya, ‘Siapakah ia?’ Mereka menjawab, ‘Shu’bah binti Hadhrami, ibunya.’
4. Baihaqi, Ibnu Sa’id, Hants, Ibnu Mundzir, Ibnu Asakir, dan Ibnu Abil Hatim meriwayatkan bahwa Sa’ad bin Musayyab r.a. berkata, “Saat Shuhaib r.a. hijrah menghadap Nabi saw., ia diikuti segerombolan musyrik Quraisy, segera ia turun dari kudanya dan memasang busurnya lantas berkata, ‘Kalian telah tahu, hai orang-orang Quraisy, aku adalah orang yang paling jitu memakai panah. Demi Allah, kalian tidak akan sampai menyentuhku, sebab akan aku bidik kalian dengan seluruh anak panah dalam busurku, lalu akan aku tebas kalian dengan pedangku selama ia ada dalam genggamanku. Setelah itu terserah kalian, jika kalian mau aku tunjukkan untuk kalian hartaku di Mekah dan biarkanlah aku berjalan.’ Mereka menjawab, Ya.’ Mereka berjanji untuk itu. Shuhaib pun menunjukkan hartanya pada mereka. Ketika itu Allah menurunkan pada Rasul-Nya ayat Al-Qur an, ‘Dan di antara manusia ada yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah.’ (al-Baqarah: 207) sampai akhir ayat Ketika Nabi saw. bertemu Shuhaib, beliau bersabda, ‘Perniagaanmu telah untung wahai Abu Yahya, perniagaanmu telah untung wahai Abu Yahya!’ Dan, beliau membacakan padanya ayat Al-Qur an itu.”
5. Hakim meriwayatkan dari Sulaiman bin Bilal r.a., “Ketika Rasulullah berangkat menuju Badar, Sa’ad bin Khaitsimah dan ayahnya ingin berangkat bersama beliau. Hal itu disampaikan pada Nabi saw., namun beliau meme-rintahkan agar yang ikut berperang salah satunya saja. Mengetahui hal itu, keduanya menjadi bingung. Khutsaimah bin Harits lalu berkata pada anak-nya yaitu Sa’ad, ‘Salah seorang di antara kita harus ada yang tinggal, maka tinggallah kau bersama istrimu.’ Sa’ad menjawab, ‘Seandainya selain surga tentu aku mengalah dan memberikannya padamu, aku mengharap mati syahid sebentar lagi.’ Akhirnya mereka berdua mengundi dengan anak panah, dan keluarlah anak panah Sa’ad. Maka keluarlah Sa’ad bersama Rasulullah saw. menuju Badar. Ia syahid dibunuh Amru bin Abdu Wudd.’” Hadits ini dikeluarkan juga oleh Ibnu Mubarak dari Sulaiman dan Musa bin Uqbah dari Zuhri, sebagaimana tertera dalam kitab al-Ishabah.
6. Thabrani meriwayatkan dari Ibnu Umar r.a., “Saat Perang Uhud, Umar ibnul Khaththab r.a. berkata pada saudaranya, ‘Pakailahlah baju besiku, wahai Saudaraku!’ Saudaranya menjawab, ‘Aku ingin mati syahid sebagaimana engkau menginginkannya.’ Keduanya meninggalkan baju besi itu.” Haitsami berkata
bahwa rijalnya sahih.
7. Ibnu Ishaq meriwayatkan bahwa Qasim bin Abdurrahman bin Rafi’ saudara bani Adi bin Najjar berkata, “Anas bin Nadhar-paman Anas bin Malik-(di tengah berkecamuknya Perang Uhud) bertemu Umar ibnul Khaththab dan Thalhah bin Ubaidillah yang berada di tengah orang-orang Muhajirin dan Anshar radhiyallahu
‘annum yang saat itu telah membuang senjata yang ada di tangan mereka. Ia bertanya, ‘Apa yang membuat kalian duduk?’ Mereka menjawab, ‘RasuluUah telah terbunuh.’ Ia berkata, ‘Apa yang kalian perbuat dengan hidup setelah kematiannya? Bangkitiah, dan matilah seperti matinya Rasulullah.’ Kemudian ia menyongsong kaum kafir, dan bertarung sampai terbunuh.”
8. Hakim menwayatkan bahwa Zaid bin Tsabit r.a. berkata, “Saat Perang Uhud Rasulullah mengutusku untuk mencari Sa’ad bin Rabi’ r.a. dan beliau berkata padaku, ‘Jika kau melihatnya bacakan padanya salam dariku, dan katakan padanya bahwa Rasulullah mengatakan kepadamu, bagaimana kau men-dapati dirimu?’ Zaid berkata, ‘Aku mulai berkeliling di antara orang-orang yang terbunuh dan aku temukan Sa’ad bin Rabi’ sedang berada di peng-habisan napasnya, terdapat tujuh puluh luka berupa tusukan tombak, sabetan pedang, dan
bidikan panah pada tubuhnya.’ Aku katakan padanya, Wahai Sa’ad, Rasulullah mengucapkan salam untukmu dan mengatakan kepadamu, kabarkan kepadaku bagaimana kau mendapati dirimu?’ Ia menjawab, ‘Salam bagi Rasulullah dan salam bagimu, katakan pada beliau, Wahai Rasulullah aku mendapati diriku mencium bau surga, dan katakan pada kaumku Anshar, jika kalian ikhlas pada Rasulullah saw. dan masih ada satu jengkal untuk membelanya, maka tidak ada uzur bagi kalian di sisi Allah (untuk tidak membela Allah dan Rasul-Nya).’ Ia berkata, ‘Kemudian wafatlah ia rahimahullah.’” Hakim berkomentar, hadits ini isnadnya sahih, dan keduanya (Bukhari dan Muslim) tidak mengeluarkannya. Adz-Dzahabi berkata, Sahih.”
Hakim meriwayatkannya melalui jalan Ibnu Ishaq, “Abdullah bin Abdurrahman bin Abi Sha’sha’ah menceritakan dari ayahnya bahwa Rasulullah saw. bersabda, ‘Siapa yang melihat untukku apa yang terjadi pada Sa’ad bin Rabi’ r.a.?’ - kemudian menuturkan hadits seperti di atas. Sa’ad berkata, ‘Kabarkan pada
Rasulullah saw. bahwa aku termasuk yang mati dan bacakan pada beliau salam dariku serta katakan pada beliau, semoga Allah membalas engkau dengan kebaikan, dari kami dan dari semua umatmu.’”
9. Al-Baihaqi meriwayatkan dari Malik bin Umair r.a., ia telah menemui masa jahiliah, ia berkata, “Seorang laki-laki datang pada Rasulullah dan berkata, ‘Aku berteinu musuh dan bertemu ayahku dalam gerombolan mereka, dan aku mendengar darinya perkataan kotor untukmu, aku tidak bisa sabar sampai akhirnya aku menusuknya dengan tombak (atau sampai aku bunuh dia).’ Mendengar itu, Nabi saw. diam saja. Kemudian, datang laki-laki lain dan berkata, ‘Aku bertemu ayahku, aku meninggalkannya, aku lebih suka orang selain aku yang menghadapinya.’ RasuluUah saw. tetap diam.” Al-Baihaqi berkata, “Ini adalah hadits mursal yang baik.”
10. Al-Bazzar meriwayatkan bahwa Abu Hurairah r.a. berkata, “Rasulullah saw. melewati Abdullah bin Ubay yang sedang berada di bawah tembok benteng dan berkata, ‘Ibnu Abi Kabsyah melempar debu kepada kita.’ Seketika itu anaknya, Abdullah bin Abdullah bin Ubay r.a. berkata, Wahai Rasulullah, demi Zat yang memuliakanmu, jika engkau berkenan pasti aku datangkan kepalanya padamu?’ Beliau menjawab, ‘Jangan kamu lakukan itu, tetapi perlakukan ayahmu dengan baik dan temanilah dengan baik.’” Haitsami berkata, “Diriwayatkan oleh al- Barraz dan rijalnya dapat dipercaya.”
11. Ibnu Hisyam menyebutkan dari Abi Ubaidah dan dari para pakar tentang peperangan lainnya. Umar ibnul Khathab r.a. mendekati Sa’id ibnul Ash r.a. dan berkata padanya, “Kurasa, kamu mengira aku telah membunuh ayahmu. Seandainya pun aku membunuhnya, aku tidak akan meminta maaf padamu karena aku telah membunuhnya. Aku hanya membunuh pamanku, Ash bin Hisyam bin Mughirah. Sedangkan bapakmu, aku temukan dia sedang me lampiaskan marahnya, aku menghalanginya, lalu datanglah anak pamannya menyerangnya mendahuluiku dan membunuhnya.” Riwayat seperti ini ada dalam al-Bidayah, dan ditambahkan dalam kitab al-lsthab dan al-Ishabah, “Lalu Sa’id ibnul Ash berkata padanya, ‘Seandainya kaubunuh dia, kamu benar dan aku yang salah.’ Umar langsung takjub mendengar ucapannya itu.”
12. Ibnu Sa’id meriwayatkan dari Zuhri, ia berkata, “Ketika Abu Sufyan bin Harb datang ke Madinah, ia menemui Rasulullah saw., saat itu beliau hendak menyerang Mekah. Abu Sufyan minta agar Rasulullah saw. memperpanjang dan menambah isi Perjanjian Hudaibiyah, tetapi Rasulullah saw. sama sekali tidak menerimanya. Abu Sufyan lalu beranjak dan masuk ke rumah putrinya, Ummu Habibah r.a. Ketika ia hendak duduk di kasur Rasulullah saw, Ummu Habibah melipatnya. Ia berkata, ‘Hai putriku, apakah karena kasur ini kau membenciku ataukah membenciku karenanya?’ Dia menjawab, ‘Karena kasur itu adalah kasur Rasulullah dan engkau orang yang najis dan musyrik!’ Abu Sufyan membalas berkata, ‘Hai putriku, kamu telah ditimpa kejelekan setelah meninggalkanku.’” Ibnu Ishaq menyebutkan riwayat seperti ini tanpa isnad, sebagaimana dalam al-Bidayah dan menambahkan, “Aku tidak suka kau duduk pada kasurnya.”
13. Thabrani meriwayatkan bahwa Anas bin Malik r.a. berkata, “Ketika Perang Uhud, penduduk Madinah membentuklingkaran. Mereka berkata, ‘Muhammad telah terbunuh!’ Sehingga menggemalah teriakan-teriakan dari arah Madinah. Maka keluarlah seorang wanita dari Anshar dan mendapati bapaknya, anaknya, dan saudaranya-telah mati semua-aku tidak tahu mana yang ia temui lebih dulu. Setiap kali ia bertemu seorang di antara mereka, wanita itu bertanya, ‘Siapa ini?’ Mereka menjawab, ‘Bapakmu, saudaramu, anakmu.’ Ia malah bertanya, ‘Apa yang terjadi dengan Rasulullah saw.?’ Para sahabat menjawab, ‘Beliau ada di depanmu.’ Hingga akhirnya ia tiba di hadapan Rasulullah saw dan memegangi ujung pakaian beliau seraya berkata, ‘Demi bapakku, engkau dan ibuku, wahai Rasulullah, aku tidak peduli (apa pun yang menimpa pada keluargaku) asal engkau selamat dari kecelakaan.’”Nash-nash ini menjelaskan seberapa jauh keimanan para sahabat dan peng-ikut yang selalu menyertai Rasulullah saw.. Sekaligus menunjukkan betapa kepercayaan mereka pada Rasulullah saw. sangatlah kuat tiada bandingnya.
c. Kesaksian Realitas
Kesaksian realitas adalah kesaksian paling tinggi dan kuat karena melalui realitas manusia bisa mencapai keyakinan yang tidak bercampur keraguan. Silakan mengadakan kajian yang rinci terhadap segala sesuatu yang datangnya dari Rasulullah saw, baik perkataan maupun perbuatan. Jika akhimyayang ia temukan dalam semua perkataan dan perbuatan beliau hanyalah kebenaran dan kejujuran, serta tidak keluar sedikit pun darinya, maka di hadapan manusia hanya ada satu jalan, yaitu mempercayai dan membenarkan beliau.
Akan bisa dapati dalam bab kedua, kajian yang sempurna pada Al-Qur’an men- jelaskan pada Anda bahwa semua kandungan Al-Qur’an adalah benar, nyata, dan berasal dari Allah swt. Akan kita dapati dalam bab ketiga-insya Allah-bahwa pengujian yang sempurna pada nubuat-nubuat beliau menunjukkan pada Anda bahwa masa depan adalah penyingkap, pembenar, dan penguat nubuat tersebut. Kami akan menukilkan beberapa contoh dari canda dan gurau beliau. Akan kita dapati bahwa hal itu tidak keluar dari kebenaran dan kejujuran. Juga contoh janji beliau, betapa beliau selalu menepatinya dengan benar. Juga, contoh beberapa hadits beliau, yang manusia bisa mengetahui kejujuran dan kebenaran beliau melalui penelitian dan pengujian. Kita akan mendapati suatu keajaiban, yaitu adanya kesesuaian antara apa yang diketahui manusia zaman sekarang setelah melakukan hipotesa dan penelitian dengan apa yang diucapkan Rasulullah saw. beberapa abad yang silam. Kami akan menutup bagian ini dengan catatan penting bahwa satu-satunya sumber yang dapat kita ambil untuk mengetahui hal-hal yang gaib dengan pasti adalah Rasulullah saw, dan sabda beliau adalah dalil melebihi dalil lainnya, disertai pembahasan beberapa persoalan yang berkaitan dengan masalah ini.
Setiap rasul Allah wajib memiliki empat sifat asasi berikut ini, sehingga pantas untuk mengemban risalah Ilahi.
1. Ash-Shidqul Muthlaq atau kejujuran secara mutlak yang tidak rusak dalam segala kondisi. Sekiranya setiap perkataannya diuji, pastilah sesuai dengan kenyataan; baik ketika ia berjanji, serius, bercanda, memberi kabar, maupun ketika bernubuat. Apabila sifat ini rusak sedikit saja, maka risalah yang ia bawa pun secara otomatis rusak pula karena manusia tidak percaya dengan rasul yang tidak jujur. Seorang rasul yang jujur, tidak sedikit pun dari perkataannya yang mengandung kebatilan, dalam kondisi dan situasi apa pun.
2. Al-Iltizamul Kamil atau komitmen dan sifat amanah yang sempurna dengan apa yang ia serukan, sebagai wakil dari Allah. Tugas rasul adalah menyam-paikan kepada manusia risalah yang dibebankan oleh Allah kepada mereka. Apabila seorang rasul sendiri tidak menegakkan kandungan risalah itu, maka hal itu menunjukkan bahwa ia tidak berinteraksi dengan isi risalah tersebut, dan itu menjadi bukti kedustaannya dalam menyampaikan risalah. Seorang rasul yang mempunyai hubungan langsung dengan Allah, pastilah amat mengerti tentang keagungan Allah, dan tidak mungkin melanggar perintah Allah. Tindakan melanggar perintah Allah adalah suatu pengkhianatan ke-pada-Nya, dan orang-orang yang tidak amanah tentunya tidak pantas mengemban risalah.
3. At-Tablighul Kamil atau penyampaian kandungan risalah secara sempurna dan kontinu, disertai rasa tidak peduli pada kebencian, siksaan, kejahatan, tipu daya, konspirasi, atau sikap kasar manusia yang menghalangi dakwah-nya. Juga, istiqamah dalam mengerjakan perintah Allah dan tidak menye-leweng darinya, meskipun menghadapi bujukan apa pun. Tanpa tablig (penyampaian) , niscaya risalah Hahi tidak akan muncul. Tanpa kontinuitas serta kesabaran dalam bertablig, niscaya risalah tersebut tidak akan bertahan keberadaannya Adapun tunduk pada tekanan manusia atau bujukan mereka saat menyampaikan risalah itu, menjadi bukti kebohongan klaim penyampaian risalah dari Allah. Tidak ada yang menyampaikan risalah Allah kecuali orang yang cintanya pada Allah mengalahkan segalanya Hanya Allahlah yang agung di sisinya, dan hanya ridha-Nya yang menjadi tujuannya.
4. Al-AqlulAzhim atau intelegensi yang cemeriang. Manusia tidak tunduk dan mengikuti orang lain kecuali jika orang tersebut lebih cerdas darinya, agar mereka merasa tenang bahwa ia tidak membawa mereka pada jalan yang salah. Tanpa intelegensia yang cemerlang, pengemban risalah juga tidak akan mampu meyakinkan orang lain akan kebenaran yang ia bawa, khusus-nya bagi orang-orang yang memiliki wawasan luas dan intelektualitas yang tinggi. Ia juga tidak akan mampu menghadapi serangan orang-orang yang memusuhi ajarannya, yang menolak dakwahnya, dan yang menyimpang dari jalan kebenaran. Oleh karena
itu, seorang rasul seharusnya adalah seorang yang paling cerdik, paling cerdas, paling berakal, paling bijak, dan paling sem-purna pengetahuannya dibandingkan manusia yang lain, sehingga keberada-an dirinya sendiri bisa menjadi bukti kebenaran risalah yang ia sampaikan.
Apabila keempat sifat ini berkumpul dalam diri seorang manusia yang mengklaim dirinya seorang rasul Allah, disertai tanda-tanda kerasulan lainnya, tanpa ada hal yang mencegah klaimnya, maka hal itu dapat menjadi bukti dan dalil kebenaran pengakuannya. Ketika tidak ada alasan untuk mendustakan kejujuran seseorang yang terkenal jujur, tidak ada penjelasan bagi komitmennya yang kuat, kecuali ketundukannya kepada Allah swt. Bertahannya sang penyampai risalah dalam bertablig, meskipun banyak faktor yang mendorongnya untuk mundur, yang membuktikan keikhlasannya pada dakwah yang ia bawa, dan pada Tuhan yang ia junjung risalah-Nya, serta adanya dakwah yang disertai hujjah yang sempurna berikut pembawa dakwah yang mampu memberikan bukti kebenaran dakwah tersebut dalam segala seginya, menjadi bukti kebenaran dakwah dan risalah tersebut.
Dalam sub bab ini kita akan mendapati bahwa Rasulullah saw. adalah teladan yang utama dalam semua sifat-sifat ini. Anda tidak dapat mempelajari satu sifat dalam diri beliau kecuali mengakui bahwa pemiliknya adalah benar-benar seorang rasul Allah. Kita akan mempelajari sifat-sifat ini sesuai dengan urutan yang telah tersebut.
1. Kejujuran Rasulullah
Metode kami dalam menampilkan sifat ini adalah dengan mendatangkan kesaksian-kesaksian atas kejujuran Rasulullah saw.. Kesaksian ini sebagai berikut
a. Kesaksian musuh-musuh Rasulullah.
b. Kesaksian para pengikut Rasulullah.
c. Kesaksian realitas yang mencakup empat hal: pemberian kabar, berjanji dan membuat perjanjian, canda, serta dalam nubuat
a. Kesaksian Musuh-Musuh Rasulullah
Kesaksian musuh-musuh beliau mempunyai nilai yang besar. Hal itu menunjukkan pada puncak kepercayaan masyarakat terhadap pribadi Rasulullah saw. Hanya saja, sebagian manusia dikuasai kebodohan dan keangkuhannya, sehingga mereka mengingkari hal itu tanpa alasan yang jelas. Nash-nash di bawah ini meyakinkan Anda apa yang kami sampaikan.
Al-Baihaqi meriwayatkan bahwa Mughirah bin Syu’bah berkata, “Hari pertama aku mengenal Rasulullah saw. adalah tatkala aku dan Abu Jahal berjalan-jalan di sebuah lorong Mekah, tiba-tiba kami bertemu Rasulullah saw. Selanjutriya,beliau menyeru Abu Jahal, ‘Wahai Abu Hakam, marilahberiman kepada Allah dan rasul-
Nya. Aku mengajakmu kepada Allah.’ Abu Jahal menjawab, ‘Hai Muhammad, tidakkah kamu berhenti mencela tuhan-tuhan kami? Tidakkah yang kamu inginkan adalah agar kami bersaksi bahwa kamu telah menyampaikan risalah? Baiklah kami bersaksi bahwa kamu telah menyampaikan. Demi Allah, seandainya
aku tahu apa yang kamu sampaikan itu benar, tentu aku mengikuti kamu.’ Rasulullah saw lantas berlalu, sementara Abu Jahal menghadap padaku, sambil berkata, ‘Demi Allah, sebenarnya aku tahu apa yang ia katakan adalah benar, tapi ada sesuatu yang mencegahku, yaitu bani Qushayy pernah mengatakan, ‘Pada kami kekuasaan menjaga ka bah (hijabah)’ Kami menjawab, Ya.’ Lalu mereka berkata, ‘Pada kami kekuasaan memberi minum haji (siqayah).’ Kami menjawab, Ya.’ Lalu mereka berkata, Pada kami kekuasaan memimpin rapat (nadwah).’ Kami menjawab, Ya.’ Kemudian mereka berkata, ‘Pada kami kekuasaan memimpin perang Qiwa ).’ Kami menjawab, Ya.’ Setelah itu, mereka memberi makan kendaraan mereka dan kami memberi makan kendaraan kami, hingga tatakala kendaraan siap dan berdekatan mereka mengatakan, ‘Dari kami seorang nabi.’ Maka, demi Allah, aku tidak menjawabnya.’” Ibnu Abi Syaibah juga mengeluarkan riwayat semisal ini. At-Tirmidzi meriwayatkan dari Ali r.a., “Abu Jahal berkata pada Nabi saw, ‘Kami tidak mendustakanmu, tetapi mendustakan apa yang kamu bawa.’” Allah swt berfirman, “... mereka sebenarnya bukanlah mendustakan kamu, akan tetapi orang-orang yang zalim itu mengingkari ayat-ayat Allahlah.” (QS. Al-An’aam: 33)
Ibnu Asakir meriwayatkan bahwa Mu’awiyyah r.a. bercerita, “Abu Sufyan keluar menuju tanah lapang miliknya, mengiringi Hindun. Aku ikut keluar berjalan didepan mereka. Saat itu aku masih seorang bocah dan aku menunggang keledaiku. Tiba-tiba kami mendengar kehadiran Rasulullah saw. Maka Abu Sufyan berkata,
Turunlah, hai Mu’awiyah supaya Muhammad menaiki kendaraanmu!’ Aku langsung turun dari keledaiku dan Rasulullah saw. menaikinya, beliau berjalan di depan kami sebentar menoleh kepada kami dan bersabda, Wahai Abu Sufyan bin Harb dan Hindun binti Utbah! Demi Allah, sungguh kalian pasti mati, kemudian pasti dibangkitkan, lalu yang berbuat kebajikan pasti masuk surga dan yang berbuat keburukan pasti masuk neraka. Aku berkata pada kalian dengan benar, dan kalian sungguh orang yang pertama aku beri peringatan.’ Kemudian Rasulullah saw membaca, ‘Haa Miim. Diturunkan dari Tuhan yang Maka Pemurah lagi Maka Penyayang...’ hingga ‘... keduanya menjawab, ‘Kami datang dengan suka hati.’ (Fushshilat: 1-11)
Abu Sufyan lalu berkata kepada beliau, ‘Apakah engkau sudah selesai, wahai Muhammad?’ Beliau menjawab, Ya.’ Rasulullah saw. turun dari keledai lantas aku menaikinya. Lalu Hindun menghadap Abu Sufyan seraya berkata, ‘Apakah untuk tukang sihir ini kau turunkan anakku?’ Tidak, demi Allah ia bukan tukang sihir dan bukan pembohong,’ jawab Abu Sufyan.’” Hadits ini dikeluarkan juga oleh Thabrani.
Imam Bukhari dan Muslim juga menceritakan kisah Abu Sufyan di hadapan Heraklius-sebagaimana diceritakan Abu Sufyan sendiri pada Ibnu Abbas. Diantaranya adalah pertanyaan Heraklius pada Abu Sufyan, “Heraklius bertanya, ‘Apakah kalian menuduhnya berbuat dusta sebelum ia mendakwahkan ajarannya?’ Aku jawab, Tidak.’” Di akhir kisah itu, Heraklius berkata pada Abu Sufyan, “Aku tanyakan pada kalian apakah kalian menuduhnya berdusta sebelum ia mendakwahkan ajarannya, kalian jawab tidak. Maka aku segera tahu bahwa ia tidak mungkin meninggalkan dusta pada manusia untuk kemudian berdusta pada Allah swt.”
Imam Bukhari, Muslim, dan Tirmidzi juga meriwayatkan dari Ibnu Abbas ra., ia mengatakan, “Ketika turun firman, ‘Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat.’
(asy-Syu’araa : 214)
Rasulullah saw. langsung naik ke bukit Shafa dan memanggil-manggil, Wahai bani Fahr, wahai bani Adi,’ kepada pemuka-pemuka Quraisy hingga mereka berkumpul dan beliau bersabda, ‘Jawablah, seandainya aku beri kabar bahwa ada pasukan kuda di balik lembah itu ingin menyerang kalian, apakah kalian percaya pada ucapanku?’ Mereka menjawab, Ya, kami tidak pernah menjumpaimu berdusta. Hanya kejujuran dan kebenaran perkataanmu yang selama ini kami tahu.’ Beliau melanjutkan, ‘Sesungguhnya aku pemberi peringatan pada kalian, di antara kedua tanganku terdapat siksa yang pedih.’ Abu Lahab langsung menimpali, ‘Celaka kau, hai Muhammad! Apakah untuk ini kau kumpulkan kami.’ Maka turunlah ayat, ‘Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya ia akan binasa.’ (al-Lahab: 1)
Dari nash-nash ini jelaslah bagi Anda bahwa kepercayaan pada kejujuran Muhammad saw. nyata adanya, dan tidak ada keraguan dalam masalah ini sama sekali. Inilah yang menjelaskan kita pada hal-hal berikut
1. Adanya orang-orang yang sebelumnya memerangi beliau, kemudian percaya dan beriman kepada beliau, satu per satu, taat tanpa paksaan, seperti Khalid ibnul Walid, Amru ibnul Ash, dan Umar ibnul Khaththab. Hal itu tak lain karena mereka tidak ragu bahwa Muhammad saw. adalah orangyang jujur dan benar
(skadiq), hanya saja mereka dikejutkan oleh sesuatu yang belum pernah mereka dengar, juga bapak-bapak mereka, sehingga mereka mengingkarinya. Ketika keterkejutan itu hilang dan mereka memakai akal pikirannyayang jernih, bertemulah kebenaran pikiran dengan kepercayaan dasar pada pribadi Muhammad
saw., dan lahirlah keimanan.
2. Tampaknya keikhlasan kepada beliau, dalam diri orang-orang yang sebelumnya kafir dan kemudian beriman. Di antara mereka ada yang baru beriman pada masa-masa akhir kehidupan Rasulullah, setelah mereka tertakluk-kan oleh pasukan Islam, seperti orang-orang Quraisy lainnya. Mereka akhir-nya menyerah pada Islam, setelah sebelumnya ada perasaan membangkang, dengki, ragu, dan syahwaty ang mencegah mereka untuk itu. Ketika mereka masuk Islam karena tunduk pada kenyataan, mereka ikhlas dan setia pada Rasulullah saw. dengan keikhlasan yang sempurna. Mereka pun berjuang mati-matian di jalan Islam setelah penutup kebenaran hilang dari mata mereka. Setelah itu, tampaklah di mata dan hati mereka bahwa Muhammad saw. adalah saudara dan putra yang mulia. Pengetahuan dan kepercayaan mereka pada pribadi beliau adalah dasar pertama yang membuat mereka ikhlas menempuh jalan baru mereka (yaitu Islam), yang mereka lalui dengan kebahagiaan.
Inilah kesaksian musuh-musuh Rasulullah saw. Sebagian mereka masuk Islam setelah mengadakan permusuhan sengit, dan sebagian lagi mati dalam kekafirannya. Akan tetapi, dalam permusuhan paling sengit sekalipun, semua mengakui dan meyakini bahwa Muhammad saw adalah orang yang jujur.
b. Kesaksian Para Pengikut Rasulullah
Kami paparkan kesaksian para sahabat dan pengikut Rasulullah saw. sebagai berikut :
Rasulullah saw. senantiasa bergaul dan hidup bersama para sahabatnya dalam segala hal; makan, minum, bepergian, shalat, dan dalam pertemuan-per-temuan (majelis). Beliau menyukai kesederhanaan dan keterusterangan, serta membenci sesuatu yang dibuat-buat dan dipaksa-paksakan (takallufi. Sebagian sahabat
menemani beliau sebelum dan setelah kenabian selama puluhan tahun.
Para sahabat bukanlah orang-orang yang bodoh dan terbelakang serta terasing dari perkembangan dunia. Bahkan, sebagian mereka berasal dari Mekah, yang menjadi tujuan bangsa Arab untuk berhaji setiap tahun, dan seluruh Jazirah Arab tunduk kepada penduduknya karena keutamaan dan kepemimpinannya, mereka biasa bepergian untuk melakukan hubungan dagang dengan Yaman dan Syam yang merupakan pusat peradaban saat itu. Sebagian lagi berasal dari Madinah, di mana terjadi kontak pemikiran dengan bangsa Yahudi yang menye-babkan mereka berwawasan luas dan terbuka hatinya.
Para sahabat juga telah membuktikan, di masa hidup Rasulullah saw. dan setelah wafatnya, mereka adalah manusia paling cemerlang akal pikirannya, paling kaya taktik dan pengalamannya, serta paling banyak mengetahui tokoh, suku, dan politik bangsa-bangsa di dunia saatitu. Dengan bukti, meski dengan keterbatasan
sarana, mereka berhasil membuka sebagian besar negara-negara berperadaban waktu itu. Mereka juga berhasil mengaturnya, mendapatkan kecintaan dari pen- duduknya, serta menggabungkannya ke dalam rengkuhan umat Islam.
Jika dua sisi ini bertemu, yakni pergaulan yang intens dan kecerdasan orang yang digauli, maka kedustaan tidak mungkin disembunyikan dan akan terbuka serta kejujuran akan tampak terang.
Ada fenomena yang jelas dalam kehidupan para sahabat, yaitu semakin bertambah intensitas pergaulan mereka dengan Rasulullah saw., maka semakin kuatlah keimanan mereka pada beliau. Bahkan, orang yang paling banyak bergaul dengan Rasulullah saw. yang paling tinggi keimanan dan ketaatannya pada beliau. Keimanan ini sampai pada satu tingkatan bahwa mati untuk apa yang diinginkan Rasulullah saw. lebih mereka cintai daripada hidup. Menginfakkan harta lebih mereka sukai daripada menyimpannya Taat lebih mereka cintai daripada maksiat Agama Rasulullah saw. lebih mereka cintai daripada harta, anak, tempat tinggal, istri, dan tanah air. Ini semua adalah bagian dari fenomena adanya rasa percaya dan keimanan yang sempurna pada beliau, kalaulah tidak ada rasa percaya tentu ini semua tidak akan ada Sampai-sampai, di antara mereka ada seorang anak ingin membunuh ayahnya yang kafir dan seorang ayah ingin membunuh anaknya yang kafir. Untuk apa ini semua mereka lakukan? Kalaulah bukan karena puncak keimanan dan kepercayaan mereka pada Rasulullah saw.
Berikut ini adalah contoh-contoh yang pada hakikatnya merupakan dampak positif dari kepercayaan dan keimanan yang sempurna, sekaligus merupakan bukti nyata atas keimanan itu. Dalam setiap contoh terdapat kesaksian dari pemiliknya, setelah ia membuktikan sendiri bahwa Rasulullah saw. adalah orang yang jujur
tak diragukan lagi.
1. Al-Hafizh Abu Hasan ath-Thayalisi meriwayatkan bahwa Aisyah r.a. berkata, “Ketika para sahabat Nabi saw. berkumpul-mereka berjumlah 38 orang- Abu Bakar mendesak Rasulullah saw. untuk berdakwah secara terang-terangan. Rasulullah saw. berkata, Wahai Abu Bakar, jumlah kita masih sedikit. Tetapi Abu Bakar terus mendesak hingga akhirnya Rasulullah saw. berdakwah terang- terangan. Kaum muslimin ikut berdakwah dan berpencar dalam sisi-sisi masjid. Setiap orang bersama kelompoknya. Abu Bakar berdiri menyam-paikan khotbah, sedangkan Rasulullah saw duduk. Jadi, Abu Bakar adalah khatib pertama yang mengajak beriman kepada Allah dan rasul-Nya.
Kaum musyrikin segera bereaksi. Mereka marah kepada Abu Bakar dan orang-orang Islam. Mereka memukuli orang-orang Islam di semua sisi masjid dengan keras, menginjak-injak Abu Bakar dan menganiayanya dengan sadis. Si Fasik Utbah bin Rabi’ah mendekati Abu Bakar dan me-mukulnya dengan dua sandalnya yang kasar serta menamparkannya pada muka Abu Bakar. Ia melompat di perut dan tubuh Abu Bakar sampai tidak bisa dikenali lagi bentuk mukanya.
Sejurus kemudian, datanglah bani Taim menyerang kaum musyrikin dan melepaskan Abu Bakar. Bani Taim menggotong Abu Bakar dalam kain dan membawanya ke dalam rumahnya. Mereka tidak meragukan lagi kematian-nya. Lalu, bani Taim kembali masuk ke masjid dan berkata, ‘Demi Allah, jika Abu Bakar mati maka akan kami bunuh Utbah bin Rabiah!’ Lalu, mereka kembali ke rumah Abu Bakar. Abu Quhafah dan bani Taim mengajak bicara Abu Bakar sampai ia bisa menjawab, akhirnya ia bisa berbicara pada petang hari dan berkata, ‘Apa yang terjadi pada Rasulullah?’ Mereka langsung men-cela Abu Bakar dengan perkataan serta menghinanya, lalu mereka berdiri dan berkata pada Ummu Khair, ‘Iihatlah, dan beri ia makan atau minum.’ Ketika Ummu Khair hanya berdua dengan Abu Bakar, ia memaksanya untuk berbicara dan berkatalah Abu Bakar, ‘Apa yang terjadi pada Rasulullah?’ Ummu Khair menjawab, ‘Demi Allah, aku tidak tahu apa yang terjadi dengan sahabatmu.’ Dia berkata, ‘Pergilah ke Ummu Jamil binti Khathab dan tanya-kan padanya tentang beliau.’ Segera Ummu Khair pergi menjumpai Ummu Jamil, dan mengatakan, ‘Abu Bakar menanyakan padamu tentang Muhammad bin Abdillah.’ Ummu Jamil menjawab,
‘Aku tidak tahu Abu Bakar juga Muhammad bin Abdillah, bolehkah aku ikut denganmu menemui anakmu?’ Ya,’ jawabnya.
Berjalanlah Ummu Jamil bersama Ummu Khair menjumpai Abu Bakar yang sakit parah. Ummi Jamil mendekatinya, dan berkata dengan suara keras, ‘Demi Allah, sungguh, orang-orang yang memperlakukanmu seperti ini adalah benar-benar fasik dan kufur, aku mengharap dari Allah agar membalaskan untukmu perbuatan mereka.’ Abu Bakar bertanya, ‘Apa yang terjadi pada Rasulullah?’ Ummu Jamil berkata, ‘Ini ada ibumu, ia mendengar.’ Abu Bakar menjawab, ‘la tidak berbahaya bagimu.’ Ummu Jamil lalu mengabarkan, ‘Rasulullah sehat dan baik.’ Di mana beliau?’ tanya Abu Bakar. ‘Di rumah Ibnu Arqam,’ jawab Ummu Jamil. Abu Bakar lalu berkata, ‘Aku bersumpah untuk Allah, aku tidak makan dan minum kalau tidak menemui Rasulullah.’ Keduanya menahan Abu Bakar, sampai keadaan sepi dan manusia tenang, mereka memapahnya keluar hingga memasukkannya menemui Rasulullah saw..
Aisyah r.a. berkata, ‘Rasulullah langsung merangkulnya dan menciumnya, hal itu diikuti kaum muslimin. Rasulullah sangatterharu padanya.’ Abu Bakar berkata, ‘Demi bapak dan ibuku, wahai Rasulullah, aku tidak tertimpa apa-apa kecuali apa yang ditimpakan orang fasik itu pada mukaku. Ini ibuku sangat baik pada
putranya, dan engkau adalah orang yang diberkahi maka ajaklah ia beriman kepada Allah dan doakanlah pada Allah untuknya, semoga dengan doamu Allah menyelamatkan dia dari neraka.’ Kemudian Rasulullah saw. mengajaknya beriman kepada Allah dan ia pun masuk Islam.”
2. Ibnu Ishaq meriwayatkan bahwa Ibnu Umar r.a. berkata, “Ketika Umar r.a. masuk Islam, ia mengatakan, ‘Siapakah orang Quraisy yang paling masyhur menukil perkataan?’ Dikatakan kepadanya, ‘Jamilbin Mamar al-Jahmi.’ Maka ia pergi menemui Jamil. Abdullah bin Umar berkata, ‘Aku juga pergi mengikuti jejaknya dan ingin melihat apa yang ia perbuat—saat itu aku anak lelaki yang sudah memahami segala yang aku lihat hingga ia sampai menemui Jamil, lalu Umar berkata padanya, ‘Apakah kautahu wahai Jamil bahwa aku telah Islam dan masuk agama Muhammad saw.?’ Abdullah berkata, ‘Demi Allah, Jamil tidak menjawabnya, segera ia berdiri mengulurkan serbannya dan beranjak pergi diikuti Umar, aku pun mengikuti mereka.’ Ketika sampai di pintu masjid, Jamil berteriak sekeras-kerasnya, Wahai segenap Quraisy-saatitu merekasedangberkumpul di
sekitar Ka’bah-, ketahuilah, Ibnul Khaththab telah murtad!’ Umar langsung menyahut, ‘la bohong, aku tidak murtad, tetapi aku telah masuk Islam dan aku bersaksi tiada tuhan selain Allah dan Muhammad utusan Allah.’ Mereka langsung bangkit menyerangnya dan terus menyerangnya. Hingga ketika matahari tegak di atas kepala mereka, Umar berkata, ‘Aduh, tak kuat lagi.’ Lalu ia duduk dan mereka berdiri di atas kepalanya. Umar menantang mereka, ‘Lakukan apa yang kalian kehendaki, aku bersumpah jika kami ada tiga ratus orang, maka sungguh, (yang akan terjadi adalah adakalanya) kami yang kalah dan kami tinggalkan Ka’bah untuk kalian atau kalian yang kalah dan meninggalkan Ka’bah untuk kami.’
Abdullah berkata, Tatkala mereka dalam keadaan seperti itu, datanglah seorang lelaki tua dari Quraisy memakai jubah hitam dan pakaian berbordir, ia berhenti di depan mereka dan bertanya, ‘Ada apa dengan kalian ini?’ Mereka menjawab, ‘Umar berpindah agama.’ Ia berkata, ‘Lepaskan ia, apa yang kalian inginkan dari orang yang memilih suatu perkara untuk dirinya sendiri? Apakah kalian kira bani Adiy akan menyerahkan saudaranya pada kalian seperti ini? Tinggalkan saja orang itu.’ Abdullah berkata, ‘Demi Allah, mereka langsung melepaskan Umar seperti pakaian yang terlepas dari Umar.’ Ia berkata, ‘Aku berkata pada ayahku-
setelah hijrah ke Madinah-’Wahai ayah! Siapakah yang menghardik orang-orang kafir dan membebas-kanmu saat engkau masuk Islam dan mereka menyerangmu?’ Beliau menjawab, ‘Itu, wahai anakku, Ash bin Wail Sahmiy.’” Riwayat ini isnadnya baik dan kuat-demikian dalam kitab al-Bidayah.
3. Bukhari meriwayatkan dalam kitab at-Tarikh bahwa Mas’ud bin Khurasy r.a berkata, Tatkala kami berputar antara Shafa dan Marwa, tiba-tiba ada orang ramai-ramai mengikuti seorang pemuda yang tangannya diikat pada lehernya. Aku bertanya, ‘Ada apa dengannya?’ Mereka menjawab, ‘Itu adalah Thalhah bin Ubaidillah, ia telah murtad.’ Seorang wanita di belakangnya marah-marah dan memaki-makinya. Aku bertanya, ‘Siapakah ia?’ Mereka menjawab, ‘Shu’bah binti Hadhrami, ibunya.’
4. Baihaqi, Ibnu Sa’id, Hants, Ibnu Mundzir, Ibnu Asakir, dan Ibnu Abil Hatim meriwayatkan bahwa Sa’ad bin Musayyab r.a. berkata, “Saat Shuhaib r.a. hijrah menghadap Nabi saw., ia diikuti segerombolan musyrik Quraisy, segera ia turun dari kudanya dan memasang busurnya lantas berkata, ‘Kalian telah tahu, hai orang-orang Quraisy, aku adalah orang yang paling jitu memakai panah. Demi Allah, kalian tidak akan sampai menyentuhku, sebab akan aku bidik kalian dengan seluruh anak panah dalam busurku, lalu akan aku tebas kalian dengan pedangku selama ia ada dalam genggamanku. Setelah itu terserah kalian, jika kalian mau aku tunjukkan untuk kalian hartaku di Mekah dan biarkanlah aku berjalan.’ Mereka menjawab, Ya.’ Mereka berjanji untuk itu. Shuhaib pun menunjukkan hartanya pada mereka. Ketika itu Allah menurunkan pada Rasul-Nya ayat Al-Qur an, ‘Dan di antara manusia ada yang mengorbankan dirinya karena mencari keridhaan Allah.’ (al-Baqarah: 207) sampai akhir ayat Ketika Nabi saw. bertemu Shuhaib, beliau bersabda, ‘Perniagaanmu telah untung wahai Abu Yahya, perniagaanmu telah untung wahai Abu Yahya!’ Dan, beliau membacakan padanya ayat Al-Qur an itu.”
5. Hakim meriwayatkan dari Sulaiman bin Bilal r.a., “Ketika Rasulullah berangkat menuju Badar, Sa’ad bin Khaitsimah dan ayahnya ingin berangkat bersama beliau. Hal itu disampaikan pada Nabi saw., namun beliau meme-rintahkan agar yang ikut berperang salah satunya saja. Mengetahui hal itu, keduanya menjadi bingung. Khutsaimah bin Harits lalu berkata pada anak-nya yaitu Sa’ad, ‘Salah seorang di antara kita harus ada yang tinggal, maka tinggallah kau bersama istrimu.’ Sa’ad menjawab, ‘Seandainya selain surga tentu aku mengalah dan memberikannya padamu, aku mengharap mati syahid sebentar lagi.’ Akhirnya mereka berdua mengundi dengan anak panah, dan keluarlah anak panah Sa’ad. Maka keluarlah Sa’ad bersama Rasulullah saw. menuju Badar. Ia syahid dibunuh Amru bin Abdu Wudd.’” Hadits ini dikeluarkan juga oleh Ibnu Mubarak dari Sulaiman dan Musa bin Uqbah dari Zuhri, sebagaimana tertera dalam kitab al-Ishabah.
6. Thabrani meriwayatkan dari Ibnu Umar r.a., “Saat Perang Uhud, Umar ibnul Khaththab r.a. berkata pada saudaranya, ‘Pakailahlah baju besiku, wahai Saudaraku!’ Saudaranya menjawab, ‘Aku ingin mati syahid sebagaimana engkau menginginkannya.’ Keduanya meninggalkan baju besi itu.” Haitsami berkata
bahwa rijalnya sahih.
7. Ibnu Ishaq meriwayatkan bahwa Qasim bin Abdurrahman bin Rafi’ saudara bani Adi bin Najjar berkata, “Anas bin Nadhar-paman Anas bin Malik-(di tengah berkecamuknya Perang Uhud) bertemu Umar ibnul Khaththab dan Thalhah bin Ubaidillah yang berada di tengah orang-orang Muhajirin dan Anshar radhiyallahu
‘annum yang saat itu telah membuang senjata yang ada di tangan mereka. Ia bertanya, ‘Apa yang membuat kalian duduk?’ Mereka menjawab, ‘RasuluUah telah terbunuh.’ Ia berkata, ‘Apa yang kalian perbuat dengan hidup setelah kematiannya? Bangkitiah, dan matilah seperti matinya Rasulullah.’ Kemudian ia menyongsong kaum kafir, dan bertarung sampai terbunuh.”
8. Hakim menwayatkan bahwa Zaid bin Tsabit r.a. berkata, “Saat Perang Uhud Rasulullah mengutusku untuk mencari Sa’ad bin Rabi’ r.a. dan beliau berkata padaku, ‘Jika kau melihatnya bacakan padanya salam dariku, dan katakan padanya bahwa Rasulullah mengatakan kepadamu, bagaimana kau men-dapati dirimu?’ Zaid berkata, ‘Aku mulai berkeliling di antara orang-orang yang terbunuh dan aku temukan Sa’ad bin Rabi’ sedang berada di peng-habisan napasnya, terdapat tujuh puluh luka berupa tusukan tombak, sabetan pedang, dan
bidikan panah pada tubuhnya.’ Aku katakan padanya, Wahai Sa’ad, Rasulullah mengucapkan salam untukmu dan mengatakan kepadamu, kabarkan kepadaku bagaimana kau mendapati dirimu?’ Ia menjawab, ‘Salam bagi Rasulullah dan salam bagimu, katakan pada beliau, Wahai Rasulullah aku mendapati diriku mencium bau surga, dan katakan pada kaumku Anshar, jika kalian ikhlas pada Rasulullah saw. dan masih ada satu jengkal untuk membelanya, maka tidak ada uzur bagi kalian di sisi Allah (untuk tidak membela Allah dan Rasul-Nya).’ Ia berkata, ‘Kemudian wafatlah ia rahimahullah.’” Hakim berkomentar, hadits ini isnadnya sahih, dan keduanya (Bukhari dan Muslim) tidak mengeluarkannya. Adz-Dzahabi berkata, Sahih.”
Hakim meriwayatkannya melalui jalan Ibnu Ishaq, “Abdullah bin Abdurrahman bin Abi Sha’sha’ah menceritakan dari ayahnya bahwa Rasulullah saw. bersabda, ‘Siapa yang melihat untukku apa yang terjadi pada Sa’ad bin Rabi’ r.a.?’ - kemudian menuturkan hadits seperti di atas. Sa’ad berkata, ‘Kabarkan pada
Rasulullah saw. bahwa aku termasuk yang mati dan bacakan pada beliau salam dariku serta katakan pada beliau, semoga Allah membalas engkau dengan kebaikan, dari kami dan dari semua umatmu.’”
9. Al-Baihaqi meriwayatkan dari Malik bin Umair r.a., ia telah menemui masa jahiliah, ia berkata, “Seorang laki-laki datang pada Rasulullah dan berkata, ‘Aku berteinu musuh dan bertemu ayahku dalam gerombolan mereka, dan aku mendengar darinya perkataan kotor untukmu, aku tidak bisa sabar sampai akhirnya aku menusuknya dengan tombak (atau sampai aku bunuh dia).’ Mendengar itu, Nabi saw. diam saja. Kemudian, datang laki-laki lain dan berkata, ‘Aku bertemu ayahku, aku meninggalkannya, aku lebih suka orang selain aku yang menghadapinya.’ RasuluUah saw. tetap diam.” Al-Baihaqi berkata, “Ini adalah hadits mursal yang baik.”
10. Al-Bazzar meriwayatkan bahwa Abu Hurairah r.a. berkata, “Rasulullah saw. melewati Abdullah bin Ubay yang sedang berada di bawah tembok benteng dan berkata, ‘Ibnu Abi Kabsyah melempar debu kepada kita.’ Seketika itu anaknya, Abdullah bin Abdullah bin Ubay r.a. berkata, Wahai Rasulullah, demi Zat yang memuliakanmu, jika engkau berkenan pasti aku datangkan kepalanya padamu?’ Beliau menjawab, ‘Jangan kamu lakukan itu, tetapi perlakukan ayahmu dengan baik dan temanilah dengan baik.’” Haitsami berkata, “Diriwayatkan oleh al- Barraz dan rijalnya dapat dipercaya.”
11. Ibnu Hisyam menyebutkan dari Abi Ubaidah dan dari para pakar tentang peperangan lainnya. Umar ibnul Khathab r.a. mendekati Sa’id ibnul Ash r.a. dan berkata padanya, “Kurasa, kamu mengira aku telah membunuh ayahmu. Seandainya pun aku membunuhnya, aku tidak akan meminta maaf padamu karena aku telah membunuhnya. Aku hanya membunuh pamanku, Ash bin Hisyam bin Mughirah. Sedangkan bapakmu, aku temukan dia sedang me lampiaskan marahnya, aku menghalanginya, lalu datanglah anak pamannya menyerangnya mendahuluiku dan membunuhnya.” Riwayat seperti ini ada dalam al-Bidayah, dan ditambahkan dalam kitab al-lsthab dan al-Ishabah, “Lalu Sa’id ibnul Ash berkata padanya, ‘Seandainya kaubunuh dia, kamu benar dan aku yang salah.’ Umar langsung takjub mendengar ucapannya itu.”
12. Ibnu Sa’id meriwayatkan dari Zuhri, ia berkata, “Ketika Abu Sufyan bin Harb datang ke Madinah, ia menemui Rasulullah saw., saat itu beliau hendak menyerang Mekah. Abu Sufyan minta agar Rasulullah saw. memperpanjang dan menambah isi Perjanjian Hudaibiyah, tetapi Rasulullah saw. sama sekali tidak menerimanya. Abu Sufyan lalu beranjak dan masuk ke rumah putrinya, Ummu Habibah r.a. Ketika ia hendak duduk di kasur Rasulullah saw, Ummu Habibah melipatnya. Ia berkata, ‘Hai putriku, apakah karena kasur ini kau membenciku ataukah membenciku karenanya?’ Dia menjawab, ‘Karena kasur itu adalah kasur Rasulullah dan engkau orang yang najis dan musyrik!’ Abu Sufyan membalas berkata, ‘Hai putriku, kamu telah ditimpa kejelekan setelah meninggalkanku.’” Ibnu Ishaq menyebutkan riwayat seperti ini tanpa isnad, sebagaimana dalam al-Bidayah dan menambahkan, “Aku tidak suka kau duduk pada kasurnya.”
13. Thabrani meriwayatkan bahwa Anas bin Malik r.a. berkata, “Ketika Perang Uhud, penduduk Madinah membentuklingkaran. Mereka berkata, ‘Muhammad telah terbunuh!’ Sehingga menggemalah teriakan-teriakan dari arah Madinah. Maka keluarlah seorang wanita dari Anshar dan mendapati bapaknya, anaknya, dan saudaranya-telah mati semua-aku tidak tahu mana yang ia temui lebih dulu. Setiap kali ia bertemu seorang di antara mereka, wanita itu bertanya, ‘Siapa ini?’ Mereka menjawab, ‘Bapakmu, saudaramu, anakmu.’ Ia malah bertanya, ‘Apa yang terjadi dengan Rasulullah saw.?’ Para sahabat menjawab, ‘Beliau ada di depanmu.’ Hingga akhirnya ia tiba di hadapan Rasulullah saw dan memegangi ujung pakaian beliau seraya berkata, ‘Demi bapakku, engkau dan ibuku, wahai Rasulullah, aku tidak peduli (apa pun yang menimpa pada keluargaku) asal engkau selamat dari kecelakaan.’”Nash-nash ini menjelaskan seberapa jauh keimanan para sahabat dan peng-ikut yang selalu menyertai Rasulullah saw.. Sekaligus menunjukkan betapa kepercayaan mereka pada Rasulullah saw. sangatlah kuat tiada bandingnya.
c. Kesaksian Realitas
Kesaksian realitas adalah kesaksian paling tinggi dan kuat karena melalui realitas manusia bisa mencapai keyakinan yang tidak bercampur keraguan. Silakan mengadakan kajian yang rinci terhadap segala sesuatu yang datangnya dari Rasulullah saw, baik perkataan maupun perbuatan. Jika akhimyayang ia temukan dalam semua perkataan dan perbuatan beliau hanyalah kebenaran dan kejujuran, serta tidak keluar sedikit pun darinya, maka di hadapan manusia hanya ada satu jalan, yaitu mempercayai dan membenarkan beliau.
Akan bisa dapati dalam bab kedua, kajian yang sempurna pada Al-Qur’an men- jelaskan pada Anda bahwa semua kandungan Al-Qur’an adalah benar, nyata, dan berasal dari Allah swt. Akan kita dapati dalam bab ketiga-insya Allah-bahwa pengujian yang sempurna pada nubuat-nubuat beliau menunjukkan pada Anda bahwa masa depan adalah penyingkap, pembenar, dan penguat nubuat tersebut. Kami akan menukilkan beberapa contoh dari canda dan gurau beliau. Akan kita dapati bahwa hal itu tidak keluar dari kebenaran dan kejujuran. Juga contoh janji beliau, betapa beliau selalu menepatinya dengan benar. Juga, contoh beberapa hadits beliau, yang manusia bisa mengetahui kejujuran dan kebenaran beliau melalui penelitian dan pengujian. Kita akan mendapati suatu keajaiban, yaitu adanya kesesuaian antara apa yang diketahui manusia zaman sekarang setelah melakukan hipotesa dan penelitian dengan apa yang diucapkan Rasulullah saw. beberapa abad yang silam. Kami akan menutup bagian ini dengan catatan penting bahwa satu-satunya sumber yang dapat kita ambil untuk mengetahui hal-hal yang gaib dengan pasti adalah Rasulullah saw, dan sabda beliau adalah dalil melebihi dalil lainnya, disertai pembahasan beberapa persoalan yang berkaitan dengan masalah ini.
Diposting oleh
NUY CORNER
komentar (0)
Oleh : Sa'id Hawwa
A. FISIK RASULULLAH
Saat seseorang memandang fisik Rasulullah saw., ia segera merasakan bahwa ia sedang berada di depan keindahan yang meng-agumkan dan tak ada duanya. Penampilan yang mencerminkan ke-percayaan yang mutlak dan tak terbatas. Berikut ini adalah pendapat yang disepakati oleh mereka yang bertemu dan melihat langsung Rasulullah saw.
Ad-Darimi dan al-Baihaqi mentakhrij bahwa Jabir bin Samurah berkata, “Aku melihat Nabi saw. pada malam bulan purnama, dan ketika aku bandingkan antara wajah Nabi saw. dan indahnya bulan, say a dapati wajah Nabi saw. lebih indah dibandingkan rembulan.”
At-Tirmidzi dan al-Baihaqi meriwayatkan bahwa Abu Hurairah r.a. berkata, “Aku tidak pernah melihat sesuatu yang lebih indah dari Rasulullah saw.. Seakan-akan mentari bersinar dari wajah beliau. Aku tidak pernah dapati seseorang yang lebih cepat jalannya dibandingkan beliau, seakan-akan bumi melipat sendiri tubuhnya saat beliau berjalan. Ketika aku ikut berjihad, aku lihat beliau tidak pernah berlindung di balik
perisai.”
Bukhari-Muslim meriwayatkan bahwa al-Barra berkata, “Rasulullah saw. mempunyai pundak yang lebar, rambutnya mencapai ujung telinga, dan tidak pernah ada orangyang lebih indah dipandang dibandingkan beliau.”
Muslim meriwayatkan dari Abu Thufail bahwa ia pernah diminta untuk menceritakan tentang Rasulullah saw. kepada kami, kemudian ia menjawab, “Beliau memiliki wajah yang putih dan berseri.”
Bukhari meriwayatkan bahwa Abu Hurairah berkata, “Rasulullah saw. memiliki dua kaki yang kokoh dan tegap, dan wajah yang indah, yang belum pernah kutemukan wajah seindah itu sebelumnya.”
Abu Musa Madini meriwayatkan dalam kitab ashShahabah bahwa Amad bin Abad al- Hadhrami berkata, “Aku melihat Rasulullah saw., dan tidak pernah melihat wajah seindah itu sebelumnya maupun sesudahnya.”
Ad-Darimi meriwayatkan bahwa Ibnu Umar berkata, “Aku tidak pernah temukan orangyang lebih berani, dermawan, dan lebih bersinar wajahnya, dibandingkan Rasulullah saw..”
Ahmad dan Baihaqi meriwayatkan bahwa Mahrasy Kahti berkata, “Rasulullah saw. mengambil umrah dari jiranah, pada malam hari. Dan, ketika saya melihat bagian belakang tubuh beliau, say a seperti melihat perakyang menyala.”
Abdullah bin Imam Ahmad serta al-Baihaqi meriwayatkan bahwa Ali r.a. berkata, “Rasulullah saw. bukanlah orang yang tubuhnya tinggi menjulang.Jika berjalan bersam rombongan, beliau tampak menonjol. Wajahnya putih, kepalanyabesar, alis matanya panjang dan hitam, danjika ada keringat yang menetes dari wajah beliau, akan tampak seperti mutiara. Aku tidak pernah melihat wajah seindah wajah beliau, sebelumnya atau setelahnya.”
Deskripsi tentang Rasulullah saw. yang diberikan oleh Hindun bin Abi Halah, “Tubuh Rasulullah saw. menampakkan pribadiyang agung. Wajahnya bersinar seperti bulan purnama. Kepalanya besar. Rambutnya keras. Kuliatnya putih ke-merahan. Keningnya luas. Alisnya tebal.Jika marah, keningnya meneteskan keringat. Hidungnya mancung. Tubuhnya diliputi cahaya. Orangyang tidak memperhatikan dengan saksama
menyangkanya amat tinggi.Jenggotnya tebal. Matanya hitam. Kedua pipinya tirus. Mulutnya lebar. Giginya indah. Memiliki bulu halus di atas perut. Lehernya amat halus. Tubuhnya sedang. Sedikit gemuk dan tegap, dengan perut dan dada yang seimbang. Dadanya bidang. Kedua pergelangan tangannya panjang. Telapak tangannya luas. Kedua kaki dan tangannya kekar. Jari-jarinya panjang. Jalannya tegap, seperti sedang turun dari ketinggian. Jika menoleh, dengan seluruh tubuhnya. Pandangannya selalu tertunduk he tanah, danjarang sekali mendongakkan matanya he langit....”
Jika Rasulullah menyentuh seseorang, orang itu akan merasakan ketenangan yang mengagumkan, dan perasaan ketinggian ruhani yang menakjubkan. Ahmad meriwayatkan bahwa Sa’d bin Abi Waqqash berkata, “Suatu ketika akujatuh sakit di Mekah. Kemudian Rasulullah saw. menjenguk, meietakkan tangan beliau di kening, dan mengusap wajah, dada, sertaperutku. Hingga saat ini, aku masih merasakan sentuhan tangan beliau dijantung.”
Muslim meriwayatkan bahwa Jabir bin Samurah berkata, “Suatu ketika Rasulullah saw. mengusap mukaku dengan tangannya. Aku dapati tangan beliau demikian sejuknya dan berbau wangi. Seakan-akan tangan tersebut baru dikeluarkan dari kantong kesturi.”
Bukhari dan Muslim meriwayatkan bahwa Anas r.a. berkata, “Aku belum pernah menemui sutra maupun beludru yang lebih lembut dari tangan Rasulullah saw. Dan, belum pernah mencium bau misik atau minyak anbar yang lebih harum dari Rasulullah saw..”
Penampilan beliau memberikan sugesti kepada orang yang melihatnya bahwa orang tersebut sedang berdiri di hadapan seorang nabi. At-Tirmidzi meriwayatkan bahwa Abdullah bin Salam berkata,
“Ketika Nabi saw. datang ke Madinah, aku menemui beliau. Ketika aku melihat wajah beliau, aku segera mengetahui bahwa wajah beliau bukan wajah seorang pendusta.”
Abu Ramtsah Tamimi berkata, “Aku mendatangi Nabi saw. bersama anakku. Ketika aku melihat beliau, hatiku langsung berkata, ‘Orang ini pastilah nabi Allah.’”
Abdullah bin Rawahah berkata tentang Rasulullah saw, “Seandainya tidak ada ayat-ayat penjelas pun, yang menerangkan beliau sebagai rasul, niscaya penampilan dan tubuh beliau sudah cukup menjadi keterangan itu.”
Ini adalah sebagian riwayatyang menjelaskan tentang tubuh Rasulullah saw.. Semua keagungan postur tubuh beliau itu kami ceritakan kembali, sehingga kita dapat menangkap dengan jelas kepribadian Rasulullah saw. dari segala seginya.