RESENSI BUKU
JUDUL BUKU : Membina Angkatan Mujahid
(Studi Analitis atas Konsep Dakwah Hasan Al-Banna dalam Risalah Ta’alim)
(Studi Analitis atas Konsep Dakwah Hasan Al-Banna dalam Risalah Ta’alim)
JUDUL ASLI :
Fi Afaqit Ta’alim, Dirasati Fi Da’watil Ustadz Hasan Al Banna wa Nazhariyatil Harakah Fiha mim Khilali Risalatit Ta’alim
PENGARANG : Sa’id Hawwa
PENERBIT : Intermedia, Solo
JUMLAH HAL : 264 Hal
CETAKAN : ke V, 2005
PENERJEMAH : Abu Ridho Lc & Wahid Ahmadi
JUMLAH HAL : 264 Hal
CETAKAN : ke V, 2005
PENERJEMAH : Abu Ridho Lc & Wahid Ahmadi
Buku ini berisi bagaimana menghayati Risalah Ta’alim yang merupakan salah satu peninggalan paling berharga Hasan Al-Banna. Juga merupakan buah pandangan yang bernas dan jitu terhadap perjalanan sejarah, realitas umat dan pemahamannya yang akurat tentang nash-nash syariah, dan terkandung pula nilai filosofi yang teramat dalam. Dari sinilah Sa’id Hawwa merasa perlu untuk menyusun buku ini sebagai sejarahnya.
Pada bab-bab awal, penulis terlebih dahulu membedah jati diri gerakan jamaah
Ikhwanul Muslimin (IM). Bab berikutnya memahami tujuan IM, yakni tujuan akhirnya
adalah Tegaknya Daulah Khilafiah Islamiyah, serta dunia seluruhnya hanya tunduk
kepada ALLAH SWT, kemudian dijelaskan sarana-sarana untuk mencapai tujuan
tersebut.
Bab selanjutnya yang paling penting, yakni Risalah Ta’alim dan sendi-sendi
pembentukan pribadi Islam, yang terdiri dari dua bagian, bagian pertama rukun bai’at,
kemudian diiringi dengan kewajiban-kewajiban seorang Mujahid.
Gerakan IM didirikan oleh Hasan Al-Banna di Mesir pada tahun 1928.
Keberadaan IM sesungguhnya menuntut pembaharuan Islam, baik di bidang ilmu, amal
maupun realitasnya. Kelangsungannya di sisi lain juga membangkitkan permusuhan
kepada Islam. Atas dasar itulah, demi Islam, wujud dan kelangsungannya, harus lahir
gerakan yang dapat mewujudkan cita-cita Islam. Semua itu merupakan kewajiban yang
telah ditetapkan oleh Allah SWT. Orang-orang muslim yang sering bertanya, “Untuk apa
Ikhwanul Muslimin (IM)?” hendaknya bertanya, “Apa yang akan terjadi tanpa Ikhwanul
Muslimin?
Rasulullah SAW bersabda kepada Hudzaifah,”Hendaklah kamu komitmen
bersama jamaah kaum muslimin dan imamnya”.(HR. Bukhari Muslim).
Salah satu prinsip dasar yang tidak boleh diabaikan oleh seorang muslim adalah
bahwa umat Islam harus mempunyai jamaah dan imam. Kewajiban utama setiap muslim
ialah memberikan kesetiannya kepada jamaah dan imamnya. Inilah kunci pertama untuk
memahami persoalan Ikhwanul Muslimin (IM). Sungguh, gagasan tentang jamaah
Islamiyah telah dilupakan oleh banyak orang, dan jalan yang benar untuk menuju ke sana
pun telah hilang. Maka Allah SWT, menganugrahkan nikmat-Nya kepada Imam Hasan
Al-Banna untuk meretas jalan yang sempurna, menuju terwujudnya jamaah dan imamah
berlandaskan berbagai faktor yang dibutuhkan, untuk tujuan tersebut dan tindakan nyata
untuk mencapainya.
Tanggung jawab terbesar kita adalah melakukan tajdid (pembaharuan) dan naql
(alih generasi), yakni pembaharuan ajaran Islam dan proses perubahan terhadap pribadi
muslim dari satu kondisi ke kondisi yang lain, dan perubahan umat Islam dari satu fase ke
fase yang lain.
1. Tentang Ikhwanul Muslimin (IM), melalui penjelasan Ustadz Hasan Al-Banna,
didapati dua fenomena: Pertama, Ikhwan sebagai sebuah jamaah yang
memusatkan perhatian pada pelayanan umum. Ia ikut bersama-sama dengan
semua jamaah Islam yang ada untuk berkhidmat kepada masyarakat umum
dengan berbagai sarana; Kedua, Ikhwan sebagai sebuah gerakan pembaharuan.
Hasan Al-Banna telah memfokuskan perhatiannya pada fenomena yang kedua ini,
karena aspek inilah yang terpenting. Diantara fenomena pembaharuan dalam
gerakan ini ialah Ikhwan memahami betul berbagai kebutuhan amal Islami
dewasa ini, yang selama ini diabaikan oleh umat Islam sendiri. Islam memerlukan
gerakan yang menyeluruh, yang menjadikan seorang muslim biasa merasakan
bahwa dirinya muslim, merasakan bahwa kita hidup bersama-sama, juga
merasakan keterikatan secara umum dengan Islam dan kaum muslimin, serta
merasakan pula ikatan khusus dengannya.
2. Mengubah umat sebagai prolog dari proses mengubah dunia. Tanggung jawab
pertama Jamaah atau pimpinanya adalah mengubah kondisi pribadi muslim dan
selanjutnya kaum muslimin. Orang muslim kini lemah rasa keIslamannya dan
lemah pula emosi penisbatan dirinya kepada Islam, selain itu juga lemah
perasaannya bahwa ia adalah bagian dari umat Islam. Karena itu, pekerjaan
pertama kita adalah membangkitkan perasaan muslim tentang eksistensi
keislamannya dan eksistensi kejamaahannya.
Dalam Risalah Ta’alimnya, Hasan Al Banna menyatakan,”Adapun tingkatan amal
yang dituntut dari seorang akh yang tulus adalah:
1. Perbaikan dirinya sendiri, sehingga menjadi orang yang kuat fisiknya, kokoh
ahlaknya, luas wawasannya, mampu mencari penghidupan, selamat akidahnya,
benar ibadahnya, pejuang bagi dirinya sendiri, penuh perhatian akan waktunya,
rapi urusannya, bermanfaat bagi orang lain. Itu semua harus dimiliki oleh masingmasing
al-akh.
2. Pembetukqan Keluarga Muslim, yaitu dengan mengkondisikan keluarga, agar
menghargai fikrahnya, menjaga etika Islam dalam setiap aktifitas kehidupan
rumah tangganya, memilih istri yang baik dan menjelaskan kepada hak dan
kewajibannya, mendidik anak-anak dan pembantunya dengan didikan yang baik,
serta membimbing mereka dengan prinsip-prinsip Islam.
3. Bimbingan masyarakat, yakni menyebarkan dakwah, memerangi perilaku yang
kotor dan mungkar, mendukung perilaku utama, amar ma’ruf, bersegera
mengerjakan kebaikan, menggiring opini umum untuk memahami fikrah
Islamiyah, dan mencelup praktek kehidupan dengannya terus menerus. Itu semua adalah kewajiban yang harus ditunaikan ol;eh setiap akh sebagai pribadi, juga
kewajiban bagi jamaah sebagai institusi yang dinamis.
4. Pembebasan Tanah Air dari setiap penguasa asing – Non Islam – baik secara
politik, ekonomi maupun moral.
5. Memperbaiki keadaan pemerintah, sehingga menjadi pemerintah Islam yang baik,
dengan begitu ia dapat memainkan perannya sebagai pelayan umat, dan pekerja
yang bekerja demi kemaslahatan umat. Pemerintah Islam adalah pemerintah yang
anggotanya terdiri dari kaum muslimin yang menunaikan kewajiban-kewajiban
Islam, tidak berterang-terangan dengan kemaksiatan, dan konsisten menerapkan
hukum-hukum serta ajaran Islam.
Tidak mengapa menggunakan orang-orang Non Muslim, jika keadaan dalam
keadaan darurat, asalkan bukan untuk posisi jabatan strategis. Tidak terlalu
penting mengenai bentuk dan nama jabatan itu, sepanjang sesuai dengan kaidah
umum dalam sistem undang-undang Islam, maka diperbolehakan.
Beberapa sifat yang dibutuhkan antara lain: rasa tanggung jawab, kasih sayang
kepada rakyat, adil terhadap semua orang, tidak tamak terhadap kekayaan Negara,
dan ekonomis dalam penggunaannya.
Beberapa kewajiban yang harius ditunaikan antara lain: menjaga keamanan,
menetapkan undang-undang, menyebarkan nilai-nilai ajaran, mempersiapkan
kekuatan, menjaga kesehatan, melindungi keamanan umum, mengembangkan
investasi dan menjaga kekayaan, mengokohkan mentalitas, dan menyebarkan
dakwah.
Beberapa haknya, tentu jika telah ditunaikan kewajibannya, antara lain: loyalitas,
dan ketaatan, pertolongan terhadap jiwa dan hartanya.
Apabila ia mengabaikan kewajibannya, maka berhak atasnya nasehat dan
bimbingan, lalu jika tidak ada perubahan, dapat diterapkan pemecatan dan
pengusiran. Tidak ada ketaatan kepada mahluk dalam bermaksiat kepada
Khaliqnya.
6. Usaha mempersiapkan seluruh asset negeri di dunia ini untuk kemaslahatan Islam;
dengan cara membebaskan seluruh negeri, membangun kejayaannya, menegakkan
peradabannya, dan menyatukan kata-katanya, sehingga dapat mengembalikan
kewajiban khilafah yang telah hilang, dan terwujudnya persatuan umat yang
diimpi-impikan bersama.
7. Penegakan kepemimpinan dunia dengan penyebaran dakwah Islam di seantero
negeri.
QS Al-Anfal : 39, “Dan perangilah mereka, supaya jangan ada fitnah[611] dan supaya
agama itu semata-mata untuk Allah[612]. jika mereka berhenti (dari kekafiran), Maka
Sesungguhnya Allah Maha melihat apa yang mereka kerjakan”.
[611] Maksudnya: gangguan-gangguan terhadap umat Islam dan agama Islam.
[612] Maksudnya: menurut An-Nasafi dan Al-Maraghi, tegaknya agama Islam dan sirnanya agama-agama
yang batil.
Pada bab-bab awal, penulis terlebih dahulu membedah jati diri gerakan jamaah
Ikhwanul Muslimin (IM). Bab berikutnya memahami tujuan IM, yakni tujuan akhirnya
adalah Tegaknya Daulah Khilafiah Islamiyah, serta dunia seluruhnya hanya tunduk
kepada ALLAH SWT, kemudian dijelaskan sarana-sarana untuk mencapai tujuan
tersebut.
Bab selanjutnya yang paling penting, yakni Risalah Ta’alim dan sendi-sendi
pembentukan pribadi Islam, yang terdiri dari dua bagian, bagian pertama rukun bai’at,
kemudian diiringi dengan kewajiban-kewajiban seorang Mujahid.
Gerakan IM didirikan oleh Hasan Al-Banna di Mesir pada tahun 1928.
Keberadaan IM sesungguhnya menuntut pembaharuan Islam, baik di bidang ilmu, amal
maupun realitasnya. Kelangsungannya di sisi lain juga membangkitkan permusuhan
kepada Islam. Atas dasar itulah, demi Islam, wujud dan kelangsungannya, harus lahir
gerakan yang dapat mewujudkan cita-cita Islam. Semua itu merupakan kewajiban yang
telah ditetapkan oleh Allah SWT. Orang-orang muslim yang sering bertanya, “Untuk apa
Ikhwanul Muslimin (IM)?” hendaknya bertanya, “Apa yang akan terjadi tanpa Ikhwanul
Muslimin?
Rasulullah SAW bersabda kepada Hudzaifah,”Hendaklah kamu komitmen
bersama jamaah kaum muslimin dan imamnya”.(HR. Bukhari Muslim).
Salah satu prinsip dasar yang tidak boleh diabaikan oleh seorang muslim adalah
bahwa umat Islam harus mempunyai jamaah dan imam. Kewajiban utama setiap muslim
ialah memberikan kesetiannya kepada jamaah dan imamnya. Inilah kunci pertama untuk
memahami persoalan Ikhwanul Muslimin (IM). Sungguh, gagasan tentang jamaah
Islamiyah telah dilupakan oleh banyak orang, dan jalan yang benar untuk menuju ke sana
pun telah hilang. Maka Allah SWT, menganugrahkan nikmat-Nya kepada Imam Hasan
Al-Banna untuk meretas jalan yang sempurna, menuju terwujudnya jamaah dan imamah
berlandaskan berbagai faktor yang dibutuhkan, untuk tujuan tersebut dan tindakan nyata
untuk mencapainya.
Tanggung jawab terbesar kita adalah melakukan tajdid (pembaharuan) dan naql
(alih generasi), yakni pembaharuan ajaran Islam dan proses perubahan terhadap pribadi
muslim dari satu kondisi ke kondisi yang lain, dan perubahan umat Islam dari satu fase ke
fase yang lain.
1. Tentang Ikhwanul Muslimin (IM), melalui penjelasan Ustadz Hasan Al-Banna,
didapati dua fenomena: Pertama, Ikhwan sebagai sebuah jamaah yang
memusatkan perhatian pada pelayanan umum. Ia ikut bersama-sama dengan
semua jamaah Islam yang ada untuk berkhidmat kepada masyarakat umum
dengan berbagai sarana; Kedua, Ikhwan sebagai sebuah gerakan pembaharuan.
Hasan Al-Banna telah memfokuskan perhatiannya pada fenomena yang kedua ini,
karena aspek inilah yang terpenting. Diantara fenomena pembaharuan dalam
gerakan ini ialah Ikhwan memahami betul berbagai kebutuhan amal Islami
dewasa ini, yang selama ini diabaikan oleh umat Islam sendiri. Islam memerlukan
gerakan yang menyeluruh, yang menjadikan seorang muslim biasa merasakan
bahwa dirinya muslim, merasakan bahwa kita hidup bersama-sama, juga
merasakan keterikatan secara umum dengan Islam dan kaum muslimin, serta
merasakan pula ikatan khusus dengannya.
2. Mengubah umat sebagai prolog dari proses mengubah dunia. Tanggung jawab
pertama Jamaah atau pimpinanya adalah mengubah kondisi pribadi muslim dan
selanjutnya kaum muslimin. Orang muslim kini lemah rasa keIslamannya dan
lemah pula emosi penisbatan dirinya kepada Islam, selain itu juga lemah
perasaannya bahwa ia adalah bagian dari umat Islam. Karena itu, pekerjaan
pertama kita adalah membangkitkan perasaan muslim tentang eksistensi
keislamannya dan eksistensi kejamaahannya.
Dalam Risalah Ta’alimnya, Hasan Al Banna menyatakan,”Adapun tingkatan amal
yang dituntut dari seorang akh yang tulus adalah:
1. Perbaikan dirinya sendiri, sehingga menjadi orang yang kuat fisiknya, kokoh
ahlaknya, luas wawasannya, mampu mencari penghidupan, selamat akidahnya,
benar ibadahnya, pejuang bagi dirinya sendiri, penuh perhatian akan waktunya,
rapi urusannya, bermanfaat bagi orang lain. Itu semua harus dimiliki oleh masingmasing
al-akh.
2. Pembetukqan Keluarga Muslim, yaitu dengan mengkondisikan keluarga, agar
menghargai fikrahnya, menjaga etika Islam dalam setiap aktifitas kehidupan
rumah tangganya, memilih istri yang baik dan menjelaskan kepada hak dan
kewajibannya, mendidik anak-anak dan pembantunya dengan didikan yang baik,
serta membimbing mereka dengan prinsip-prinsip Islam.
3. Bimbingan masyarakat, yakni menyebarkan dakwah, memerangi perilaku yang
kotor dan mungkar, mendukung perilaku utama, amar ma’ruf, bersegera
mengerjakan kebaikan, menggiring opini umum untuk memahami fikrah
Islamiyah, dan mencelup praktek kehidupan dengannya terus menerus. Itu semua adalah kewajiban yang harus ditunaikan ol;eh setiap akh sebagai pribadi, juga
kewajiban bagi jamaah sebagai institusi yang dinamis.
4. Pembebasan Tanah Air dari setiap penguasa asing – Non Islam – baik secara
politik, ekonomi maupun moral.
5. Memperbaiki keadaan pemerintah, sehingga menjadi pemerintah Islam yang baik,
dengan begitu ia dapat memainkan perannya sebagai pelayan umat, dan pekerja
yang bekerja demi kemaslahatan umat. Pemerintah Islam adalah pemerintah yang
anggotanya terdiri dari kaum muslimin yang menunaikan kewajiban-kewajiban
Islam, tidak berterang-terangan dengan kemaksiatan, dan konsisten menerapkan
hukum-hukum serta ajaran Islam.
Tidak mengapa menggunakan orang-orang Non Muslim, jika keadaan dalam
keadaan darurat, asalkan bukan untuk posisi jabatan strategis. Tidak terlalu
penting mengenai bentuk dan nama jabatan itu, sepanjang sesuai dengan kaidah
umum dalam sistem undang-undang Islam, maka diperbolehakan.
Beberapa sifat yang dibutuhkan antara lain: rasa tanggung jawab, kasih sayang
kepada rakyat, adil terhadap semua orang, tidak tamak terhadap kekayaan Negara,
dan ekonomis dalam penggunaannya.
Beberapa kewajiban yang harius ditunaikan antara lain: menjaga keamanan,
menetapkan undang-undang, menyebarkan nilai-nilai ajaran, mempersiapkan
kekuatan, menjaga kesehatan, melindungi keamanan umum, mengembangkan
investasi dan menjaga kekayaan, mengokohkan mentalitas, dan menyebarkan
dakwah.
Beberapa haknya, tentu jika telah ditunaikan kewajibannya, antara lain: loyalitas,
dan ketaatan, pertolongan terhadap jiwa dan hartanya.
Apabila ia mengabaikan kewajibannya, maka berhak atasnya nasehat dan
bimbingan, lalu jika tidak ada perubahan, dapat diterapkan pemecatan dan
pengusiran. Tidak ada ketaatan kepada mahluk dalam bermaksiat kepada
Khaliqnya.
6. Usaha mempersiapkan seluruh asset negeri di dunia ini untuk kemaslahatan Islam;
dengan cara membebaskan seluruh negeri, membangun kejayaannya, menegakkan
peradabannya, dan menyatukan kata-katanya, sehingga dapat mengembalikan
kewajiban khilafah yang telah hilang, dan terwujudnya persatuan umat yang
diimpi-impikan bersama.
7. Penegakan kepemimpinan dunia dengan penyebaran dakwah Islam di seantero
negeri.
QS Al-Anfal : 39, “Dan perangilah mereka, supaya jangan ada fitnah[611] dan supaya
agama itu semata-mata untuk Allah[612]. jika mereka berhenti (dari kekafiran), Maka
Sesungguhnya Allah Maha melihat apa yang mereka kerjakan”.
[611] Maksudnya: gangguan-gangguan terhadap umat Islam dan agama Islam.
[612] Maksudnya: menurut An-Nasafi dan Al-Maraghi, tegaknya agama Islam dan sirnanya agama-agama
yang batil.
QS At-Taubah: 32,”Mereka berkehendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan
mulut (ucapan- ucapan) mereka, dan Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan
cahayaNya, walaupun orang-orang yang kafir tidak menyukai.
QS Yusuf: 21. Allah berkuasa terhadap urusan-Nya, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahuinya.
Empat nomor terakhir wajib ditegakkan oleh Jamaah dan oleh setiap akh sebagai anggota
dalam jamaah itu.
Dijelaskan oleh Hasan Al-Banna, bahwa Gerakan Jamaah Ikhwanul Muslimin
(IM) memiliki tujuan pertama, yaitu membentuk individu muslim, dengan sarananya,
berupa murabbi (Pembina), manhaj (sistem), dan lingkungan yang sehat.
Tujuan kedua adalah terwujudnya rumah tangga muslim, dengan saranasarananya
antara lain: 1.Setiap akh harus memberikan perhatian yang besar terhadap
persoalan rumah tangganya; 2. Jamaah harus memberikan hak sewajarnya bagi aktifitas
wanita; 3. Setiap akh harus memiliki istri yang shalihah; 4. Setiap akh seyogyanya diikat
dengan anak-anaknya dan saudara-saudaranya.
Tujuan ketiga adalah terwujudnya masyarakat muslim. Ustadz Hasan Al-Banna
melihat, bahwa pelaksaan totalitas Islam amat sulit dilakukan tanpa memfokuskan
perhatian terlebih dahulu pada pembentukan masyarakat muslim. Pemerintah Islam tidak
akan tertegak di atas kehampaan.
Ustadz Hasan Al-Banna berkata,”Akan tetapi Ikhwan lebih sadar dan lebih
memahami untuk tidak memikul tanggung jawab pemerintahan dalam keadaan umat
seperti sekarang ini. Kita membeutuhkan waktu, agar prinsip-prinsip Ikhwan dapat
tersebar dan masyarakat belajar bagaimana mendahulukan kepentingan umum daripada
kepentingan pribadi”.
Tujuan keempat adalah menegakkan pemerintahan Islam di setiap negeri. Ustadz
Hasan Al-Banna menandaskan, bahwa pemerintahan Islam bukanlah merupakan tujuan
Ikhwan sebagai perwujudan atas ambisi para anggotanya. Tetapi tujuan Ikhwan adalah
ingin mewujudkan pemerintahan Islam, kapan pun ia terwujud, maka anggota Ikhwan
siap menjadi pasukan dan pembelanya, pembela undang-undang, pemerintahannya, dan
pemimpinnya, kapan pun dan dimana pun ia berada.
Tujuan kelima adalah terwujudnya negara Islam inti atau menurut redaksi Ustadz
Hasan Al-Banna adalah, “Negara yang memimpin negara-negara Islam lainnya, yang
menggabungkan semua umat islam, yang mengembalikan keagungannya, serta
mengembalikan tanah airnya yang telah hilang dan negerinya yang telah dirampas
orang”. Adapun sarana yang paling efektif untuk ini adalah dengan menegakkan sebuah
Negara Islam yang besar, yang memiliki kekuatan pengaruh dalam bidang politik,
ekonomi, dan teknologi di sebgaiab besdar wilayah bumi, atau di Negara yang memiliki
wilayah territorial yang luas. Namun demikian kita tetap berusaha, agar kesatuan dapat terwujud, dengan segala cara, di beberapa Negara yang telah didominasi oleh gerakan
Islam untuk menjadi cikal bakal lahirnya Negara inti dengan tugas-tugas sebagaimana
yang disebutkan oleh Ustadz Hasan Al-Banna di muka. Yang menyatukan umat Islam
sedunia di bawah naungan sebuah Negara Islam, sehingga setiap muslim di seluruh dunia
ini merasakan, bahwa ia adalah negaranya sendiri, yang padanyalah loyalitas dan
komitmen diberikan. Juga Negara itu harus melindungi dan menjaganya, di manapun ia
berada.
Tujuan Gerakan Jamaah Ikhwanul Muslimin (IM) yang keenam adalah
menegakkan Negara Islam yang tunggal atau menegakkan Negara kesatuan Islam yang
menghimpun seluruh Negara Islam yang tunduk di bawah satu pucuk pimpinan pusat dan
diketuai oleh seorang Imam. Itulah yang dilakukan Rasulullah SAW dan para khalifah
dalam memimpin dan membimbing umat. Adapun saranya, dengan melangkah di atas
mukadimah yang benar, yakni tegaknya kaidah-kaidah yang benar, yang dari sanalah
Islam di berbagai wilayah bertolak.
Tujuan Gerakan Jamaah Ikhwanul Muslimin (IM) yang ketujuh adalah
menegakkan Negara Islam internasional yang berkah dan rahmatNya menaungi semua
bangsa di dunia. Caranya yang kita pergunakan untuk itu – setelah menegakkan Negara
Islam internasional – adalah beraktifitas terus menerus yang sesuai dan layak untuk
memastikan, bahwa dunia akan menerima dakwah ini. Semua ini akan terjadi, Insya
Allah, karena Rasulullah SAW telah membawa kabar gembira ini kepada kita.
Dalam Risalah Ta’alimnya, Ustadz Hasan Al-Banna mengatakan,”Tahapan
dakwah ada tiga macam:
1. TA’RIF
Dakwah dilakukan dengan menyebarkan fikrah Islam di tengah masyarakat.
Adapun system dakwah untuk tahapan ini adalah system kelembagaan.
Urgensinya adalah kerja social bagai kepentingan umum, sedangkan medianya
adalah nasehat dan bimbingan sekali waktu, serta membangun berbagai tempat
yang berguna di waktu yang lain, juga berbagai media aktifitas lainnya.
2. TAKWIN
Dakwah ditegakkan dengan melakukan seleksi terhadap anasir positif untuk
memikul beban jihad dan untuk menghimpun berbagai bagian yang ada. Adapun sistem dakwah untuk tahapan ini bersifat tasawuf murni dalam tatanan ruhani dan
bersifat militer dalam tatanan opersional. Slogan untuk dua aspek ini adalah
perintah dan taat dengan tanpa keraguan. Semua katibah (nama satuan kelompok
para militer Ikhwan) yang ada kini adalah representasi dari tahapan ini dalam
kehidupan dakwahnya. Ia terhimpun dalam risalah manhaj yang lalu.
Dakwah pada tahapan ini bersifat khusus, tidak dapat dikerjakan oleh sesorang,
kecuali yang memiliki kesiapan yang benar untuk memikul beban jihad yang
panjang masanya dan berat tantangannya. Slogan utamanya dalam persiapan ini
adalah totalitas ketaatan.
3. TANFIDZ
Dakwah dalam tahapan ini adalah jihad, tanpa kenal sikap plin-plan, kerja terus
menerus untuk menggapai tujuan akhir, dan kesiapan menanggung cobaan dan
ujian yang tidak mungkin bersabar atasnya, kecuali orang-orang yang tulus.
Tidaklah dakwah ini meraih keberhasilan, kecuali dengan “ketaatan yang total”
juga. Untuk inilah shaf pertama Ikhwanul Muslimin (IM) berbaiat pada bulan
Rabi’ul Awwal 1359 H.
Dalam Risalah Ta’alimnya, Ustadz Hasan Al-Banna menjelaskan tentang batasan-batasan
bai’at yang dibutuhkan dewasa ini, adalah:
1. Bai’at untuk memahami Islam secara benar. Tanpa pemahaman yang benar ini,
aktifitas untuk atau dengan nama Islam tiudak akan pernah terjadi. Tanpa
pemahaman, langkah bersama menuju Islam tidak bias diwujudkan. Jika pun bias.
Maka ia hanya berada pada ruang lingkup yang sempit dan tidak dapat memenuhi
kebutuhan masa kini maupun masa mendatang.
2. Bai’at untuk berikhlas. Tanpa keikhlasan, amal apapun tidak akan diterima oleh
Allah SWT, tidak juga dapat bergerak di medan dakwah secara benar. Setelah itu,
shaf pun akan terlibas tanpa bekas.
3. Bai’at untuk beraktifitas, yang telah digariskan awal langkahnya dan telah jelas
tujuannya, yang memulai dari diri sendiri dan berakhir dengan penguasaan Islam
atas dunia seluruhnya. Ini merupakan kewajiban yang tidak seorang muslim pun
terlepas darinya.
4. Bai’at untuk melakukan jihad, yang banyak orang Islam lupa, bahwa ia adalah
neraca untuk menimbang Iman.
5. Bai’at untuk berkorban dengan segala yang dimiliki, demi meraih tujuan suci dan
sorga Allah SWT.
6. Bai’at untuk taat sesuai dengan tingkat kemampuannya.
7. Bai’at untuk tegar menghadapi segala kondisi di setiap waktu.
8. Bai’at untuk memberikan loyalitas total bagi dakwah ini dengan melepaskan diri
dari keterikatan kepada selain Allah SWT.
9. Bai’at untuk berukhuwah sebagai titik tolak.
10. Bai’at untuk tsiqah (memberikan kepercayaan) kepada pemimpin dan shafnya.
mulut (ucapan- ucapan) mereka, dan Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan
cahayaNya, walaupun orang-orang yang kafir tidak menyukai.
QS Yusuf: 21. Allah berkuasa terhadap urusan-Nya, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahuinya.
Empat nomor terakhir wajib ditegakkan oleh Jamaah dan oleh setiap akh sebagai anggota
dalam jamaah itu.
Dijelaskan oleh Hasan Al-Banna, bahwa Gerakan Jamaah Ikhwanul Muslimin
(IM) memiliki tujuan pertama, yaitu membentuk individu muslim, dengan sarananya,
berupa murabbi (Pembina), manhaj (sistem), dan lingkungan yang sehat.
Tujuan kedua adalah terwujudnya rumah tangga muslim, dengan saranasarananya
antara lain: 1.Setiap akh harus memberikan perhatian yang besar terhadap
persoalan rumah tangganya; 2. Jamaah harus memberikan hak sewajarnya bagi aktifitas
wanita; 3. Setiap akh harus memiliki istri yang shalihah; 4. Setiap akh seyogyanya diikat
dengan anak-anaknya dan saudara-saudaranya.
Tujuan ketiga adalah terwujudnya masyarakat muslim. Ustadz Hasan Al-Banna
melihat, bahwa pelaksaan totalitas Islam amat sulit dilakukan tanpa memfokuskan
perhatian terlebih dahulu pada pembentukan masyarakat muslim. Pemerintah Islam tidak
akan tertegak di atas kehampaan.
Ustadz Hasan Al-Banna berkata,”Akan tetapi Ikhwan lebih sadar dan lebih
memahami untuk tidak memikul tanggung jawab pemerintahan dalam keadaan umat
seperti sekarang ini. Kita membeutuhkan waktu, agar prinsip-prinsip Ikhwan dapat
tersebar dan masyarakat belajar bagaimana mendahulukan kepentingan umum daripada
kepentingan pribadi”.
Tujuan keempat adalah menegakkan pemerintahan Islam di setiap negeri. Ustadz
Hasan Al-Banna menandaskan, bahwa pemerintahan Islam bukanlah merupakan tujuan
Ikhwan sebagai perwujudan atas ambisi para anggotanya. Tetapi tujuan Ikhwan adalah
ingin mewujudkan pemerintahan Islam, kapan pun ia terwujud, maka anggota Ikhwan
siap menjadi pasukan dan pembelanya, pembela undang-undang, pemerintahannya, dan
pemimpinnya, kapan pun dan dimana pun ia berada.
Tujuan kelima adalah terwujudnya negara Islam inti atau menurut redaksi Ustadz
Hasan Al-Banna adalah, “Negara yang memimpin negara-negara Islam lainnya, yang
menggabungkan semua umat islam, yang mengembalikan keagungannya, serta
mengembalikan tanah airnya yang telah hilang dan negerinya yang telah dirampas
orang”. Adapun sarana yang paling efektif untuk ini adalah dengan menegakkan sebuah
Negara Islam yang besar, yang memiliki kekuatan pengaruh dalam bidang politik,
ekonomi, dan teknologi di sebgaiab besdar wilayah bumi, atau di Negara yang memiliki
wilayah territorial yang luas. Namun demikian kita tetap berusaha, agar kesatuan dapat terwujud, dengan segala cara, di beberapa Negara yang telah didominasi oleh gerakan
Islam untuk menjadi cikal bakal lahirnya Negara inti dengan tugas-tugas sebagaimana
yang disebutkan oleh Ustadz Hasan Al-Banna di muka. Yang menyatukan umat Islam
sedunia di bawah naungan sebuah Negara Islam, sehingga setiap muslim di seluruh dunia
ini merasakan, bahwa ia adalah negaranya sendiri, yang padanyalah loyalitas dan
komitmen diberikan. Juga Negara itu harus melindungi dan menjaganya, di manapun ia
berada.
Tujuan Gerakan Jamaah Ikhwanul Muslimin (IM) yang keenam adalah
menegakkan Negara Islam yang tunggal atau menegakkan Negara kesatuan Islam yang
menghimpun seluruh Negara Islam yang tunduk di bawah satu pucuk pimpinan pusat dan
diketuai oleh seorang Imam. Itulah yang dilakukan Rasulullah SAW dan para khalifah
dalam memimpin dan membimbing umat. Adapun saranya, dengan melangkah di atas
mukadimah yang benar, yakni tegaknya kaidah-kaidah yang benar, yang dari sanalah
Islam di berbagai wilayah bertolak.
Tujuan Gerakan Jamaah Ikhwanul Muslimin (IM) yang ketujuh adalah
menegakkan Negara Islam internasional yang berkah dan rahmatNya menaungi semua
bangsa di dunia. Caranya yang kita pergunakan untuk itu – setelah menegakkan Negara
Islam internasional – adalah beraktifitas terus menerus yang sesuai dan layak untuk
memastikan, bahwa dunia akan menerima dakwah ini. Semua ini akan terjadi, Insya
Allah, karena Rasulullah SAW telah membawa kabar gembira ini kepada kita.
Dalam Risalah Ta’alimnya, Ustadz Hasan Al-Banna mengatakan,”Tahapan
dakwah ada tiga macam:
1. TA’RIF
Dakwah dilakukan dengan menyebarkan fikrah Islam di tengah masyarakat.
Adapun system dakwah untuk tahapan ini adalah system kelembagaan.
Urgensinya adalah kerja social bagai kepentingan umum, sedangkan medianya
adalah nasehat dan bimbingan sekali waktu, serta membangun berbagai tempat
yang berguna di waktu yang lain, juga berbagai media aktifitas lainnya.
2. TAKWIN
Dakwah ditegakkan dengan melakukan seleksi terhadap anasir positif untuk
memikul beban jihad dan untuk menghimpun berbagai bagian yang ada. Adapun sistem dakwah untuk tahapan ini bersifat tasawuf murni dalam tatanan ruhani dan
bersifat militer dalam tatanan opersional. Slogan untuk dua aspek ini adalah
perintah dan taat dengan tanpa keraguan. Semua katibah (nama satuan kelompok
para militer Ikhwan) yang ada kini adalah representasi dari tahapan ini dalam
kehidupan dakwahnya. Ia terhimpun dalam risalah manhaj yang lalu.
Dakwah pada tahapan ini bersifat khusus, tidak dapat dikerjakan oleh sesorang,
kecuali yang memiliki kesiapan yang benar untuk memikul beban jihad yang
panjang masanya dan berat tantangannya. Slogan utamanya dalam persiapan ini
adalah totalitas ketaatan.
3. TANFIDZ
Dakwah dalam tahapan ini adalah jihad, tanpa kenal sikap plin-plan, kerja terus
menerus untuk menggapai tujuan akhir, dan kesiapan menanggung cobaan dan
ujian yang tidak mungkin bersabar atasnya, kecuali orang-orang yang tulus.
Tidaklah dakwah ini meraih keberhasilan, kecuali dengan “ketaatan yang total”
juga. Untuk inilah shaf pertama Ikhwanul Muslimin (IM) berbaiat pada bulan
Rabi’ul Awwal 1359 H.
Dalam Risalah Ta’alimnya, Ustadz Hasan Al-Banna menjelaskan tentang batasan-batasan
bai’at yang dibutuhkan dewasa ini, adalah:
1. Bai’at untuk memahami Islam secara benar. Tanpa pemahaman yang benar ini,
aktifitas untuk atau dengan nama Islam tiudak akan pernah terjadi. Tanpa
pemahaman, langkah bersama menuju Islam tidak bias diwujudkan. Jika pun bias.
Maka ia hanya berada pada ruang lingkup yang sempit dan tidak dapat memenuhi
kebutuhan masa kini maupun masa mendatang.
2. Bai’at untuk berikhlas. Tanpa keikhlasan, amal apapun tidak akan diterima oleh
Allah SWT, tidak juga dapat bergerak di medan dakwah secara benar. Setelah itu,
shaf pun akan terlibas tanpa bekas.
3. Bai’at untuk beraktifitas, yang telah digariskan awal langkahnya dan telah jelas
tujuannya, yang memulai dari diri sendiri dan berakhir dengan penguasaan Islam
atas dunia seluruhnya. Ini merupakan kewajiban yang tidak seorang muslim pun
terlepas darinya.
4. Bai’at untuk melakukan jihad, yang banyak orang Islam lupa, bahwa ia adalah
neraca untuk menimbang Iman.
5. Bai’at untuk berkorban dengan segala yang dimiliki, demi meraih tujuan suci dan
sorga Allah SWT.
6. Bai’at untuk taat sesuai dengan tingkat kemampuannya.
7. Bai’at untuk tegar menghadapi segala kondisi di setiap waktu.
8. Bai’at untuk memberikan loyalitas total bagi dakwah ini dengan melepaskan diri
dari keterikatan kepada selain Allah SWT.
9. Bai’at untuk berukhuwah sebagai titik tolak.
10. Bai’at untuk tsiqah (memberikan kepercayaan) kepada pemimpin dan shafnya.
KEWAJIBAN-KEWAJIBAN SEORANG MUJAHID
Ustadz Hasan Al-Banna berkata,”Imammu kepada bai’at ini mengharuskanmu
menunaikan kewajiban-kewajiban berikut, sehingga engkau menjadi batubata yang kuat
bagi bangunan. Adapun KEWAJIBAN-KEWAJIBAN SEORANG MUJAHID sebagai
berikut:
1. Hendaklah engkau memiliki wirid harian dari Kitabullah tidak kurang dari
satu juz. Usahakanlah untuk mengkhatamkan Al-Qur’an dalam waktu tidak
lebih dari sebulan dan tidak kurang dari tiga hari.
2. Hendaklah engkau membaca Al-Qur’an dengan baik, memeprhatikannya
dengan seksama, dan merenungkan artinya.
3. Hendaklah engkau mengkaji Sirah Nabi dan sejarah para generasi salaf sesuai
dengan waktu yang tersedia. Buku yanfg dirasa mencukupi kebutuhan ini
minimal nadalah buku Hummatul Islam. Hendaklah engkau juga banyak
mebaca hadits Rasulullah SAW, minimal hafal 40 hadits, ditekankan untuk
menghafal Al-Arba’in An-Nawawiyah. Hendaklah engkau juga mengkaji
risalah tentang pokok-pokok aqidah dan cabang-cabang fiqih.
4. Hendaklah engkau bersegera melakukan general check up secara berkala atau
berobat, begitu penyakit terasa mengenaimu. Disamping itu perhatikanlah
factor-faktor penyebab kekuatan dan perlindungan tubuh, serta hindarilah
faktor-faktor penyebab lemahnya kesehatan.
5. Hendaklah engkau menjauhi sikap berlebihan dalam mengkonsumsi kopi, teh
dan minuman perangsang semisalnya. Janganlah engkau meminumnya,
kecuali dalam keadaan darurat dan Hendaklah engkau menghindarkan diri
sama sekali dari rokok.
6. Hendaklah engkau perhatikan urusan kebersihan dalam segala hal
menyangkut tempat tinggal, pakaian, makanan, badan, dan tempat kerja,
karena agama ini dibangun di atas dasar kebersihan.
7. Hendaklah engkau jujur dalam berkata dan jangan sekali-kali berdusta.
8. Hendaklah engkau menepati janji, janganlah mengingkarinya, bagaimanapun
kondisi yang engkau hadapi.
9. Hendaklah engkau menjadi seorang yang pemberani dan tahan uji;
Keberanian yang paling utama adalah terus terang dalam mengatakan
kebenaran, ketahanan menyimpan rahasia, berani mengakui kesalahan, adil
terhadap diri sendiri, dan dapat menguasainya dalam keadaan marah
sekalipun.
10. Hendaklah engkau senantiasa bersikap tenang dan terkesan serius. Namun
janganlah keseriusan itu menghalangimu dari canda yang benar, senyum dan
tawa.
11. Hendaklah engkau memiliki rasa malu yang kuat, berperasaan yang sensitive,
dan peka oleh kebaikan dan keburukan, yakni munculnya rasa bahagia untuk
yang pertama dan rasa yang tersiksa untuk yang kedua. Hendaklah engkau
juga bersikap rendah hati dengan tanpa menghinakan diri, tidak bersikap
taklid, dan tidak terlalu berlunak hati. Hendaklah engkau juga menuntut – dari
orang lain – yang lebih rendah dari martabatmu untuk mendapatkan
martabatmu yang sesungguhnya.
12. Hendaklah engkau bersikap adil dan benar dalam memutuskan suatu perkara
pada setiap situasi. Janganlah kemarahan melalaikanmu dari berbuat kebaikan,
janganlah mata keridhaan engkau pejamkan dari perilaku yang buruk,
janganlah permusuhan membuatmu lupa dari pengakuan jasa baik, dan
Hendaklah engkau berkata benar meskipun itu merugikanmu atau merugikan
orang yang paling dekat denganmu.
13. Hendaklah engkau menjadi pekerja keras dan terlatih dalam aktifitas sosial.
Hendaklah engkau merasa bahagia jika dapat mempersembahkan bakti untuk
orang lain, gemar membesuk orang sakit, membatu orang yang membutuhkan,
menanggung orang yang lemah, meringankan beban orang yang tertimpa
musibah meskipun hanya dengan kata-kata yang baik. Hendaklah engkau juga
senantiasa bersegera untuk berbuat kebaikan.
14. Hendaklah engkau berhati kasih, dermawan, toleran, pemaaf, lemah lembut
kepada manusia maupun binatang, berperilaku baik dalam berhubungan
dengan semua orang, menjaga etika-etika sosial Islam, menyayangi yang kecil
dan menghormati yang besar, memberi tempat kepada orang lain dalam
majelis, tidak memata-matai, tidak menggunjing, tidak mengumpat, meminta
izin jika masuk maupun keluar rumah dan lain-lain.
15. Hendaklah engkau pandai membaca dan menulis, memperbanyak muthala’ah
terhadap risalah Ikhwan, Koran, majalah, dan tulisan lainnya. Hendaklah
engkau bangun perpustakaan khusus, seberapapun ukurannya, konsentrasilah
terhadap spesifikasi keilmuan dan keahlianmu, jika engkau seorang spesialis;
dan kuasailah persoalan Islam secara umum, yang dengannya dapat
membangun persepsi yang baik untuk menjadi referensi bagi pemahaman
terhadap tuntutan fikrah.
16. Hendaklah engkau memiliki proyek usaha ekonomi, betapapun engkau
seorang kaya, utamakanlah proyek yang mandiri, betapapun kecilnya;
cukupkanlah dengan apa yang ada pada dirimu, betapapun tingginya kapasitas
keilmuanmu.
17. Janganlah engkau terlalu berharap untuk menjadi pegawai negeri dan
jadikanlah ia sebagai sesempit-sempit pintu rezeki, namun jangan pula engkau
tolak jika diberi peluang untuk itu. Janganlah engkau melepaskannya kecuali
jika benar-benar bertentangan dengan tugas-tugas dakwah.
18. Hendaklah engkau perhatikan penunaian tugas-tugasmu (bagaimana
kecermatan dan kualitasnya), jangan menipu, dan tepatilah kesepakatan.
19. Hendaklah engkau penuhi hakmu dengan baik, penuhi hak-hak orang lain
dengan sempurna, tanpa dikurangi dan dilebihkan, janganlah menunda-nunda
pekerjaan.
20. Hendaklah engkau menjauhkan diri dari judi dengan segala macamnya,
apapun maksud dibaliknya. Hendaklah engkau juga menjauhi mata
pencaharian yang haram, betapapun keuntungan besar yang ada di baliknya.
21. Hendaklah engkau menjauhkan diri dari riba dalam setiap aktivitasmu dan
suscikanlah ia sama sekali dari riba.
22. Hendaklah engkau memelihara kekayaan umat Islam secara umum dengan
mendorong berkembangnya pabrik-pabrik dan proyek-proyek ekonomi Islam.
Hendaklah engkau menjaga setiap keping mata uang, agar tidak jatuh ke
tangan orang non-Islam dalam keadaan bagaimanapun. Hendaklah engkau
tidak makan dan berpakaian kecuali produk negeri Islammu sendiri.
23. Hendaklah engkau memiliki kontribusi financial dalam dakwah, engkau
tunaikan kewajiban zakatmu, dan jadikan sebagian dari hartamu itu untuk
orang yang meminta dan orang yang kekurangan, betapapun kecil
penghasilanmu.
24. Hendaklah engkau menyimpan sebagian dari penghasilanmu untuk persediaan
masa-masa sulit, betapapun sedikit, dan jangan sekali-kali menyusahkan
dirimu untuk mengejar kesempurnaan.
25. Hendaklah engkau bekerja – semampu yang engkau lakukan – untuk
menghidupkan tradisi Islam dan mematikan tradisi asing dalam setiap aspek
kehidupanmu, misalnya ucapan salam, bahasa, sejarah, pakaian, perabot
rumah tangga, cara kerja dan istirahat, cara makan dan minum, cara datang
dan pergi, serta gaya melampiaskan rasa suka dan duka. Hendaklah engkau
menjaga sunnah dalam setiap aktifitas tersebut.
26. Hendaklah engkau memboikot peradilan setempat atau seluruh peradilan yang
tidak Islami, demikian juga gelanggang-gelanggang, penerbitan-penerbitan,
organisasi-organisasi, sekolah-sekolah dan segenap institusi yang tidak
mendukung fikrahmu secara total.
27. Hendaklah engkau senantiasa merasa diawasi oleh Allah, mengingat akhirat
dan bersiap-siap untuk menjemputnya, mengambil jalan pintas untuk menuju
ridha Allah dengan tekad yang kuat, serta mendekatkan diri kepada Allah
SWT, puasa tiga hari – minimal – setiap bulan, mempeerbanyak dzikir (hati
dan lisan), dan berusaha mengamalkan doa yang diajarkan pada setiap
kesempatan.
28. Hendaklah engkau bersuci dengan baik dan usahakan agar senantiasa dalam
keadaan berwudhu (suci) di sebagaian besar waktumu.
29. Hendaklah engkau melakukan shalat dengan baik dan senantiasa tepat waktu
dalam menunaikannya. Usahakan untuk senantiasa berjamaah di masjid jika
itu mungkin dilakukan.
30. Hendaklah engkau berpuasa Ramadhan dan berhaji dengan baik, jika engkau
mampu melakukannya. Kerjakanlah sekarang juga jika engaku telah mampu.
31. Hendaklah engkau senantaiasa menyertai dirimu dengan niat jihad dan cinta
mati syahid. Bresiaplah untuk itu kapan saja kesempatan untuk itu tiba.
32. Hendaklah engkau senantiasa memperbaharui shalat dan istighfarmu. Berhatihatilah
terhadap dosa kecil, aspalagi dosa besar. Sediakanlah – untuk dirimu –
beberapa saat sebelum tidur untuk menginstrospeksi diri terhadap apa-apa
yang telah engkau lakukan, yang baik maupun yang buruk. Perhatikan
waktumu, karena waktu adalah kehidupan itu sendiri. Janganlah engkau
pergunakan ia – sedikit pun – tanpa guna, dan janganlah engkau ceroboh
terhadap hal-hal yang subhat, agar tidak jatuh ke dalam kubangan yang
haram.
33. Hendaklah engkau berjuang meningkatkan kemampuanmu dengan sungguhsungguh,
agar engkau dapat menerima tongkat kepemimipinan. Hendaklah
engkau menundukkan pandanganmu, menekan emosimu, dan memotong
habis selera-selera rendah dari jiwamu. Bawalah ia hanya untuk menggapai
yang halal dan baik, serta hijabilah ia dari haram dalam keadaan
bagaimanapun.
34. Hendaklah engkau menjauh dari khamer dan seluruh makanan atau minuman
yang memabukkan sejauh-jauhnnya.
35. Hendaklah engkau menjauh dari pergaulan dengan orang jahat dan
persahabatan dengan orang yang rusak, serta jauhilah tempat-tempat maksiat.
36. Hendaklah engkau perangi tempat-tempat iseng, jangan sekali-kali
mendekatinya, serta jauhilah gaya hidup mewah dan bersantai-santai.
37. Hendaklah engkau mengetahui anggota katibahmu satu persatu dengan
pengetahuan yang lengkap, dan kenalkanlah dirimu kepada mereka dengan
selengkap-lengkapnya. Tunaikanlah hak-hak ukhuwah mereka dengan
seutuhnya; hak kasih sayang, penghargaan, pertolongan dan itsar. Hendaklah
engkau senantiasa hadir di majelis mereka, tidak absent kecuali karena udzur
darurat, dan pegang teguhlah sikap itsar dalam pergaulanmu dengan mereka.
38. Hendaklah engkau hindari hubungan dengan organisasi atau jamaah apapun,
sekiranya hubungan itu tidak membawa maslahat bagi fikrahmu, terutama jika
diperintahkan untuk itu.
39. Hendaklah engkau menyebarkan dakwahmu di manapun dan memberi
informasi kepada pemimpin tentang segala kondisi yang melingkupimu.
Janganlah engkau berbuat sesuatu yang berdampak strategis kecuali dengan
seizinnya.
40. Hendaklah engkau senantiasa mejalin hubungan, baik ruhani maupun ‘amali,
dengan Jamaah dan menempatkan dirimu sebagai ‘tentara yang berada di
tangsi yang tengah menanti instruksi komandan’.
Engkau dapat menghimpun prinsip-prinsip ini dalam lima slogan:
1. Allah ghayatuna Allah adalah tujuan kami
2. Ar-Rasul qudwatuna Rasul adalah teladan kami
3. Al-Qur’an syir’atuna AL-Qur’an adalah undang-undang kami
4. Al-Jihad sabiluna Jihad adalah jalan kami
5. Asy-Syhadah umniyyatuna Mati syahid adalah cita-cita kami.
URAIAN PELENGKAPPertama:
Beberapa kaidah yang sesuai dengan Tabiat Dakwah Kita dalam Manhaji Tsaqofah,
Ta’lim dan Tarbiyah :
1. Persoalan pertama yang harus diperhatikan dalam manhaj kita adalah, bahwa ia
harus selaras dengan dakwah dan harakah kita. Kita adalah harakah Islam modern
yang ingin melakukan pembaharuan Islam di suatu masa yang memiliki
spesifikasi tertentu, di samping, bahwa kita ingin mewujudkan tujuan-tujuan di
tingkat nasional maupun internasional. Kata “Islam” menunjukkan kita untuk
mengakomodasi semua prinsip tsaqafah Islam dan cabang-cabangnya. Kata
“modern” menuntut kita untuk mengakomodasikan wawasan kekinian dengan
tabiat dan spesifikasinya. Hal ini karena fatwa dikeluarkan berdasar waktu, tempat
dan situasi saat itu.
2. Suatu hal yang harus mendapat perhatian dalam manhaj kita adalah bahwa ia
harus memberikan kepada setiap muslim ketahanan moral. Agar terhindar dari
kesesatan dan ketergelinciran, di samping terhindar pula dari penyelewengan
pemikiran Islam atau pemikiran Jamaah.
3. Termasuk yang harus diperhatikan dalam manhaj kita adalah bahwa kita harus
meletakkan di tangan setiap muslim sebuah barometer yang dapat mengukur
segala sesuatu yang melingkupinya dengan standar Islam.
4. Salah satu yang harus diperhatikan dalam manhaj kita adalah bahwa persepsi
umum tentang ilmu pengetahuan dalam perspektif Islam. Ada beberapa cabang
ilmu yang diwajibkan dan merupakan fardhu’ain; ada yang studinya merupakan
fardhu’ain; ada yang dianjurkan bagi sebagian orang namun fardhu kifayah bagi
sebagian yang lain; ada cabang ilmu yang sunah hukumnya; ada yang hukumnya
mubah; ada lagi yang diharamkan dan dibenci. Pendalaman terhadap cabang ilmu
yang fardhu kifayah adalah sunah, bahkan adanya seorang pakar di setiap disiplin
ilmu merupakan fardhu kifayah.
5. Dalam tulisannya, Hasan Al-Banna menyebutkan beberapa peringkat keanggotan
dalam dakwah Ikhwan. Disebutkan, bahwa ia terdiri dari: Ikatan umum, ikatan
ukhuwah, ikatan amal, dan ikatan jihad. Yang telah terjalin dalam ikatan umum
disebut akh musa’id, yang terjalin dalam ikatan ukhuwah disebut akh muntasib,
yang terjalin dalam ikatan amal disebut akh ‘amil, dan yang terjalin dalam ikatan
jihad disebut akh mujahid. Setelah itu Ustadz Hasan Al-Banna berkata,”Kantor
pusat berhak memberi gelar-gelar kehormatan, antara lain: naqib dan naib untuk
masing-masing akh yang ada dalam ikatan amal dan jihad”.
6. Setelah – dalam kumpulan risalahnya – menyebut adanya sekumpulan persepsi
yang cacat tentang Islam di etngah masyarakat, Ustadz Hasan Al-Banna
berkata,”Persepsi beragam pada banyak orang tentang Islam yang satu,
menjadikan mereka berselisih secara nyata dalam dakwah Ikhwanul Muslimin
dan dalam cara pandang mereka”.
7. Ada sebagian masyarakat yang memahami Islam secara global, namun tidak
memahami rinciannya. Bahkan kadang-kadang memahami perincian Islam
dengan hawa nafsunya, misalnya, mereka mengimani bahwa Islam memiliki
prinsip keadilan dan persamaan. Namun mereka memahami kata “adil” dan
“sama” dengan standar hawa nafsunya, bukan dengan syariat Allah.
8. Yang harus juga diperhatikan dalam manhaj kita adalah agar dalam manhaj tidak
terdapat ruang yang memungkinkan masuknya kekufuran dan kesesatn, sehingga
merusak hati, jiwa dan pikiran kaum muslimin. Banyak masalah detail yang jika
tidak mendapat perhatian serius akan menyebabkan kehancuran dunia dan akhirat,
atau salh satu dari keduanya.
9. Komitmen kepada Islam pada gilirannya dapat mewujudkan berbagai nilai yang
dibutuhkan oleh setiap diri muslim dan jamaah Islam. Nilai-nilai ini kita namakan
karakter. Karakter-karakter inilah yang membedakan seorang muslim dan non
muslim, atau membedakan Jamaah Islam dengan komunitas Non Islam.
10. Pada diri Jamaah Ikhwanul Muslimin terdapat berbagai slogan, selain
pembahasan tentang akhlak dan etika dalam kehidupan. Beberapa slogan itu ialah:
a. Allah ghayatuna Allah adalah tujuan kami
b. Ar-Rasul qudwatuna Rasul adalah teladan kami
c. Al-Qur’an syir’atuna Al-Qur’an adalah undang-undang kami
d. Al-Jihad sabiluna Jihad adalah jalan kami
e. Asy-Syhadah umniyyatuna Mati syahid adalah puncak cita-cita kami.
11. Tidaklah sempurna KeIslaman seorang muslim, kecuali jika ia melakukan
beberapa hal sbb:
• Ikut serta dalam halaqah-halaqah ilmiah umum, karena padanya ada berkah
khusus;
• Ikut serta dalam halaqah-halaqah ilmiah khusus, karena ia mengantarkan
seseorang kepada pengetahaun yang terfokus;
• Senantiasa menginstrospeksi diri, karena seseorang tidak mungkin
mendapatkan kadar pengetahuan yang tinggi, kecuali memalui upaya pribadi
yang panjang dan terfokus.
12. Jamaah Islam harus memepunyai sistem. Sistem ini harus tegak di atas suatu
prinsip nilai, mempunyai perencanaan, dan program kerja, serta memiliki konsep
Tarbiyah dan Ta’lim yang saling berjalin dengan hal-hal di atas. Jamaah Islam
juga harus memiliki kaidah-kaidah yang dijadikan pijakan bagi semua anggota.
Semua itu harus mendapat perhatian utama dalam penyusunan manhaj, baik
manhaj Tarbiyah maupun Ta’limnya.
13. Di tubuh umat ini ada pejuang kebenaran yang tidak pernah terputus geraknya
walau sejenak pun. Rasulullah SAW bersabda,”Senantiasa ada kelompok dari
umatku yang memperjuangkan kebenaran, mereka tidak terpengaruh oleh pihak
yang merintanginya hingga hari kiamat.”
14. Kita adalah gerakan tajdidi (pembaru). Salah satu indikator tajdidi adalah bahwa
kita harus menghidupkan kembali seluruh ajaran Islam dan memperbarui
wawasan, tindakan, serta moralitas di setiap level.
15. Kita tidak boleh lupa, bahwa kita senantiasa berhadapan dengan dua aliran
pemikiran besar, yakni: kapitalisme dan sosialisme komunis. Kita juga tidak boleh
lupa, bahwa di antara keduanya sesungguhnya terjadi pertarungan hebat dalam hal
pemikiran. Pada saat yang sama kita – dan umat Islam pada umumnya – kurang
memiliki pengetahuan yang memadai tentangnya, sehingga tidak memiliki
imunitas yang baik.
Kedua:
Ustadz Hasan Al-Banna menyebutkan secara rinci 6 peringkat keanggotaan. Jumlah itu
dapat diringkas lagi hanaya menjadi lima poeringkat, yakni anshar, mujahidin, ‘amilin,
nuqaba’(para naqib) dan nuwwab (para naib).
Masing-masing peringkat itu seharusnya memiliki manhaj, karakteristik, dan pola
komitmennya sendiri. Meningkat atau tidaknya kualitas keanggotaan seseorang (atau
tetap tidaknya seseorang di luar barisan) tergantung pada kadar penguasaan manhaj,
karakteristik, dan pola komitmennya.
Ketiga:
Standar keberhasilan pada peringkat pertama dalam manhaj kita dan di awal perjalanan
keanggotaannya adalah pelaksanaan yang sempurna akan tuntutan iman, shalat, infaq dan
loyalitas secara penuh kepada jamaah, sesuai firman Allah:
QS Al-Maidah :55-56 Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang
beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk (kepada Allah). Dan
Barangsiapa mengambil Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman menjadi penolongnya, Maka
Sesungguhnya pengikut (agama) Allah[423] Itulah yang pasti menang.
[423] Yaitu: orang-orang yang menjadikan Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman sebagai
penolongnya.
Standar keberhasilan pada peringkat kedua adalah terealisasinya secara penuh
Mahabbatullah, rendah hati kepada sesame mukmin, tegas terhadap orang-orang kafir,
dan jihad di jalkan Allah dengan tidak merasa takut atas celaan orang-orang yang
mencela sesuai firman Allah:.
QS Al-Maidah :54 Hai orang-orang yang beriman, Barangsiapa di antara kamu yang murtad dari
agamanya, Maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan
merekapun mencintaiNya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras
terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang
suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha
Luas (pemberian-Nya), lagi Maha mengetahui.
Standar keberhasilan pada peringkat jenjang naqib adalah terealisasinya nilai-nilai
peringkat sebelumnya diatambah luasnya ilmu pengetahuan dan terpenuhinya beberapa
sifat khusus bagi seorang naqib muslim, seperti lemah lembut, pemurah, serius, kasih
sayang sesama muslim, senang bermusyawarah, jujur, komitmen, wara’, bertanggung
jawab terhadap tugas-tugas yang dipikulkan dipundaknya, dan sifat-sifat lain yang
menjadi karakter pribadi seorang muslim. Kita tidak menuntut seorang muslim agar
bersih dari kesalahan sama sekali, tetapi kita menunut agar ia tidak mengulangi kesalahan
yang pernah dilakukannya. Oleh karena itu seorang naqib harus dapat mengambil
pelajaran dari kesalahan-kesalahan yang telah dibuatnya.
Ustadz Hasan Al-Banna berkata,”Imammu kepada bai’at ini mengharuskanmu
menunaikan kewajiban-kewajiban berikut, sehingga engkau menjadi batubata yang kuat
bagi bangunan. Adapun KEWAJIBAN-KEWAJIBAN SEORANG MUJAHID sebagai
berikut:
1. Hendaklah engkau memiliki wirid harian dari Kitabullah tidak kurang dari
satu juz. Usahakanlah untuk mengkhatamkan Al-Qur’an dalam waktu tidak
lebih dari sebulan dan tidak kurang dari tiga hari.
2. Hendaklah engkau membaca Al-Qur’an dengan baik, memeprhatikannya
dengan seksama, dan merenungkan artinya.
3. Hendaklah engkau mengkaji Sirah Nabi dan sejarah para generasi salaf sesuai
dengan waktu yang tersedia. Buku yanfg dirasa mencukupi kebutuhan ini
minimal nadalah buku Hummatul Islam. Hendaklah engkau juga banyak
mebaca hadits Rasulullah SAW, minimal hafal 40 hadits, ditekankan untuk
menghafal Al-Arba’in An-Nawawiyah. Hendaklah engkau juga mengkaji
risalah tentang pokok-pokok aqidah dan cabang-cabang fiqih.
4. Hendaklah engkau bersegera melakukan general check up secara berkala atau
berobat, begitu penyakit terasa mengenaimu. Disamping itu perhatikanlah
factor-faktor penyebab kekuatan dan perlindungan tubuh, serta hindarilah
faktor-faktor penyebab lemahnya kesehatan.
5. Hendaklah engkau menjauhi sikap berlebihan dalam mengkonsumsi kopi, teh
dan minuman perangsang semisalnya. Janganlah engkau meminumnya,
kecuali dalam keadaan darurat dan Hendaklah engkau menghindarkan diri
sama sekali dari rokok.
6. Hendaklah engkau perhatikan urusan kebersihan dalam segala hal
menyangkut tempat tinggal, pakaian, makanan, badan, dan tempat kerja,
karena agama ini dibangun di atas dasar kebersihan.
7. Hendaklah engkau jujur dalam berkata dan jangan sekali-kali berdusta.
8. Hendaklah engkau menepati janji, janganlah mengingkarinya, bagaimanapun
kondisi yang engkau hadapi.
9. Hendaklah engkau menjadi seorang yang pemberani dan tahan uji;
Keberanian yang paling utama adalah terus terang dalam mengatakan
kebenaran, ketahanan menyimpan rahasia, berani mengakui kesalahan, adil
terhadap diri sendiri, dan dapat menguasainya dalam keadaan marah
sekalipun.
10. Hendaklah engkau senantiasa bersikap tenang dan terkesan serius. Namun
janganlah keseriusan itu menghalangimu dari canda yang benar, senyum dan
tawa.
11. Hendaklah engkau memiliki rasa malu yang kuat, berperasaan yang sensitive,
dan peka oleh kebaikan dan keburukan, yakni munculnya rasa bahagia untuk
yang pertama dan rasa yang tersiksa untuk yang kedua. Hendaklah engkau
juga bersikap rendah hati dengan tanpa menghinakan diri, tidak bersikap
taklid, dan tidak terlalu berlunak hati. Hendaklah engkau juga menuntut – dari
orang lain – yang lebih rendah dari martabatmu untuk mendapatkan
martabatmu yang sesungguhnya.
12. Hendaklah engkau bersikap adil dan benar dalam memutuskan suatu perkara
pada setiap situasi. Janganlah kemarahan melalaikanmu dari berbuat kebaikan,
janganlah mata keridhaan engkau pejamkan dari perilaku yang buruk,
janganlah permusuhan membuatmu lupa dari pengakuan jasa baik, dan
Hendaklah engkau berkata benar meskipun itu merugikanmu atau merugikan
orang yang paling dekat denganmu.
13. Hendaklah engkau menjadi pekerja keras dan terlatih dalam aktifitas sosial.
Hendaklah engkau merasa bahagia jika dapat mempersembahkan bakti untuk
orang lain, gemar membesuk orang sakit, membatu orang yang membutuhkan,
menanggung orang yang lemah, meringankan beban orang yang tertimpa
musibah meskipun hanya dengan kata-kata yang baik. Hendaklah engkau juga
senantiasa bersegera untuk berbuat kebaikan.
14. Hendaklah engkau berhati kasih, dermawan, toleran, pemaaf, lemah lembut
kepada manusia maupun binatang, berperilaku baik dalam berhubungan
dengan semua orang, menjaga etika-etika sosial Islam, menyayangi yang kecil
dan menghormati yang besar, memberi tempat kepada orang lain dalam
majelis, tidak memata-matai, tidak menggunjing, tidak mengumpat, meminta
izin jika masuk maupun keluar rumah dan lain-lain.
15. Hendaklah engkau pandai membaca dan menulis, memperbanyak muthala’ah
terhadap risalah Ikhwan, Koran, majalah, dan tulisan lainnya. Hendaklah
engkau bangun perpustakaan khusus, seberapapun ukurannya, konsentrasilah
terhadap spesifikasi keilmuan dan keahlianmu, jika engkau seorang spesialis;
dan kuasailah persoalan Islam secara umum, yang dengannya dapat
membangun persepsi yang baik untuk menjadi referensi bagi pemahaman
terhadap tuntutan fikrah.
16. Hendaklah engkau memiliki proyek usaha ekonomi, betapapun engkau
seorang kaya, utamakanlah proyek yang mandiri, betapapun kecilnya;
cukupkanlah dengan apa yang ada pada dirimu, betapapun tingginya kapasitas
keilmuanmu.
17. Janganlah engkau terlalu berharap untuk menjadi pegawai negeri dan
jadikanlah ia sebagai sesempit-sempit pintu rezeki, namun jangan pula engkau
tolak jika diberi peluang untuk itu. Janganlah engkau melepaskannya kecuali
jika benar-benar bertentangan dengan tugas-tugas dakwah.
18. Hendaklah engkau perhatikan penunaian tugas-tugasmu (bagaimana
kecermatan dan kualitasnya), jangan menipu, dan tepatilah kesepakatan.
19. Hendaklah engkau penuhi hakmu dengan baik, penuhi hak-hak orang lain
dengan sempurna, tanpa dikurangi dan dilebihkan, janganlah menunda-nunda
pekerjaan.
20. Hendaklah engkau menjauhkan diri dari judi dengan segala macamnya,
apapun maksud dibaliknya. Hendaklah engkau juga menjauhi mata
pencaharian yang haram, betapapun keuntungan besar yang ada di baliknya.
21. Hendaklah engkau menjauhkan diri dari riba dalam setiap aktivitasmu dan
suscikanlah ia sama sekali dari riba.
22. Hendaklah engkau memelihara kekayaan umat Islam secara umum dengan
mendorong berkembangnya pabrik-pabrik dan proyek-proyek ekonomi Islam.
Hendaklah engkau menjaga setiap keping mata uang, agar tidak jatuh ke
tangan orang non-Islam dalam keadaan bagaimanapun. Hendaklah engkau
tidak makan dan berpakaian kecuali produk negeri Islammu sendiri.
23. Hendaklah engkau memiliki kontribusi financial dalam dakwah, engkau
tunaikan kewajiban zakatmu, dan jadikan sebagian dari hartamu itu untuk
orang yang meminta dan orang yang kekurangan, betapapun kecil
penghasilanmu.
24. Hendaklah engkau menyimpan sebagian dari penghasilanmu untuk persediaan
masa-masa sulit, betapapun sedikit, dan jangan sekali-kali menyusahkan
dirimu untuk mengejar kesempurnaan.
25. Hendaklah engkau bekerja – semampu yang engkau lakukan – untuk
menghidupkan tradisi Islam dan mematikan tradisi asing dalam setiap aspek
kehidupanmu, misalnya ucapan salam, bahasa, sejarah, pakaian, perabot
rumah tangga, cara kerja dan istirahat, cara makan dan minum, cara datang
dan pergi, serta gaya melampiaskan rasa suka dan duka. Hendaklah engkau
menjaga sunnah dalam setiap aktifitas tersebut.
26. Hendaklah engkau memboikot peradilan setempat atau seluruh peradilan yang
tidak Islami, demikian juga gelanggang-gelanggang, penerbitan-penerbitan,
organisasi-organisasi, sekolah-sekolah dan segenap institusi yang tidak
mendukung fikrahmu secara total.
27. Hendaklah engkau senantiasa merasa diawasi oleh Allah, mengingat akhirat
dan bersiap-siap untuk menjemputnya, mengambil jalan pintas untuk menuju
ridha Allah dengan tekad yang kuat, serta mendekatkan diri kepada Allah
SWT, puasa tiga hari – minimal – setiap bulan, mempeerbanyak dzikir (hati
dan lisan), dan berusaha mengamalkan doa yang diajarkan pada setiap
kesempatan.
28. Hendaklah engkau bersuci dengan baik dan usahakan agar senantiasa dalam
keadaan berwudhu (suci) di sebagaian besar waktumu.
29. Hendaklah engkau melakukan shalat dengan baik dan senantiasa tepat waktu
dalam menunaikannya. Usahakan untuk senantiasa berjamaah di masjid jika
itu mungkin dilakukan.
30. Hendaklah engkau berpuasa Ramadhan dan berhaji dengan baik, jika engkau
mampu melakukannya. Kerjakanlah sekarang juga jika engaku telah mampu.
31. Hendaklah engkau senantaiasa menyertai dirimu dengan niat jihad dan cinta
mati syahid. Bresiaplah untuk itu kapan saja kesempatan untuk itu tiba.
32. Hendaklah engkau senantiasa memperbaharui shalat dan istighfarmu. Berhatihatilah
terhadap dosa kecil, aspalagi dosa besar. Sediakanlah – untuk dirimu –
beberapa saat sebelum tidur untuk menginstrospeksi diri terhadap apa-apa
yang telah engkau lakukan, yang baik maupun yang buruk. Perhatikan
waktumu, karena waktu adalah kehidupan itu sendiri. Janganlah engkau
pergunakan ia – sedikit pun – tanpa guna, dan janganlah engkau ceroboh
terhadap hal-hal yang subhat, agar tidak jatuh ke dalam kubangan yang
haram.
33. Hendaklah engkau berjuang meningkatkan kemampuanmu dengan sungguhsungguh,
agar engkau dapat menerima tongkat kepemimipinan. Hendaklah
engkau menundukkan pandanganmu, menekan emosimu, dan memotong
habis selera-selera rendah dari jiwamu. Bawalah ia hanya untuk menggapai
yang halal dan baik, serta hijabilah ia dari haram dalam keadaan
bagaimanapun.
34. Hendaklah engkau menjauh dari khamer dan seluruh makanan atau minuman
yang memabukkan sejauh-jauhnnya.
35. Hendaklah engkau menjauh dari pergaulan dengan orang jahat dan
persahabatan dengan orang yang rusak, serta jauhilah tempat-tempat maksiat.
36. Hendaklah engkau perangi tempat-tempat iseng, jangan sekali-kali
mendekatinya, serta jauhilah gaya hidup mewah dan bersantai-santai.
37. Hendaklah engkau mengetahui anggota katibahmu satu persatu dengan
pengetahuan yang lengkap, dan kenalkanlah dirimu kepada mereka dengan
selengkap-lengkapnya. Tunaikanlah hak-hak ukhuwah mereka dengan
seutuhnya; hak kasih sayang, penghargaan, pertolongan dan itsar. Hendaklah
engkau senantiasa hadir di majelis mereka, tidak absent kecuali karena udzur
darurat, dan pegang teguhlah sikap itsar dalam pergaulanmu dengan mereka.
38. Hendaklah engkau hindari hubungan dengan organisasi atau jamaah apapun,
sekiranya hubungan itu tidak membawa maslahat bagi fikrahmu, terutama jika
diperintahkan untuk itu.
39. Hendaklah engkau menyebarkan dakwahmu di manapun dan memberi
informasi kepada pemimpin tentang segala kondisi yang melingkupimu.
Janganlah engkau berbuat sesuatu yang berdampak strategis kecuali dengan
seizinnya.
40. Hendaklah engkau senantiasa mejalin hubungan, baik ruhani maupun ‘amali,
dengan Jamaah dan menempatkan dirimu sebagai ‘tentara yang berada di
tangsi yang tengah menanti instruksi komandan’.
Engkau dapat menghimpun prinsip-prinsip ini dalam lima slogan:
1. Allah ghayatuna Allah adalah tujuan kami
2. Ar-Rasul qudwatuna Rasul adalah teladan kami
3. Al-Qur’an syir’atuna AL-Qur’an adalah undang-undang kami
4. Al-Jihad sabiluna Jihad adalah jalan kami
5. Asy-Syhadah umniyyatuna Mati syahid adalah cita-cita kami.
URAIAN PELENGKAPPertama:
Beberapa kaidah yang sesuai dengan Tabiat Dakwah Kita dalam Manhaji Tsaqofah,
Ta’lim dan Tarbiyah :
1. Persoalan pertama yang harus diperhatikan dalam manhaj kita adalah, bahwa ia
harus selaras dengan dakwah dan harakah kita. Kita adalah harakah Islam modern
yang ingin melakukan pembaharuan Islam di suatu masa yang memiliki
spesifikasi tertentu, di samping, bahwa kita ingin mewujudkan tujuan-tujuan di
tingkat nasional maupun internasional. Kata “Islam” menunjukkan kita untuk
mengakomodasi semua prinsip tsaqafah Islam dan cabang-cabangnya. Kata
“modern” menuntut kita untuk mengakomodasikan wawasan kekinian dengan
tabiat dan spesifikasinya. Hal ini karena fatwa dikeluarkan berdasar waktu, tempat
dan situasi saat itu.
2. Suatu hal yang harus mendapat perhatian dalam manhaj kita adalah bahwa ia
harus memberikan kepada setiap muslim ketahanan moral. Agar terhindar dari
kesesatan dan ketergelinciran, di samping terhindar pula dari penyelewengan
pemikiran Islam atau pemikiran Jamaah.
3. Termasuk yang harus diperhatikan dalam manhaj kita adalah bahwa kita harus
meletakkan di tangan setiap muslim sebuah barometer yang dapat mengukur
segala sesuatu yang melingkupinya dengan standar Islam.
4. Salah satu yang harus diperhatikan dalam manhaj kita adalah bahwa persepsi
umum tentang ilmu pengetahuan dalam perspektif Islam. Ada beberapa cabang
ilmu yang diwajibkan dan merupakan fardhu’ain; ada yang studinya merupakan
fardhu’ain; ada yang dianjurkan bagi sebagian orang namun fardhu kifayah bagi
sebagian yang lain; ada cabang ilmu yang sunah hukumnya; ada yang hukumnya
mubah; ada lagi yang diharamkan dan dibenci. Pendalaman terhadap cabang ilmu
yang fardhu kifayah adalah sunah, bahkan adanya seorang pakar di setiap disiplin
ilmu merupakan fardhu kifayah.
5. Dalam tulisannya, Hasan Al-Banna menyebutkan beberapa peringkat keanggotan
dalam dakwah Ikhwan. Disebutkan, bahwa ia terdiri dari: Ikatan umum, ikatan
ukhuwah, ikatan amal, dan ikatan jihad. Yang telah terjalin dalam ikatan umum
disebut akh musa’id, yang terjalin dalam ikatan ukhuwah disebut akh muntasib,
yang terjalin dalam ikatan amal disebut akh ‘amil, dan yang terjalin dalam ikatan
jihad disebut akh mujahid. Setelah itu Ustadz Hasan Al-Banna berkata,”Kantor
pusat berhak memberi gelar-gelar kehormatan, antara lain: naqib dan naib untuk
masing-masing akh yang ada dalam ikatan amal dan jihad”.
6. Setelah – dalam kumpulan risalahnya – menyebut adanya sekumpulan persepsi
yang cacat tentang Islam di etngah masyarakat, Ustadz Hasan Al-Banna
berkata,”Persepsi beragam pada banyak orang tentang Islam yang satu,
menjadikan mereka berselisih secara nyata dalam dakwah Ikhwanul Muslimin
dan dalam cara pandang mereka”.
7. Ada sebagian masyarakat yang memahami Islam secara global, namun tidak
memahami rinciannya. Bahkan kadang-kadang memahami perincian Islam
dengan hawa nafsunya, misalnya, mereka mengimani bahwa Islam memiliki
prinsip keadilan dan persamaan. Namun mereka memahami kata “adil” dan
“sama” dengan standar hawa nafsunya, bukan dengan syariat Allah.
8. Yang harus juga diperhatikan dalam manhaj kita adalah agar dalam manhaj tidak
terdapat ruang yang memungkinkan masuknya kekufuran dan kesesatn, sehingga
merusak hati, jiwa dan pikiran kaum muslimin. Banyak masalah detail yang jika
tidak mendapat perhatian serius akan menyebabkan kehancuran dunia dan akhirat,
atau salh satu dari keduanya.
9. Komitmen kepada Islam pada gilirannya dapat mewujudkan berbagai nilai yang
dibutuhkan oleh setiap diri muslim dan jamaah Islam. Nilai-nilai ini kita namakan
karakter. Karakter-karakter inilah yang membedakan seorang muslim dan non
muslim, atau membedakan Jamaah Islam dengan komunitas Non Islam.
10. Pada diri Jamaah Ikhwanul Muslimin terdapat berbagai slogan, selain
pembahasan tentang akhlak dan etika dalam kehidupan. Beberapa slogan itu ialah:
a. Allah ghayatuna Allah adalah tujuan kami
b. Ar-Rasul qudwatuna Rasul adalah teladan kami
c. Al-Qur’an syir’atuna Al-Qur’an adalah undang-undang kami
d. Al-Jihad sabiluna Jihad adalah jalan kami
e. Asy-Syhadah umniyyatuna Mati syahid adalah puncak cita-cita kami.
11. Tidaklah sempurna KeIslaman seorang muslim, kecuali jika ia melakukan
beberapa hal sbb:
• Ikut serta dalam halaqah-halaqah ilmiah umum, karena padanya ada berkah
khusus;
• Ikut serta dalam halaqah-halaqah ilmiah khusus, karena ia mengantarkan
seseorang kepada pengetahaun yang terfokus;
• Senantiasa menginstrospeksi diri, karena seseorang tidak mungkin
mendapatkan kadar pengetahuan yang tinggi, kecuali memalui upaya pribadi
yang panjang dan terfokus.
12. Jamaah Islam harus memepunyai sistem. Sistem ini harus tegak di atas suatu
prinsip nilai, mempunyai perencanaan, dan program kerja, serta memiliki konsep
Tarbiyah dan Ta’lim yang saling berjalin dengan hal-hal di atas. Jamaah Islam
juga harus memiliki kaidah-kaidah yang dijadikan pijakan bagi semua anggota.
Semua itu harus mendapat perhatian utama dalam penyusunan manhaj, baik
manhaj Tarbiyah maupun Ta’limnya.
13. Di tubuh umat ini ada pejuang kebenaran yang tidak pernah terputus geraknya
walau sejenak pun. Rasulullah SAW bersabda,”Senantiasa ada kelompok dari
umatku yang memperjuangkan kebenaran, mereka tidak terpengaruh oleh pihak
yang merintanginya hingga hari kiamat.”
14. Kita adalah gerakan tajdidi (pembaru). Salah satu indikator tajdidi adalah bahwa
kita harus menghidupkan kembali seluruh ajaran Islam dan memperbarui
wawasan, tindakan, serta moralitas di setiap level.
15. Kita tidak boleh lupa, bahwa kita senantiasa berhadapan dengan dua aliran
pemikiran besar, yakni: kapitalisme dan sosialisme komunis. Kita juga tidak boleh
lupa, bahwa di antara keduanya sesungguhnya terjadi pertarungan hebat dalam hal
pemikiran. Pada saat yang sama kita – dan umat Islam pada umumnya – kurang
memiliki pengetahuan yang memadai tentangnya, sehingga tidak memiliki
imunitas yang baik.
Kedua:
Ustadz Hasan Al-Banna menyebutkan secara rinci 6 peringkat keanggotaan. Jumlah itu
dapat diringkas lagi hanaya menjadi lima poeringkat, yakni anshar, mujahidin, ‘amilin,
nuqaba’(para naqib) dan nuwwab (para naib).
Masing-masing peringkat itu seharusnya memiliki manhaj, karakteristik, dan pola
komitmennya sendiri. Meningkat atau tidaknya kualitas keanggotaan seseorang (atau
tetap tidaknya seseorang di luar barisan) tergantung pada kadar penguasaan manhaj,
karakteristik, dan pola komitmennya.
Ketiga:
Standar keberhasilan pada peringkat pertama dalam manhaj kita dan di awal perjalanan
keanggotaannya adalah pelaksanaan yang sempurna akan tuntutan iman, shalat, infaq dan
loyalitas secara penuh kepada jamaah, sesuai firman Allah:
QS Al-Maidah :55-56 Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang
beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk (kepada Allah). Dan
Barangsiapa mengambil Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman menjadi penolongnya, Maka
Sesungguhnya pengikut (agama) Allah[423] Itulah yang pasti menang.
[423] Yaitu: orang-orang yang menjadikan Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman sebagai
penolongnya.
Standar keberhasilan pada peringkat kedua adalah terealisasinya secara penuh
Mahabbatullah, rendah hati kepada sesame mukmin, tegas terhadap orang-orang kafir,
dan jihad di jalkan Allah dengan tidak merasa takut atas celaan orang-orang yang
mencela sesuai firman Allah:.
QS Al-Maidah :54 Hai orang-orang yang beriman, Barangsiapa di antara kamu yang murtad dari
agamanya, Maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan
merekapun mencintaiNya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras
terhadap orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang
suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha
Luas (pemberian-Nya), lagi Maha mengetahui.
Standar keberhasilan pada peringkat jenjang naqib adalah terealisasinya nilai-nilai
peringkat sebelumnya diatambah luasnya ilmu pengetahuan dan terpenuhinya beberapa
sifat khusus bagi seorang naqib muslim, seperti lemah lembut, pemurah, serius, kasih
sayang sesama muslim, senang bermusyawarah, jujur, komitmen, wara’, bertanggung
jawab terhadap tugas-tugas yang dipikulkan dipundaknya, dan sifat-sifat lain yang
menjadi karakter pribadi seorang muslim. Kita tidak menuntut seorang muslim agar
bersih dari kesalahan sama sekali, tetapi kita menunut agar ia tidak mengulangi kesalahan
yang pernah dilakukannya. Oleh karena itu seorang naqib harus dapat mengambil
pelajaran dari kesalahan-kesalahan yang telah dibuatnya.
0 komentar:
Posting Komentar